Laura terisak, tak mau menatap Dariel yang masih menatapnya penuh puja. Lelaki itu duduk memangku Lauranya sambil memainkan rambut gadis itu.
"Don't cry, Lau..."
"I'm here for you,"
Laura menepis tangan Dariel yang menghapus air matanya. Matanya menatap nyalang Dariel. "Gue benci Lo El! Gue benci banget sama Lo!" Teriaknya.
"Sshh, jangan teriak Lau. Nanti tenggorokan nya sakit gimana, hm?" Dariel masih mencoba mengelus punggung Laura dengan sayang.
Sudah satu jam Laura dirumah besar Dariel. Sejak kejadian dirinya hampir jatuh tadi, ia digendong dan dibawa kelantai atas, kekamar lelaki itu.
Laura memberontak, tak ingin masuk lebih dalam kerumah Dariel. Tetapi lelaki itu kuat sekali tenaganya. Ini bukan Dariel yang Laura kenal! Ini monster.
"Makan dulu yuk, Lau belum makan kan?"
"G-gue mau pulang, El. Please biarin gue pulang,"
Dariel mengangguk. Menaruh tubuh kecil Laura dikasurnya. "Boleh pulang setelah makan, kalau gak makan gak boleh pulang."
Lelaki itu memencet bel yang ada dinakas. Sambil menunggu pelayannya datang, ia memainkan gadget nya. Laura memerhatikan itu semua. Memerhatikan bagaimana cara Dariel melakukan semua itu, rasanya seperti mimpi, ia kira Dariel adalah anak cupu, wibu dan tak pernah macam-macam.
Ternyata Laura salah besar. Laura akan berusaha menjauhkan dirinya dengan Dariel mulai hari ini. Menghela napas, gadis itu rasanya ingin menangis sekali lagi. Merasa ditipu dengan perilaku dan penampilan Dariel selama ini.
Ketukan pintu terdengar, Dariel segera membuka pintu dan mengambil nampan makanan untuk Laura. Tersenyum manis kearah gadis itu, menaruh nampan itu dimeja dan mengangkat Laura lagi dipangkuannya.
Menyuapi Laura dengan pelan, Laura pun langsung membuka mulutnya. Menurut adalah jalan yang terbaik menghadapi Dariel, setelah ini ia akan terbebas dari semuanya. Laura akan pulang setelah makan! Iya, dirinya harus pulang setelah makan.
"Enak ya, sayang?"
Laura mengangguk. Sementara Dariel kembali mengelus kepala Laura. Laura memejamkan matanya, matanya kembali memanas saat ia berusaha mengingat apapun yang telah ia lakukan bersama Dariel belakangan ini.
Laura pikir Dariel tak seburuk ini, Laura pikir Dariel hanya seorang lelaki lemah yang hanya bisa menunduk ketakutan, Laura pikir Dariel hanya lelaki pendiam dengan kacamata dan seragam kebesarannya.
Dariel membawa Laura kepelukannya. Tangan besarnya masih saja memeluk tubuh kecil Laura. Laura terisak disana, campur aduk antara takut bersama Dariel dan takut meninggalkan Dariel.
"Sut.. sayang, gapapa sayangku, gapapa cinta," ucap Dariel berbisik.
Mengelap ingus Laura tanpa jijik juga mengelap keringat gadis itu dengan bajunya. "Tinggal disini ya, sama El?"
Laura menggeleng keras. "Udah hiks, pulang,"
"Kenapa pulang sayang? Ini rumah Lau juga,"
"Dariel gue mau pulang please! Mama pasti nyariin gue!"
Dariel terkekeh. "Mama gak mungkin nyariin, Lau. Karna aku sudah izin." Dariel mengangkat handphonenya, menunjukan bukti chat Dania dan dirinya kepada Laura.
"Malam ini, tidur disini." Perintah mutlak dari Dariel. Lelaki itu menyuruh Laura untuk mandi, dan Dariel tak akan menyuruh pelayan menyiapkan pakaian dan keperluan Laura, hanya dirinya yang berhak menyentuh itu, orang lain tidak boleh.
KAMU SEDANG MEMBACA
Dariel's
Teen FictionSatu kesalahan fatal karna menolong lelaki culun yang dibully satu sekolah, membuat Laura kehilangan semua hidupnya.