Dentuman music menggelegar. Tarian brutal orang-orang menggila di bawah sana. Lampu sorot warna-warni semakin menyemarakkan suasana. Bising yang sanggup mengubah lara menjadi bara.
Mereka hanyut dalam music memekikkan telinga. Berlenggak-lenggok seolah yang punya acara. Tenggelam bersama panas yang menghujani tubuh mereka. Menari bagai cacing yang tidak bisa membedakan laki-laki dan perempuan.
Tidak di sini. Tidak di Indonesia. Club malam selalu menjadi primadona bagi para pemuda yang haus pengakuan. Lora lelah. Seharian ini tak ada kata santai. Selalu mengekor kemana pun Meliodas melangkah.
Sebenarnya untuk apa kehadiran Lora? Toh badan Lora selalu ketutupan badan bongsor mereka. Namun si Tuan seribu dollar yang punya wacana. Jadilah Lora tak bisa bersantai di markas utama dan malah berakhir di sini.
Berdoa saja semoga Meliodas tidak bermalam di club! Bisa-bisa mata Lora melek semalaman. Dengar saja sound system yang getarannya bisa menjamah raga. Jantung Lora ikut risau akibat suara bar-bar.
“Hei, bagaimana kau bisa masuk?” ucap seorang wanita dengan belahan dada kentara.
“Wajah mu asia sekali. Apa kau tersesat? Ini bukan tempat event cosplay. Ayo aku antar ke—“
“Maaf, tapi saya dibawa Tuan Meliodas ke sini,” seruduk Lora. Wajar sih dia menganggap Lora sedang cosplay loli. Habisnya outfit Lora seperti ini. Orang pasti akan salah paham.
“Saya diminta menunggu di sini sampai Tuan kembali,” lanjut Lora. Sejak satu jam lalu ia ditinggal si bajingan itu entah ke mana. Membiarkan Lora sendirian duduk di antara banyak orang berjoget ria.
Untung lah pakaian Lora seperti ini. Tak ada bajingan mesum yang menggoda. Kalau pun ada, Lora akan menendang selangkangannya!
“Tidak usah berbohong. Ayo! Anak kecil tidak boleh—“
“Ada urusan apa dengannya?” sahut suara baritone. Akhirnya datang juga si bajing—Loh? Kok si Alex yang datang?
“Tuan, apa dia adik mu? Sepertinya diam-diam dia mengikuti mu ke sini.”
“Adik? Cih! Tidak sudi aku.” Gumamnya sebelum kembali tersenyum dan menyahut tangan gadis montok itu. “Dia peliharaan teman ku. Aku kemari untuk menyusulnya. Ah, ternyata aku beruntung bisa bertemu gadis cantik seperti mu.” Dia mengecup tangan sang gadis. Terlihat jelas unsur pejantan sedang menggoda betina. Jika gadis ini mahal dia tidak akan—
Melirik. Oh ayolah! Lora lupa kalau ini kota New York. Tentu saja mereka bebas melakukan apa saja. Asal mau sama mau. Akhirnya gadis itu luluh juga dan menerima name card Alex. Ya Tuhan, gampang sekali wanita dibujuk. Kalau Lora jadi gadis itu, sudah ia tending kemaluannya! Biar tidak bisa sembarang celap-celup.
“Di mana Tuan Meliodas?” tanya Lora. Yah, anggap aja mencoba dekat dengan orang paling dingin se markas.
“Peliharaan tidak perlu tau kemana Tuannya pergi. Kau harus paham itu!”
Cih! lambe nya ringan sekali. Awas saja! Suatu hari Lora akan menarik lambe nya sampai dower.
“Tunggu aku,” pekik Lora. Lelah sekali tubuh ini. Menyamai Langkah besar Alex.
“Gunakan kaki mu. Tck! Dasar lambat!” Bukan Lora yang lambat, kamu aja yang kaya Titan!
Semakin malam pengunjung Club semakin ramai. Tak jarang Lora bertabrakan dengan badan bongsor mereka. Terlebih dengan mengejar Alex yang sekarang sudah hilang ditelan keramaian.
“Aduh, di mana sih orang itu?” Celingukan kanan kiri. Hanya ada orang menatap kesal. Wajar sih, Lora melawan arah soalnya.
“Maaf. Maaf….” Lora tetap berjalan. Membelah keramaian untuk menuju pintu keluar di ujung sana. Mungkin karena tubuh Lora kecil jadi ditabrak sedikit saja langsung jatuh. Dan parahnya jatih di tengah keramaian orang yang sedang berjoget ria.
KAMU SEDANG MEMBACA
Si Badut
RomanceLora itu lucky nya sampai menembus langit. Saat teman-temannya tidak lolos ujian masuk universitas bergengsi, dia sudah mengantongi kursi. Setelah lulus pun, dia menjadi translator yang menguasai tujuh bahasa. Lora sering mendapat job ke panca negar...