9

714 66 5
                                    

Jangan lupa ya buat vote dan komen yang banyak biar aku semangat update

Ben baru saja selesai menerima telepon dari Ghiyas, dan rasa kecewa yang mendalam terpancar di wajahnya. Wajah yang biasanya tenang kini tampak berkerut, matanya kosong sejenak, seakan mencerna setiap kata yang baru saja ia dengar. Berita itu terasa seperti menghancurkan dunianya, pertahanannya runtuh seketika. Tangannya terkepal, menahan gejolak emosi yang membara di dalam dirinya.

Setelah menarik nafas panjang, Ben berusaha meredam kemarahan yang bergolak dalam dirinya meski tatapan matanya kini penuh dengan amarah. Prama, yang duduk di sampingnya, mengamati ekspresi Ben dengan cermat. Prama sudah mendengar keseluruhan cerita dari Ghiyas dan semalam dirinya juga sudah melihat kondisi Laurel.

Tanpa banyak bicara, Prama meraih kunci mobil di meja dan menatap Ben sekilas, seolah ada kesepakatan yang terjalin lewat tatapan mata mereka. Tanpa membuang waktu, mereka sepakat untuk menuju kampus tempat Mahendra berada. “Kita selesaikan sekarang,” ucap Prama singkat, namun tegas.

Sesampainya di sana, langkah keduanya begitu mantap dan penuh intimidasi, kehadiran mereka mampu menarik perhatian mahasiswa yang berlalu-lalang di kampus. Banyak mahasiswa yang secara terang terangan melirik Ben dan Prama, takjub dengan kehadiran dua pria dewasa yang jelas-jelas bukan bagian dari kampus namun tampak seperti singa yang siap menerkam mangsanya.

Pandangan mata mereka lurus, tak teralihkan, hingga akhirnya mereka melihat Narendra dari kejauhan. Mahendra tampak sedang bercakap-cakap dengan beberapa temannya, tertawa kecil seolah tak ada beban. Prama langsung berlari ke tempat Narendra berada, disusul Ben di belakangnya. Siapapun tahu jika dua pria dewasa itu tengah diselimuti amarah, amarah yang siap meledak.

Suara tawa milik Mahendra seketika lenyap begitu dia menyadari kehadiran Prama dan Ben yang tengah mendekatinya. Hawa dingin langsung menyelimuti suasana di taman fakultas teknik saat itu. Bahkan suara tawa dari Mahendra dan teman temannya lenyap begitu Prama dan Ben semakin mendekat ke arah mereka.

Prama berhenti tepat di depan Mahendra dan menatapnya dalam-dalam. Wajahnya tenang, namun dingin, seperti es yang siap melelehkan kepercayaan diri siapa pun. Di sampingnya ada Ben yang berdiri dengan senyum tipis, senyum yang begitu tenang namun membawa ancaman terselubung.

“Jadi, ini yang kamu lakukan kepada kakakmu, Mahendra?” Prama memulai, suaranya lembut namun penuh ancaman. Tangannya dia gunakan untuk mencengkram pundak Mahendra hingga si empunya pundak meringis kesakitan.

“Seorang pria yang tidak tahu terima kasih, bahkan kepada seseorang yang sudah mengorbankan segalanya untuknya. Kepada seseorang yang sudah membesarkan dan menghidupi mu selama ini, dari kamu masih anak anak sampai sekarang."

Mahendra mencoba menjawab, tetapi Prama tak memberinya kesempatan. Prama mengeratkan cengkramannya, hingga Mahendra merasakan kebas pada pundaknya. Ini bahkan lebih sakit daripada dirinya yang terkilir ataupun jatuh saat bermain basket dengan teman temannya. "Kamu sadar tidak, Mahendra, bahwa kakakmu adalah alasan kamu bisa berdiri di sini, alasan kamu mempunya semua semua yang kamu miliki sekarang?" Prama berbicara sambil menatap Narendra  dengan tajam, seakan ingin menembus jiwa Narendra.

Saat Mahendra hampir kehilangan kesadarannya, Ben akhirnya membuka suara, dengan nada lembut namun tajam bak pisau yang baru diasah. "Mahendra, apa kamu tahu, kesabaran itu ada batasnya. Ada batas dimana seseorang yang begitu baik menyimpan amarahnya dan kamu tahu bukan bahaya amarah dari seseorang yang begitu sabar dan begitu baik, dia bisa berbuat semuanya bahkan mengambil apa yang sudah diberikan?" Ben tersenyum kecil, senyuman yang lebih mirip senyum malaikat maut yang siap menjemput jiwa.

"Bayangkan saja jika semua yang kamu nikmati sekarang seperti apartemen, kendaraan, kampus mewah yang kamu banggakan ini kepada teman temanmu di luar kampus... hilang dalam sekejap mata. Apa jadinya kamu tanpa semua fasilitas itu, Narendra?" ujar Ben dengan nada tenang yang membuat Mahendra semakin tegang.

Naughty Secretary • Haechan HaremTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang