Revisi setelah end
Tukang cukur menatap kaca sembari melihat wajah Daniel dengan teliti. Tangannya berada di kepala melihat posisi mana yang di cukur pertama kali. Sepertinya tukang cukur itu sudah berumur 20 luan tahun jika di lihat dari postur dan wajahnya.
Pria itu mulia memangkas rambut Daniel dengan bunyi khas penyukur listrik. Satu persatu helai rambut terjatuh. Rambutnya yang dulu berantakan mulia terpangkas.
Pria itu menepuk-nepuk bajunya yang terkenal sedikit rambut kemudian menatap cermin.
"Bagaimana menurutmu tentang rambut yang ku cukur," tanya Pria itu menatap cermin,
Daniel menelan silvanya. "Ini bagus, makasih," ucap Daniel sekenanya, ia tak mau berlama-lama duduk di sana.
Daniel duduk sembari menunggu, lama ia hanya melihat orang-orang yang datang lalu pergi. Rasa kantuk mulai menyerangnya. Daniel masih bisa bertahan, tapi itu tak tertahan lama di Karena bosan harus duduk matanya mulai terpejam dan semuanya gelap.
__________________
D
i gedung tinggi seseorang berjalan di koridor menuju lift. Pria itu berjalan dengan dokumen-dokumen penting berda di lengannya. Ia masuk lift kemudian menekan tombol 12. Butuh waktu sedikit lebih lama dari lantai satu ke lantai 12. Akhirnya lift berbunyi menandakan bahwa mereka yang ada di dalam sudah boleh beranjak dari sana. Pria itu berjalan dengan gagah menuju satu ruang.
"Pak, saya sudah mendapatkan informasi dari anak itu." Bagas memberikan dokumen kepada Albert ayahnya Sara.
Albert membaca satu persatu dokumen itu dengan teliti. Ia pun menutup dokumen itu lalu menaruhnya di atas meja kerjanya. Albert duduk di kursinya dengan tangan bertaut ke depan.
"Kamu boleh pergi."
Bagas mengangguk lalu menunduk mundur ke luar ruangan. Ia kembali berjalan cepat masih ada urusan lain.
Bagas memasuki mobil kemudian tancap gas secepat mungkin ke tempat cukur. Sesampainya di sana ia melihat Daniel yang telah tertidur. Ia mendekatinya menepuk-nepuk pelan bahunya.
Daniel membuka mata berat, matanya yang cipit melihat Bagas dengan dekat. Ia berbinar ketika Bagas berdiri di depannya.
"Ayok, pergi, Sara mungkin sudah pulang jam segini," ajak Bagas beranjak dari sana sementara Daniel mengekor di belakangnya.
Kali ini Bagas membukakan pintu mobil untuknya. Dengan cangun Daniel menaiki mobil di susul oleh Bagas bergegas menancap gas.
Perjalanan ini seperti biasa, tak ada mau atau menawarkan diri untuk memulai percakapan. Mereka berdua hanya senyap. Daniel melirik ke arah luar mobil sedangkan Bagas fokus menyetir.
Lingkungan kotak cukup padat banyak sekali warga berlalu lalang. Tak seperti di rumahnya dulu yang natobenenya berdekatan dengan pantai. Walaupun indah tapi tak seindah suara pantai, tak seindah sejuknya sore memandang senja. Di sini pemandangan langit petang terhalang oleh gedung-gedung tinggi.
Daniel teringat saat-saat bersama Dion, saat mandi di pantai menikmati sunset seraya berlari bersama di bawah minimnya cahaya mentari. Bibirnya terukir mulai tersenyum bagai bukan sabit.
Aku kangen kalian ibu, Dion, batin Daniel.
"Ayok turun, kenapa lama sekali," ucap Bagas sedari tadi membukakan pintu mobil untuknya.
"Maaf, kakak," ucap Daniel turun dari mobil.
Untung Bagas tak menanyainya.
Selama mereka berjalan. Tak ada satupun siswa yang berada di luar. Daniel melirik kesana kemarin menatap sekitar. Benar saja kelas mereka belum berakhir. Namun kenapa mereka berjalan masuk ke dalam sekolah?
Daniel terus mengikuti, Bagas dari belakang dan akhirnya mereka sampai di satu ruangan. Daniel ikut masuk kemudian duduk.
"Selamat pagi, ada yang bisa saya bantu? Sebagai kepala sekolah di SDN bakti Husada?" Seorang Wanita paruh baya menyalami kamu dengan sopan.
"Saya ingin menyekolahkan, Daniel Jackson," ucap Bagas yang mengundang kekagetan.
Bukan hanya wanita paruh baya, itu yang kaget tapi Daniel tak percaya apa yang di katakan, oleh bodyguard pribadi keluarga Jackson itu.
"Sebentar, tapi bukannya tuan Albert, hanya memiliki satu anak perempuan?" Kepala sekolah bertanya sambil melirik ke arah Daniel.
"Anak ini sudah di angkat, jadi anaknya oleh tuan saya Albert. Mohon bimbingannya." Bodyguard itu berdiri lalu membungkuk memberi hormat.
Kepala sekolah itu pun paham. Ia menyuruh Bagas untuk berhenti melakukan itu.
"Baiklah, Daniel jockson, kamu boleh sekolah di sini Muali besok." Kepala sekolah mengulurkan tangan kepala Daniel. Ia pun dengan hormat menyalaminya.
"Tapi mohon berkas-berkas penting Daniel di bawah juga besok, ya, dan indentitas sekarang," ucap Wanita paruh baya itu kepada Bagas.
"Iya, nanti saya akan mengurusnya, permisi kami izin pergi." Bagas berbalik badan di ikuti oleh Daniel.
Pas menelusuri sekolah ini Daniek melihat sekitar. Bangunan warna hijau tua di komendasi dengan warna toska membuat struktur bangunan dua tingkat itu tampak lebih indah. Dengan lapangan di tengah tengah ketiga bangunan. Daniel tak tau pasti di mana kelasnya Sara mereka menuju Gerbang keluar.
Sembari menunggu Daniel terus melirik satu persatu bangunan walaupun hanya bagian depan yang, ia lihat.
Ning.....
Bunyi bell bergemah di seluruh ruangan. Anak anak tak terhitung jumlahnya keluar dari kelas. Banyak sekali kerumunan. Sampai-sampai Sara tak bisa dengan mata telanjang karena terhalang oleh siswa lain.
Beberapa saat akhirnya, Sara terlihat juga dengan senyum berarti terukir saat melihat Daniel. Tetapi tiba-tiba, ia terjatuh salah satu anak laki laki mendorongnya. Mereka semua tertawa, para siswi ataupun yang lain hanya melihat tanpa membantu.
Sara berdiri sambil membersihkan sikunya yang kotor.
"Hahaha.... Rasain, makanya jangan sok pinter," ucap anak laki laki kerinting.
"Makanya jangan macam macam sama kita," temanya di sebelah menampali.
Sara tak memubris perkataan mereka. Ia hanya diam fokus kepada lukanya yang terbalut pasir.
Daniel berlari dengan kekuatannya mendorong kuat, si rambut kerinting sampai membuat seragamnya kotor. Temanya-temannya terdiam melihat itu mereka tak berani maju.
"ANAK LAKI-LAKI KOK MAIN KASAR SAMA PEREMPUAN KALO BERANI, SANA GUA AJA," teriak Daniel membuat kegaduhan. Banyak siswa dan orang tua menyaksikan.
Mereka berkerumunan. Melihat kejadian itu. Para guru juga mendekat melihat juga. Anak keriting itu mengeluarkan Darah di hidungnya. Semua orang panik kecuali Daniel.
Bagas tersenyum melihat itu. Dengan santainya ia menyandar di mobil sambil melipat kedua tangannya.
Orang tua siswa yang mendorong Sara tiba. Mereka mencari siapa yang berani melukai anaknya.
"SIAPA YANG MEMBUAT ANAK SAYA JADI SEPERTI INI," ucap perempuan berkemeja putih dan bawahnya jens.
"Sabar ibu, sabar biasa anak-anak seperti itu," para guru berusaha menenangkan perempuan itu.
Wanita itu melirik ke arah satu anak lelaki tanpa seragam. Ia melihat Daniel sedang berdiri di depan gadis yang terduduk.
"OH, JADI KAMU." Wanita itu mendekati Daniel sepertinya dia berniat menampar anak yang telah menyakiti buah hatinya.
Bagas melihat itu dengan gesit melindungi Daniel dengan Sara.
"AWAS, KAMU GAK ADA URUSAN DENGAN INI," teriak Wanita itu.
Bagas tetap diam tak berkutik. Kepala sekolah datang dan langsung berbisik kepada wanita itu. Seketika wanita itu terdiam lalu dengan berat hati meninggalkan mereka.
Jangan lupa vot and komen
KAMU SEDANG MEMBACA
Tenggelam dirasa bersalah
General FictionDaniel harus hidup menderita bersama adik dan ibunya dalam kemiskinan. Ayahnya yang sudah tiada meninggalkan hidup yang begitu pelik kepada mereka bertiga. Daniel Anak pertama yang tidak sanggup melihat ibunya yang memiliki ganguan pendengaran dan s...