aku kalah telak oleh perasaanku; aku ingin menyelami dirimu yang begitu tenang, tuan. tolong ajak aku memasuki duniamu sehingga aku bisa melupakan duniaku yang sudah hancur berantakan.
***
Andi Thana menyikut pinggangku dengan pelan. Aku menoleh ke arahnya sembari mengangkat kedua alisku. Andi Thana hanya menatapku sebentar lalu kembali menatap Rein dan Angkasa bergantian.
"Guys, aku mau bicara dulu dengan Andi Arung. Hanya sebentar, kalian tunggu dulu di sini."
"Ohiya, silakan, Thana. Kita nggak akan kemana-mana kok," jawab Rein.
Hah? Andi Thana mau bicara sama aku? Apa yang ingin dibicarakannya?
Andi Thana menyuruhku untuk berdiri dan mengikutinya. Sebelum aku beranjak, dari ekor mataku, aku bisa melihat kalau Angkasa tengah menatapku.
Aku berpura-pura tidak tahu dan pergi tanpa mengatakan apa-apa pada Angkasa maupun Rein.
Aku berjalan di belakang Andi Thana, mengekorinya.
"Weh, mau ki kemana kah?" tanyaku.
Andi Thana tidak menjawabku. Dia benar-benar mengabaikanku. Ada apa dengan dirinya?
Aku berusaha untuk berjalan beriringan dengan Andi Thana, tetapi dia berjalan dengan cepat hingga kami sudah keluar dari kantin.
Aku refleks menghentikan langkahku saat Andi Thana yang tiba-tiba berhenti dan berbalik ke arahku. Nyari saja aku menubruknya.
Andi Thana menyipitkan matanya menatap ke arahku.
"Kenapa ko sih? Tiba-tiba ajakka kesini, mau ko bicara apa?" tanyaku karena Andi Thana tidak kunjung berbicara.
Aku bisa mendengar helaan napas kasar dari Andi Thana.
"Harusnya saya yang bertanya, Andi Arung! Kau ini kenapa?"
Aku mengernyitkan kedua alisku.
Aku?
Aku kenapa?
Aku menunjuk diriku untuk memastikan pada Andi Thana kalau dia memang bertanya padaku.
"Iyo kau, Andi Arung! Kenapa ko ndak habiskan sotomu? Seingatku, kau makan terakhir kali itu kemarin sore. Ndak lapar ko kah? Ndak kasihan sama badanmu yang sudah cungkring itu karena jarang makan?"
Aku benar-benar melongo mendengar semua perkataan Andi Thana.
"Hari ini cuman lagi ndak ke pengin ka makan apa-apa," jawabku.
"Bohong—"
"Dih? Untuk apa ka bohong coba?" tukasku cepat.
"Ada pasti masalah mu sama Angkasa toh? Terlihat dari gerak-geriknya kalian berdua, mengeluarkan aura kecanggungan yang luar biasa. Itumi jadi ndak bisa ko makan makananmu."
"Ndak lah! Sok tahu sekali jadi orang!" sanggahku.
Aku memutar bola mataku, kesal.
"Apapun masalahmu sama Angkasa, jangan coba-coba untuk tidak ikut!"
Aku menunduk kemudian berdecih pelan.
"Dan ... awas ko nah kalau sebentar makan ki terus ndak habis ki lagi."
Aku menjawab Andi Thana dengan deheman.
"Sama-"
"Apalagi? Kapan ki pergi kalau bicara terus ko."
"Yasudah, ayo!"
Andi Thana langsung menggamit lenganku dan tersenyum lebar sembari memajukan kepalanya ke arah wajahku. Aku menahan kepalanya dan mendesis dengan kesal.
KAMU SEDANG MEMBACA
November; Bulan Di Mana Cerita Kita Dimulai
Teen FictionHal-hal yang perlu aku sampaikan; tidak semua yang indah akan berakhir dengan bahagia karena hidup terus berjalan. Takdir akan tetap menunggu kita di depan sana, entah akan berakhir seperti apa, karena tak seorang pun yang tahu - Andi Arungidisa Pal...