Keesokan harinya, Jake berharap suasana di sekolah akan sedikit tenang. Tapi ternyata, masalah di antara Heeseung dan Sunghoon baru saja dimulai. Bahkan sejak Jake masuk kelas, tatapan mereka sudah terasa menusuk. Sunghoon dan Heeseung sama-sama berada di sekitar Jake, seperti dua kutub magnet yang saling tarik-menarik tapi juga menolak untuk berdamai.
"Hei, Jake. Mau makan siang bareng gue?" tanya Heeseung dengan senyum khasnya, seolah tidak ada masalah.
Sunghoon, yang berdiri tidak jauh dari mereka, menoleh cepat dengan tatapan dingin. "Dia udah janji sama gue," ucapnya, suaranya rendah namun penuh kepastian.
Jake mengerjap, bingung dengan situasi yang tidak pernah ia bayangkan akan terjadi. "Tunggu... kapan gue janji sama lo?" tanyanya pada Sunghoon.
"Barusan," jawab Sunghoon singkat, seakan itu sudah cukup sebagai alasan.
Heeseung mendengus pelan, tapi tidak bisa menahan senyum tipisnya. "Dia nggak janji apa-apa, Sunghoon. Lo selalu maksa kayak gini."
Jake merasa kepalanya mulai berdenyut. Dia tidak pernah membayangkan dua orang ini bisa berseteru hanya demi menghabiskan waktu bersamanya.
"Gue nggak maksa," balas Sunghoon tajam, tatapan matanya lurus pada Heeseung. "Gue cuma nggak mau Jake dibikin bingung sama sikap lo."
Suasana di antara mereka semakin tegang, dan Jake merasa harus melakukan sesuatu sebelum situasi semakin memanas.
"Oke, gini aja," Jake memotong, "Gue makan siang sendiri hari ini. Kalian berdua juga butuh waktu buat tenang."
Kedua pria itu terdiam sejenak, tapi jelas tidak ada yang puas dengan keputusan Jake. Namun, mereka tidak punya pilihan selain mengalah untuk saat ini.
---
Di kantin, Jake duduk sendirian dengan nampan makanannya. Dia berharap waktu sendirian bisa membantu pikirannya lebih jernih, tapi yang terjadi justru sebaliknya. Kehadiran Sunghoon dan Heeseung terus membayangi pikirannya.
Dengan Heeseung, Jake merasa dunia ini lebih cerah. Pria itu selalu ada, selalu mendukung, dan membuat Jake merasa nyaman. Tapi dengan Sunghoon, semuanya terasa berbeda. Sunghoon tidak banyak bicara, tapi setiap kali mereka bersama, Jake merasakan sesuatu yang lebih dalam sesuatu yang tidak bisa ia abaikan.
"Hei, lo kenapa makan sendiri?" Suara lembut Heeseung membuyarkan lamunan Jake.
Jake mendongak dan mendapati Heeseung sudah duduk di depannya, tersenyum hangat seperti biasa. "Gue cuma butuh waktu sendiri," jawab Jake pelan.
Heeseung mengangguk, tapi tatapan matanya tetap lembut. "Gue ngerti, Jake. Tapi kalau ada yang ganggu pikiran lo, gue selalu ada buat lo."
Jake tersenyum kecil. Itu adalah salah satu alasan kenapa dia merasa nyaman dengan Heeseung pria itu selalu tahu kapan harus bicara dan kapan harus mendengarkan.
Namun, sebelum Jake sempat membalas, seseorang duduk di sebelahnya. Tanpa basa-basi, Sunghoon meletakkan minumannya di meja dan menatap Jake dengan mata tajam.
"Gue udah bilang, lo janji makan bareng gue," ucap Sunghoon datar, seolah tidak peduli dengan kehadiran Heeseung.
Jake merasa jantungnya berdegup kencang lagi. Dua orang ini benar-benar tidak tahu kapan harus berhenti.
"Heh, dia butuh waktu sendiri, Sunghoon," kata Heeseung, nada suaranya mulai kehilangan kelembutan. "Lo nggak bisa seenaknya."
Sunghoon menatap Heeseung dengan tatapan dingin. "Justru lo yang selalu ganggu Jake dengan sikap lo yang sok peduli."
Jake merasa darahnya mendidih. Dia tidak tahan lagi dengan situasi ini. "Cukup!" serunya, membuat kedua pria itu terdiam. "Gue beneran nggak ngerti kenapa kalian ribut kayak gini! Gue cuma mau makan dengan tenang."
Kedua pria itu saling menatap, seolah ada sesuatu yang tak terucap di antara mereka. Namun, kali ini, mereka memilih untuk tidak memperpanjang masalah.
"Oke," kata Heeseung akhirnya, mengangkat tangannya tanda menyerah. "Gue nggak mau bikin lo tambah stres."
Sunghoon hanya mendengus, tapi tidak berkata apa-apa. Jake menghela napas lega, meski ia tahu masalah ini belum selesai.
---
Setelah jam sekolah berakhir, Jake memutuskan untuk pulang lebih awal. Tapi langkahnya terhenti ketika melihat Sunghoon menunggunya di gerbang sekolah.
"Kita harus bicara," ucap Sunghoon tanpa basa-basi.
Jake tahu dia tidak bisa menghindari ini. "Tentang apa?"
Sunghoon menatapnya dalam-dalam, matanya serius. "Tentang perasaan gue ke lo."
Jake terkejut, tapi tidak bisa berkata apa-apa. Sunghoon, si pria dingin yang jarang bicara, akhirnya mengungkapkan perasaannya.
"Gue suka lo, Jake," lanjut Sunghoon. "Dan gue nggak akan mundur, meski Heeseung ada di antara kita."
Jake merasa jantungnya berdetak kencang. Ini bukan sekadar persaingan biasa. Perasaan Sunghoon lebih dalam dari yang ia duga.
Dan Jake tahu, ini baru permulaan dari masalah yang jauh lebih rumit.
---
Sorry kalo tidak jelas dan ada typonya 💋💋
And aku mau bilang klo di book ini kayanya lebih fokus ke heejakehoon dan mungkin gk ada tokoh tambahan 😁
KAMU SEDANG MEMBACA
Triangle Love (Heejakehoon)
Short StoryCinta segitiga "heeseung, jake, Sunghoon"