Sangat menyakitkan mengetahui kalau orang yang kamu cintai lebih dari apapun di dunia ini memberikanmu duka dan rasa sakit yang tidak ada habisnya. Seperti ... membunuhmu dengan perlahan.
***
Andi Thana memeluk kakiku seperti anak panda yang memeluk kaki ibunya.
"Weh, please kasih ikutka ke
kampusmu," mohon Andi Thana kepadaku sembari memasang puppy eyesnya.
"Lepaskan ka, Andi Thana! Kenapa ko juga mau ikut ke kampusku kah? Mau ko bikin apa? Nanti pulang kampus baru ku jemput."
Bukannya melepaskan kakiku, Andi Thana semakin memeluknya dengan erat. Ya Allah ... kenapa harus engkau uji terus kesabaran hamba melalui manusia ini?
Semalam, aku juga harus bersabar karena manusia satu ini tidak mau tidur di kamar tamu. Kami bercekcok hampir satu jam lamanya sampai akhirnya aku mengalah dan membiarkan Andi Thana tidur bersamaku.
"Ya, ya, Andi Arung? Betulan, tidak bakal macam-macam ja weh. Please?" Andi Thana terus memohon kepadaku.
Aku memejamkan mataku sebentar, menghirup napas dalam-dalam lalu ku hembuskan secara kasar.
"Ya sudah, ayo," putusku akhirnya.
Andi Thana sumringah, dia melepaskan pelukannya di kakiku kemudian bergegas masuk ke dalam kamar mandi, mungkin untuk mengganti pakaiannya.
Fyi, Andi Thana sudah mandi sejak jam 4 pagi tadi. Dia benar-benar manusia yang tahan akan dingin.
Aku duduk di sofa menunggu Andi Thana bersiap sembari memainkan ponselku.
Aku membuka aplikasi X.
Tidak ada berita yang menarik, hanya ada berita tentang perselingkuhan. Aku menutup aplikasi X. Semakin aku membaca berita perselingkuhan itu, rasanya begitu sesak. Aku teringat saat pertama kali tahu kalau Ayah berselingkuh.
Aku merasa, duniaku saat itu juga ikut runtuh.
"ANDI ARUNG!"
Aku terlonjak kaget mendengar teriakan Andi Thana. Aku melirik dengan horror ke arah Andi Thana.
"Apa? Kenapa ko berteriak nah? Ya Allah ... untung ndak adaji penyakit jantungku!"
"Astaga weh ... daritadi ka panggil ko. Ndak mu dengarka kah?"
Aku menggeleng pelan.
Andi Thana menghela napas sembari melihatku.
"Ayo mi berangkat, daripada makin melamun ko."
Aku berdecih pelan menatap Andi Thana berbalik melangkahkan kakinya keluar dari kamarku. Setelah itu aku beranjak dari tempat dudukku, kemudian berjalan menuju saklar lampu dan mematikannya. Selanjutnya aku mengambil tas ku di atas meja.
Sementara aku mengunci pintu kamarku, Andi Thana sudah menghilang entah kemana.
Aku menuruni anak tangga, berhenti tepat di anak tangga terakhir saat aku mendengar suara percakapan Ayah dari ruang makan bersama Andi Thana. Berarti Ayah pulang tadi malam waktu aku sudah tidur. Karena sebelum aku tidur, aku tidak mendengar mobil Ayah datang.
"Thana, kenapa kamu datang tanpa bilang sama om?"
"Ya ... untuk apa bilang sama om? Andi Arung saja sudah cukup. Lagipula ... memangnya om peduli ya sama Thana?"
"Thana apa maksud kamu?"
"Om Aru, Thana minta tolong jangan sakitin Andi Arung terus ya? Kasihan dia, om. Kalau om peduli sama Andi Arung ... tolong akhiri penderitaan dia."
KAMU SEDANG MEMBACA
November; Bulan Di Mana Cerita Kita Dimulai
Teen FictionHal-hal yang perlu aku sampaikan; tidak semua yang indah akan berakhir dengan bahagia karena hidup terus berjalan. Takdir akan tetap menunggu kita di depan sana, entah akan berakhir seperti apa, karena tak seorang pun yang tahu - Andi Arungidisa Pal...