Setelah kepergian Lisa, suasana di kantor terasa berbeda, terutama bagi Jennie. Meskipun ia berusaha tetap fokus pada pekerjaan, kekosongan yang ditinggalkan Lisa begitu terasa. Setiap kali ia berjalan melewati meja Lisa yang kini kosong, hatinya terasa berat. Kenangan akan tatapan penuh semangat Lisa, sapaannya yang hangat, dan perhatian kecilnya tak henti-hentinya menghantui pikiran Jennie.
Sementara itu, Lisa memulai pekerjaannya di perusahaan baru. Lingkungan yang baru, rekan kerja yang berbeda, serta tantangan baru memberinya kesibukan yang ia harapkan dapat mengalihkan pikirannya. Namun, sesekali, bayangan Jennie masih menghampiri. Di sela-sela kesibukan, Lisa merindukan interaksi hangat yang dulu ia miliki dengan wanita itu. Ada saat-saat ketika ia merasa ingin mengirim pesan hanya untuk menanyakan kabarnya, namun ia menahan diri, berusaha menepati janjinya untuk benar-benar memulai dari awal.
Dalam kesibukan masing-masing, Jennie dan Lisa sama-sama berusaha menjalani hidup tanpa kehadiran satu sama lain. Jennie berfokus mengarahkan timnya dan menjalankan proyek baru yang menantang, namun di dalam hatinya ia tahu ada sesuatu yang hilang. Keputusannya menjaga jarak adalah pilihan terbaik, tetapi itu tak mampu menghapus rasa rindu yang perlahan merayap ke dalam dirinya. Ia sering terdiam di tengah-tengah rapat, atau terpaku menatap jendela kantornya, tenggelam dalam pikiran tentang Lisa.
Suatu hari, perusahaan Jennie mendapat proyek yang membutuhkan kerjasama dengan perusahaan tempat Lisa bekerja saat ini. Jennie tak pernah menduga bahwa suatu hari, ia akan bertemu lagi dengan Lisa dalam kapasitas profesional yang berbeda. Ketika mendengar nama perusahaan Lisa disebut dalam pertemuan, jantung Jennie berdebar. Ia tahu bahwa cepat atau lambat mereka akan bertemu kembali, namun ia tak tahu bagaimana cara menghadapi situasi itu.
Di sisi lain, Lisa menerima kabar bahwa perusahaan barunya akan bekerja sama dengan perusahaan tempat Jennie bekerja. Meskipun ia tahu ada kemungkinan akan bertemu lagi dengan Jennie, ia merasa cemas sekaligus senang. Ia sudah berusaha menghindarinya, mencoba melupakan perasaan itu, namun takdir sepertinya memiliki rencana lain.
Akhirnya, hari pertemuan itu tiba. Jennie dan Lisa bertemu dalam rapat resmi yang dihadiri beberapa petinggi perusahaan. Saat Jennie masuk ke ruang rapat dan melihat Lisa di sana, hatinya berdesir. Lisa tampak lebih dewasa dan percaya diri, namun sorot matanya tetap sama hangat dan tulus. Lisa, di sisi lain, juga merasakan hal yang sama. Ia merasakan kerinduan yang sulit dijelaskan, meskipun hanya sekadar melihat Jennie dari kejauhan.
Selama rapat, keduanya berusaha menjaga sikap profesional. Mereka berfokus pada diskusi, berbicara sesuai kebutuhan, dan berusaha sebisa mungkin untuk tidak menunjukkan perasaan mereka di hadapan rekan-rekan kerja lainnya. Namun, di sela-sela percakapan dan presentasi, Jennie dan Lisa saling mencuri pandang. Meskipun tak ada kata-kata yang terucap, keduanya tahu bahwa perasaan itu masih ada, tetap hangat di hati masing-masing.
Setelah rapat usai, Lisa memberanikan diri untuk mendekati Jennie. Ia ragu, namun tak bisa menahan dirinya lagi. "Miss Jennie, apa kabar?" tanyanya pelan, suaranya bergetar halus.
Jennie tersenyum kecil, mencoba menyembunyikan emosinya. "Baik, Lisa. Kamu sendiri bagaimana? Sudah nyaman di tempat baru?"
Lisa mengangguk. "Ya, cukup nyaman. Tapi... rasanya tetap berbeda." Ia terdiam sejenak sebelum melanjutkan. "Terkadang, saya merindukan suasana di sini. Dan... mungkin merindukan lebih dari itu."
Jennie terkejut, namun ia tahu apa yang Lisa maksudkan. "Lisa, terima kasih atas perasaanmu. Saya juga... merasakan hal yang sama. Namun, saya harap kamu bahagia di sana. Hidup memang penuh dengan keputusan yang sulit."
Lisa tersenyum getir. Ia ingin mengatakan lebih banyak, namun ia tahu bahwa saat ini mereka harus melanjutkan hidup masing-masing. "Terima kasih, Miss Jennie. Saya hanya ingin Miss tahu bahwa saya tetap menghormati keputusan kita, meskipun perasaan ini tak pernah hilang."
Keduanya akhirnya berpisah dengan hati yang sedikit lebih lega, namun dengan kesadaran bahwa perasaan mereka adalah sesuatu yang mungkin takkan pernah terwujud sepenuhnya. Mereka memilih untuk menjaga jarak, namun tetap menyimpan kenangan itu sebagai bagian dari perjalanan hidup masing-masing.
Di dalam hati mereka, cinta itu tetap ada, seperti mentari yang selalu terbit di balik langit senja indah namun jauh, menghangatkan namun tak bisa diraih. Meskipun jalan hidup mereka berpisah, kenangan dan perasaan itu akan terus menjadi bagian dari diri mereka, tersimpan rapi di antara pertemuan singkat dan kenangan yang tak terlupakan.
tbc.
KAMU SEDANG MEMBACA
Mentari di Balik Langit Senja
FantasyJennie Kim, seorang wanita berusia 40 tahun yang sukses sebagai CEO perusahaan teknologi, terbiasa menjalani hidupnya dengan disiplin dan penuh ambisi. Di balik kesuksesannya, ia adalah sosok yang tegar namun kesepian, seorang wanita yang pernah ter...