4. Badut Kesayangan

49 14 6
                                    

Lora senang menjadi tidak terbaca. Menebak orang macam apa dirinya. Kotak Misteri indah yang terbungkus apik dengan pita merah.

Tanpa harus bertemu Meliodas. Lora sudah menjadi orang yang tak mudah ditebak. Sirkel pertemanannya luas. Namun tak ada satu pun yang tau ranah pribadi Lora. Sebagai manusia yang mengecap dirinya makhluk sosial, Lora keberatan dengan statment banyak teman banyak pengalaman.

Bagi Lora. Mereka hanya pion untuk menjadi Lora yang disenangi. Lora yang ramah. Lora yang independent. Mereka ada untuk membawa nama Lora ke peringkat popularitas tertinggi.

Lora punya misi penting. Mungkin misi itu lah yang menjadi alasan Lora hidup sampai sekarang. Namun semesta punya tamu tak diundang. Hadirnya terlalu masif sampai Lora terpaksa memutar 360 derajat gaya hidup. Dari yang lurus ke depan sampai kini harus berkelok-kelok dulu.

Meliodas mengubah tatanan hidup Lora. Dalam hal buruk tentunya! Dan Lora akan bertahan bagaimana pun caranya! Karena Lora punya seseorang yang akhirnya menerima hidup Lora.

Desisan mengudara ketika cairan merah itu keluar deras dari balik sisi nya. Kernyit dalam tercipta tatkala cengkraman kuat itu melusuhkan seprei. Percikan merah kontras dengan warna putih yang menjadi tempat di mana pemilik tubuh mendarat.

"Sakit?"

"Hum."

"I'll take it slow."

Lora pikir ia akan disiksa. Lora pikir ia sudah melakukan kesalahan dan membuat Meliodas marah. Rupanya itu hanya pikiran sesat semata.

Di sini. Di kamar VIP dengan dinding kaca yang memperlihatkan New York city light. Seorang pemimpin dunia bawah ini justru sibuk mengoleskan obat merah ke Lora. Membersihkan sisa kotoran dengan alkohol agar tidak terjadi infeksi fatal.

Pantes aja sakit. Ternyata lukanya cukup lebar dan darah tipis merembes di sikut maupun lutut.

"Damn!"

Lora tidak tau alasan di balik umpatannya. Kalau tidak suka kenapa dia mengobati Lora? Lora percaya panasnya matahari bisa melelehkan baja terkuat. Sama halnya dengan tatapan itu. Sekuat-kuat Lora bertahan. Nyatanya ia selalu menunduk patuh pada sorotnya yang tajam. Padahal Lora sudah jadi anak paling manis, nurut dan rajin menabung loh.

Sentuhan terasa di telapak tangan. Entah dalam rangka apa Meliodas mengusapnya. Menciptakan rasa kasar. Bukti dari perjuangan.

"Tangan mu cukup kasar." Dia berkata. Menuntut jawab atas fenomena yang sepertinya sudah menjadi hal umum di Indonesia. Sebab, baik Lora dan wanita Indonesia terpaksa kuat mengemban tuntutan dunia.

"Emm, yeah. Aku cukup mandiri untuk melakukan semua pekerjaan rumah. So, I think because of that."

"Tidak perlu sungkan menyuruh pelayan. Posisi mu lebih tinggi dari mereka."

Oh ya? Baguslah! Itu berarti Lora tidak perlu khawatir tentang-

"Itu pun jika kau jadi gadis penurut. Kalau tidak...."

Menoleh ke sembarang. Demi Tuhan Lora butuh suatu pengalihan.

"I'll make sure that just dying is not enough!" lanjutnya sarkas.

Walaupun begiti Dia meneruskan aktivitasnya. Membalut lutut Lora dengan kain kasa. Sepertinya dia cukup terampil juga.

"Dari apa yang kau lihat kemarin lusa, seharusnya sudah paham konsekuensinya. Aku percaya kau bukan gadis sebodoh itu."

"Hehe, Tuan bisa saja. Saya adalah abdi setia. Mana mungkin punya niat kab-"

Mendekat. Aroma khas tercium ketika jarak perlahan terkikis oleh tubuh yang semakin condong ke depan. Untuk menjaga hal yang tidak diinginkan, Lora mengimbanginya ke belakang.
Kalau ada penghargaan sebagai bujangan ter hot. Meliodas lah pemenangnya.

Si BadutTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang