BAB 11

51 8 0
                                    

    Dad, cari dia sekarang saja, aku khawatir dengan keadaanya sekarang. Nggak mungkin dia berkeliaran jam segini dad." Ujar Bian menatap jam yang sudang menunjukkan jam sembilan malam.

   "Tapi kita mau mencari dimana,Bian. Kita tak tau dimana biasanya dia berkeliaran." Perkataan  ayahnya membuat Bian terdiam.

   Ya,dia maupun ayahnya belum terlalu kenal dengan keseharian adiknya itu, sekarang bagaimana dia bisa mencari Achiel tanpa mengetahui di mana anak itu sekarang. Bian menyesal tidak menyelipkan gps di tubuh adiknya itu.

   Abraham menghela nafas pelan, ia menatap putra sulungnya yang terlihat frustasi.

  "Daddy akan menyuruh anak buah daddy untuk mencarinya. Jadi untuk malam ini kamu tidur lah dulu. Kita akan ikut mencari saat matahari terbit." Kata Abraham mencoba menenangkan Bian.

   "Tapi dad..."

   " Tidak ada bantahan Bian, sekarang tidur dan istirahatlah untuk besok." Potong Abraham mutlak.

   Bian mengangguk menuruti permintaan Abraham dan berjalan menuju kamarnya yang terletak di lantai tiga. Namun dikamar pun dia tak bisa kalau tidak memikirkan nasib adiknya itu,bagai.ana kalo Achiel di culik,atau di begal atau lebih parahnya dia di bunuh.

   Bian menggelengkan kepalanya berusaha untuk tak memikirkan hal yang negatif. Bagaimanapun juga dia berharap adiknya bisa segera ditemukan dan dalam keadaan baik,itu yang dia inginkan. Ya, hanya itu.

***

Sedangkan di tempat lain, tepatnya di gudang sekolah, Achiel baru saja membuka mata dan melihat ke sekelilingnya yang sudah sangat gelap, dia berusaha menyesuaikan mata dengan kegelapan di sekitarnya.

  " Si bangsat itu beneran ngurung gue di sini anjir. Mana badan gue sakit semua." Ucap Achiel sambil menahan sakit di tubuhnya. Kalau saja tadi dia tak di pukul dari belakang dengan balok mungkin dia bisa melawan lima orang itu.

  " Mana goblok banget si anjir,kenapa gue bisa kemakan tipuan kaya gitu. Atau jangan-jangan gue beneran berubah jadi tolol kali ya." Cerocos nya, ia berjalan mencoba mencari celah untuk keluar dari sana karena pintu masuk gudang sudah di kunci oleh Hendry. Mana tau ada jendela gitu.

   Dia sebenarnya ingin menghubungi Bian, pasti abangnya yang satu itu sudah panik sekarang. Tapi sayang, ponsel miliknya sedang lowbat sekarang.

   Badanya terasa sakit semua,apalagi udara disini sangat dingin.

   "Ck, bisa mati gue kalo lama-lama di sini. Mana laper banget lagi." Ujarnya,ia berjalan ke arah pojok gudang dan memeluk dirinya sendiri agar bisa  mengurangi hawa dingin yang menusuk tubuhnya. Ia menyesal tadi tak membawa hoodie nya yang ia tinggal di atas motor.

  "Bisa di dobrak nggak si ni pintu."

  Karena penasaran ia mendekati pintu itu dan mencoba mendobraknya, segala cara telah ia coba tapi tak ada sekalipun yang berhasil.

  " Keras banget bangke, ini pintu apa tembok si heran." Gerutunya, pasalnya tak ada perubahan dari pintu di depanya.

   "Dah lah pasrah aja gue, semoga aja bang Bian nemuin gue kalo dia nyariin gue." Ucapnya,ia kembali menuju pojok tembok sambil memeluk tubuhnya sendiri, menahan dingin dan lapar.

***

   Keesokan harinya Bian berjalan tergesa-gesa menuruni tangga dan berlari menghampiri ayahnya yang sedang mengerjakan pekerjaannya di ruang keluarga.

  " Daddy bagaimana? Apakah adikku ketemu?" Tanya nya saat suda di hadapan ayahnya.

   Abraham menggelengkan kepalanya,tanda dia belum menemukan Achiel.

Kamu telah mencapai bab terakhir yang dipublikasikan.

⏰ Terakhir diperbarui: 3 days ago ⏰

Tambahkan cerita ini ke Perpustakaan untuk mendapatkan notifikasi saat ada bab baru!

AchielTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang