Bab 8

377 96 30
                                    


"Jangan sampai terlambat, Kak. Kalau Kak Zean emng cinta sama Kak Shani, jangan cuma diem aja."

"Eh udah yuk balik ke sana lagi, takut mereka nyariin kita" ajak Zean pada Sisca

Sisca mendesah, tampak tak puas dengan jawaban Zean yang seolah selalu menghindar dari kenyataan. Namun, dia memutuskan untuk tidak menekan Zean lebih jauh.

“Oke, Kak. Tapi kalau suatu saat Kak Zean nyesel, jangan salahin aku, ya,” katanya sambil melangkah mendahului Zean menuju tempat Shani dan Gracio berada.

Zean mengikuti Sisca dari belakang, pikirannya penuh dengan kebimbangan. Dia tahu bahwa Sisca benar. Memendam perasaannya terlalu lama hanya akan menyakitinya, tetapi ketakutan untuk menghancurkan apa yang sudah ada selalu menghalanginya untuk bertindak.

Ketika mereka tiba, Shani sedang tertawa mendengarkan Gracio bercerita tentang banyak hal. Wajahnya terlihat cerah, meskipun Zean tahu, ada sesuatu yang dipaksakan di balik senyum itu. Shani berhenti tertawa ketika melihat kedatangan Zean dan Sisca.

“Kalian kok lama banget, ke mana aja?” tanya Shani, mencoba bersikap biasa saja meski hatinya sedikit kesal, karna dirinya ditinggal berdua dengan Gracio.

Zean hanya tersenyum tipis. “Niatnya tadi cuma beli minum, tapi Sisca minta keliling-keliling dulu sebentar. Eh, kalian lagi bahas apa tadi?”

"Lho, gue di jadiin tumbal perasaan cuma beli air kelapa doang," batin Sisca

Gracio menyambut pertanyaan itu dengan antusias. “Aku tadi cerita soal tempat makan baru yang aku coba minggu lalu. Makanan pedesnya juara banget. Shani keliatannya tertarik banget dengerinnya, iya kan, Shan?”

Shani tersenyum tipis, terlihat sedikit ragu. “Hmm, iya sih, kayanya menarik. Aku gak suka makan pedes sih sebenernya. Tapi mungkin gak ada salahnya kalo aku coba lain waktu?”

Zean, yang mendengar percakapan itu, mendekat dan berbisik pelan pada Shani.

“Kamu yakin mau coba yang pedes-pedes sama Gracio? Makan cilok aja cuma pake kecap doang.”

Shani melotot, merasa sedikit tersinggung namun juga geli. “Zean, jangan gitu deh, meskipun cuma pake kecap kan enak tau!” jawabnya dengan nada kesal tapi tertahan.

Sisca memutar matanya, merasa suasana semakin canggung. Dia segera menyela, "Kak Gracio, katanya mau ngajarin aku cara bikin video pendek yang keren?”

Gracio tertawa. “Oh iya, yaudah boleh. Ayo, kita bikin sekarang!”

Gracio berdiri dan berjalan bersama Sisca, meninggalkan Zean dan Shani berdua. Shani memandang ke arah Zean, berharap dia akan memulai pembicaraan, tetapi Zean malah mengalihkan pandangannya ke arah laut.

“Zean,” panggil Shani pelan.

Zean menoleh. “Hm? Ada apa?”

Shani terdiam sejenak, seolah ingin mengungkapkan sesuatu, tetapi akhirnya hanya menggeleng pelan.

“Gapapa. Aku cuma seneng aja kita bisa liburan bareng gini.”

Zean mengangguk, mencoba tersenyum. “Aku juga seneng, Shan.”

Keheningan kembali mengisi jarak di antara mereka, hanya terdengar suara ombak yang memecah di kejauhan. Dalam hatinya, Zean ingin sekali mengatakan sesuatu, apa pun, yang bisa membuat Shani mengerti perasaannya. Namun, rasa takut masih menahannya.

Shani akhirnya memecah keheningan. “Zean, menurut kamu, apa yang bikin orang gak berani jujur sama perasaannya?”

Pertanyaan itu membuat Zean tersentak. Dia menatap Shani, mencoba membaca ekspresinya, tetapi sulit untuk menebak apa yang ada di pikirannya.

Zean Pradana Abimanyu Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang