Part 8

1.1K 81 2
                                    

Laura memandang Kenan dengan tatapan anehnya. Lelaki itu sedang asik bercanda gurau bersama lima temannya. Ia penasaran dengan Kenan, mengapa sekarang Kenan tidak membully Dariel lagi? Laura menundukan pandangannya kebawah saat matanya bertubrukan dengan iris coklat Kenan.

"Selama sekolah disini, gue baru tau kalo di Garuda punya cake seenak ini." Dini terus memuji cake yang baru saja ia masukan kedalam mulutnya.

Rasanya enak sekali, lumer gitu dimulut. Kenapa baru tau ya Dini? Kemana aja sih? Sumpah gak boong ini enak! Dini gak lebay.

Laura memandang cake nya Dini penasaran. Seenak itukah sampai ekspresi Dini merem melek begitu?

"Jadi pengen," Laura cemberut. Sedikit menyesal karna tadi tidak ikut beli. "Gue beli deh," ia berdiri dari duduknya.

"Ra, gue nitip satu lagi!" ucap Dini agak kencang. Laura mengangkat jempolnya tanda oke. Melihat antrean yang lumayan panjang ini sedikit ragu, ragu kalau tiba-tiba bell berbunyi dan ia tidak dapat cakenya.

"Minggir,"

Satu kalimat yang berhasil menyingkirkan semua orang yang mengantre cake. Dariel, lelaki itu menampakan senyum terbaiknya saat Laura menatapnya.

"Silahkan Lau," mengode dengan mata agar Laura maju paling depan untuk mendapatkan cake yang gadis itu inginkan.

Laura beralih menatap kesemua orang yang kini juga menatapnya. Kepalanya menunduk tidak enak dan berniat ingin pergi tadi tempat itu.

Laura mengumpat pelan saat tangannya ditahan Dariel. "Lau belum dapat cake nya. Lau harus makan cake nya." Dariel mengapit tangan Laura diantara tangannya.

"Lima," ucap Dariel bicara pada penjual cake.

Laura menghela napas, mencoba melepaskan tangannya tetapi nihil.

"Lau tadi sama Dini ya?"

Laura diam.

"Lau tadi pengen ya pas Dini makan cake?"

Laura masih diam.

"Lau cantik banget,"

"Emang!"

Dariel terkekeh. Ah gemasnya.

Mengambil pesanan itu, membayarnya dan menarik lembut tangan Laura. Melewati meja Dini dan menaruh cake satu untuk Dini, tanpa melepaskan tangan Laura.

Dini pun sampe melongo menatap punggung Laura dan Dariel.

Dariel mengambil tempat paling pojok untuknya dan Laura. Laura hendak protes, tapi melihat wajah Dariel yang datar, Laura tidak jadi.

Dariel jadi seperti bunglon yang bisa berubah-ubah. Padahal belum ada lima menit ia masih menggoda Laura dengan senyum menyebalkan. Tetapi lihat sekarang, Dariel sama sekali tidak menampakan raut apapun selain datar.

"Duduk, jangan bengong," Dariel meniup pelan wajah Laura.

Mengambil posisi terbaik. Laura segera memakan cakenya tanpa disuruh. Wah! Enak sekali! Pantes Dini alay pas makan ini tadi, ternyata emang seenak itu.

Dariel tersenyum lagi. Untuk ucapan Dariel yang bilang Laura cantik tadi, ia tidak berbohong lho ya! Laura memang cantik, sampai Dariel ingin mengurungnya hanya untuk dirinya saja.

"Pelan, Lau..." Dariel mengelap bibir ujung Laura lalu menjilatnya.

Laura bergidik, menatap Dariel dengan ngeri. Sementara yang ditatap hanya terkekeh. "Manis,"

"Terus ini sisanya buat siapa aja," tanya Laura dengan mulut penuh.

"Buat Lau, siapa lagi?"

Laura mengangguk. Mengambil satu per satu cake yang ada diatas meja dan memakannya cepat. Sedikit grogi ditatap Dariel intens.

Dariel'sTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang