Bab 3

503 94 6
                                    

Seiring berjalannya waktu, Shani mulai menemukan cara untuk menerima kenyataan di hidupnya. Prosesnya tentu gak mudah, tapi dia perlahan-lahan menyadari bahwa mengurus perusahaan milik Papanya bukanlah akhir dari mimpinya. Shani kini menyadari kalau dia tidak hanya memiliki tanggung jawab sebagai pemimpin, tetapi juga kesempatan untuk menerapkan visi dan idenya sendiri dalam bisnis.

Shani berusaha untuk melihat perannya dari sudut pandang yang lebih positif. Dengan sikap yang lebih dewasa, dia mulai memahami bahwa dia bisa memanfaatkan posisi ini untuk membawa perubahan yang dia inginkan. Dia tidak lagi merasa tertekan oleh ekspektasi Papanya, tetapi berusaha untuk menjadikannya sebagai tantangan untuk menjadi pribadi yang lebih baik lagi. 

“Ngelola perusahaan Papa gak terlalu buruk. Ini bisa jadi cara buat gue ngejar impian sama mengekspresikan diri.”

Dengan semangat baru, Shani mulai merancang rencana untuk bisnis tersebut. Dia memperkenalkan program-program baru yang lebih sesuai dengan nilai-nilai dan pandangannya, seperti program tanggung jawab sosial dan keberlanjutan. Dia mengajak karyawan untuk berkontribusi dengan ide-ide segar, menciptakan lingkungan kerja yang lebih kolaboratif dan inovatif.

Shani juga tetap meluangkan waktu untuk menulis. Dia mulai membuat catatan tentang pengalaman dan ide-idenya, mengembangkan konsep novel yang terinspirasi dari perjalanan hidupnya. Meskipun itu adalah jalan yang berbeda dari harapannya sebagai penulis, dia menemukan kebahagiaan dalam menggabungkan keduanya menjalankan bisnis dan menulis cerita.

Seiring waktu, Boby mulai melihat perubahan dalam diri Shani. Dia menyadari bahwa anaknya bukan hanya sekadar penerus, tetapi seorang pemimpin dengan ide-ide cemerlang. Hubungan mereka sekarang jauh lebih baik, dan Shani merasa lebih diterima dalam perannya. 

"Papa sama Mama, bangga sama kamu Shan!"

"Makasih Pa Ma, Shani bakal terus belajar sama berusaha buat jadi orang yang lebih baik lagi. Biar Shani bisa mengembangkan perusahaan ini dan di kenal oleh banyak kalangan." 

"Papa percaya sama kemampuan kamu Shan, kamu udah banyak membuktikannya selama mengurus perusahaan!" 

"Aku juga masih butuh bantuan Papa, buat bisa mengelola perusahaan ini untuk kedepannya nanti."

Meskipun perjalananya penuh tantangan, Shani menemukan bahwa pertumbuhan pribadi dan profesional adalah bagian dari kehidupan. Dia belajar untuk menerima keadaan, tidak sebagai pengorbanan, tapi sebagai kesempatan untuk jadi versi terbaik dari dirinya sendiri. Dengan keyakinan dan ketekunan, dia bertekad untuk menciptakan jalan baru bukan hanya untuk dirinya sendiri, tetapi juga untuk bisnis keluarga yang dia cintai. Ya Shani mulai berdamai dengan semuanya!

Dalam perjalanannya tentu dia merasa terbantu dengan kehadiran seorang sekretaris yang berdedikasi, yaitu Zean. Meskipun dia memiliki kepribadian yang sedikit narsis dan sering kali membuat lelucon tentang dirinya sendiri, Shani merasa bersyukur memiliki Zean di sampingnya. Dia mampu memberikan dukungan yang sangat dibutuhkan dalam mengelola perusahaan.

"Kamu gak perlu khawatir, Shani! Aku di sini bakal buat hidup kamu jauh lebih mudah” ucap zean dengan senyum lebar, sambil mengatur pertemuan penting.

Seiring waktu, Shani belajar untuk menghargai kepribadian Zean yang eksentrik. Dia mulai memanfaatkan sikap positif Zean untuk mengurangi stres di tempat kerja. Dengan cara ini, Shani merasa lebih bisa berfokus pada tugas-tugas penting dan visi bisnisnya. 

Ketika mereka sedang merencanakan acara besar untuk perusahaan, Zean tiba-tiba berkata.

“Kamu tau, Shan, kalo semua orang anggap aku bintang, mungkin aja gak sih mereka semua bakal lebih semangat buat bekerja sama!” Shani hanya tertawa

“Zean, gue ngerasa lo lebih suka jadi bintang daripada ngatur semua ini.” 

“Enak gak sih jadi bintang, kehadiran mereka di langit tuh di tunggu-tunggu banyak orang. Iyakan?" tanya Zean 

"Mungkin."

Namun, dalam setiap interaksi mereka, Zean memberikan pandangan yang segar dan ide-ide yang kreatif. Dia berani menyuarakan pendapatnya, bahkan ketika itu bertentangan jauh sekali dengan pandangan Shani. Hal ini membantunya melihat berbagai sudut pandang dan mengasah kemampuannya dalam mengambil keputusan.

Dengan bantuan Zean, Shani merasa lebih siap menghadapi tantangan bisnis. Mereka berdua, dengan cara yang unik, saling melengkapi, membangun suasana kerja yang produktif dan menyenangkan. Shani tahu bahwa bersama Zean, dia bisa menghadapi apa pun yang datang, dan mungkin, dengan sedikit humor, mereka akan dapat menemukan jalan menuju kesuksesan yang lebih besar. 

Di tengah kesibukannya, membuat Shani sedikit merasakan bosan, dia memutuskan untuk pergi berlibur bersama Zean dan keluarga. Sepertinya pantai tempat yang cocok untuk di kunjungi, pikir Shani.

Shani akhirnya memutuskan untuk pergi ke pantai bersama. Setelah sekian lama sibuk bekerja, akhirnya dia punya waktu untuk bersenang-senang. Angin laut yang segar dan suara ombak memberikan ketenangan yang sudah lama ia rindukan. Zean dan Sisca sedang bermain air di tepi pantai, sementara Shani duduk bersama keluarganya di bawah payung besar, menikmati camilan dan bercanda. 

Boby melihat putrinya tersenyum lepas, lalu tersenyum sendiri. Di sela-sela obrolan ringan, Boby tiba-tiba menoleh padanya dan bertanya

"Shani, kamu udah makin dewasa, kapan rencana mau nikah? Papa pengen lihat kamu bahagia, punya pasangan hidup."

Shani terkejut mendengar pertanyaan itu dan menunduk, tersipu malu.

"Papa ini, kok tiba-tiba nanya soal nikah," jawabnya, tersenyum canggung.

"Nah iya, Kak, umur kakak udah cukup tuh buat nikah!" timpal Sisca, ikut menggoda sambil melirik ke arah Zean yang pura-pura tak mendengar.

Mama Shani tertawa, "Papa sama Mama cuma pengen kamu bahagia, Shan. Kalau kamu udah punya pilihan, ya bilang aja. Kami dukung kok, asal dia bisa menjaga kamu dengan baik."

Shani tersenyum, lalu matanya tak sengaja bertemu pandang dengan Zean yang menatapnya dari kejauhan. Hatinya berdebar, seolah kata-kata keluarganya tadi mengisyaratkan sesuatu. Namun, Shani tahu bahwa perjalanannya masih panjang.

"Aku belum siap, Pa, Ma," jawabnya pelan.

"Tapi kalau Tuhan punya rencana, aku yakin semua bakalan indah pada waktunya." 

Lagi pula mengapa harus Shani bukankah seharusnya yang menikah terlebih dahulu ialah kakanya Gaby? jika harus jujur, sebenarnya Shani belum siap untuk menuju pernikahan. Dia masih nyaman dengan kesendiriannya sekarang. Mungkin!

Boby mengangguk penuh pengertian. 

“Yang penting kamu bahagia, Shani. Ingat, Papa sama Mama selalu ada buat kamu di sini."

"Eh. Tapi jangan kelamaan jomblo juga kak, inget umur haha!" Shani menggerutu kesal pada adiknya itu.

"Anak kecil mending main pasir terus bangun istana aja sana!" jawab Shani

"Ihhh. Kak Shani.... Sisca tuh bukan anak kecil tau!" jelas Sisca yang tak terima di sebut sebagai anak kecil oleh Kakanya, Shani.

Zean, yang mendengar pembicaraan itu dari kejauhan, hanya bisa tersenyum kecil.
.
.
.
.
.
.
.
.
.
.
TBC!!

KALO GAK NYAMBUNG, NYAMBUNG-NYAMBUNG'IN AJA WKW.

MAJU LO SEMUA YANG KAGAK VOTE!!!

Zean Pradana Abimanyu Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang