Bab 4

530 99 8
                                    

Setelah berlibur bersama keluarga Shani, Zean menghilang keesokan harinya. Shani merasa cemas sekaligus bingung, karena Zean selalu menjadi sosok yang dapat diandalkan, terutama sebagai sekretarisnya. Dalam beberapa jam pertama, ia menganggap mungkin Zean hanya sibuk atau butuh waktu untuk dirinya sendiri, tetapi saat panggilan dan pesan-pesannya tak kunjung dijawab, kekhawatiran mulai menggerogoti pikirannya.

Shani menghubungi keluarganya berharap di antara mereka mengetahui keberadaan Zean atau setidaknya Zean sempat pamitan, tetapi tidak ada yang punya informasi. Shani memutuskan untuk mencari Zean di tempat biasa mereka sering kunjungi berharap bisa menemukan petunjuk. Namun nihil, Shani sama sekali tidak bisa menemukan apapun tentang keberadaan Zean di mana. 

"Arghhh.... gimana bisa dia tiba-tiba ngilang gitu aja tanpa pamit sama gue, sialan! Awas aja kalo dia balik, abis sama gue." ucap Shani sembari memainkan handphone nya berjalan gontai. 

Langkahnya terasa berat, seperti beban yang tak terangkat. Jujur Shani sekarang merindukan tawa Zean, cara dia menghiburnya saat stres, dan semua percakapan ringan yang membuat hari-harinya lebih cerah. 

"Kalo dia punya masalah, kenapa dia gak bilang sama gue sih? Gue kan atasannya!" gerutunya dalam hati 

Setelah beberapa hari Zean tak muncul desas-desus mulai terdengar di kantor, berbagai spekulasi muncul. Beberapa orang bilang Zean mungkin sedang mengalami masalah pribadi, ada juga yang berpendapat mungkin sesuatu yang lebih besar sedang terjadi pada Zean. Hal itu membuat Shani malas pergi ke kantor terlebih tidak ada sekretaris nya itu. 

"Shani, kamu gak pergi ke kantor?" tanya Melody

Shani, yang sebelumnya duduk dengan menopang dagunya di atas meja, tiba-tiba menegakkan tubuhnya.

"Gak ah Ma. Shani males lagian di kantor juga malah pada ngomongin Zean" 

"Utututu kasian yang gak punya gairah hidup, karna sekretaris kesayangannya tiba-tiba ngilang tanpa kabar" kompor Sisca 

Shani semakin kesal karna Sisca menggodannya.

"Bisa diem gak itu mulut, bocil dasar!" jawab Shani 

"Nanti juga Zean pulang Shan. Dia Mungkin lagi ada urusan, setelah pulang baru coba kamu tanya alasan kenapa dia tiba-tiba pergi, gak ngasih kabar sama kamu" kali ini Boby angkat bicara 

"Iya Pa." jawab Shani 

"Baru ditinggal beberapa hari aja, Kak Shani keliatan menderita gitu. Gimana kalo ditinggal mati sama Kak Zean?" ucap Sisca, dengan nada bercanda, namun membuat suasana di ruang makan itu menjadi tegang. Shani langsung memberikan tatapan tajam kepada adiknya, matanya menyiratkan rasa kesal dan marah.

"Sisca! Gak boleh gitu bicaranya, sayang. Udah, cepet selesain sarapan kamu, terus pergi sekolah," ucap Melody, ibu mereka, dengan nada tegas namun lembut, mencoba meredakan ketegangan yang ada di antara mereka semua.

"Iya, Ma. Maaf," ucap Sisca, menunduk dengan rasa bersalah, menyadari bahwa cara dia bercanda sedikit keterlaluan dalam situasi seperti ini. Dia cepat-cepat menghabiskan sarapannya, sementara Shani masih terbenam dalam pikirannya, meresapi kekhawatiran dan rasa kehilangan yang terus menggerogotinya. Ya Shani takut sesuatu hal terjadi pada Zean. 

Setelah kepergian Zean yang tiba-tiba, Shani kehilangan semangat untuk pergi ke kantor. Setiap pagi, saat alarm berbunyi, rasa malas dan kecemasan menyelimuti hatinya. Dia sering kali hanya terbaring di tempat tidur, menatap langit-langit kamar dengan pikiran yang melayang jauh, memikirkan kehadiran Zean yang kini menghilang.

Kondisi emosionalnya semakin memburuk. Dia mulai mudah marah, bahkan untuk hal-hal kecil. Suatu pagi, saat melihat tumpukan dokumen yang harus diselesaikannya, dia merasa frustrasi dan tanpa sadar melempar beberapa barang di kamarnya ke luar jendela. Buku, pena, dan bingkai foto terlempar, menciptakan kekacauan yang mencerminkan hatinya yang berantakan. 

Zean Pradana Abimanyu Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang