Part 10

767 69 1
                                    

"Lo?!"

Laura menghempaskan tangan Dariel dengan kasar. Menatap tajam lelaki yang kini berani tidur dikasur besarnya.

Kurang ajar sekali.

Laura tidak suka seperti ini. Laura tidak suka Dariel melewati batasnya.

"Hai... Bobo lagi, sayang," si tampan itu menyapa Laura. Suara serak mendominasi kamar gadis itu.

"Keluar sekarang!" Gadis itu berteriak sekuat tenaga, membuat Dariel emosi pagi-pagi.

Mata Laura berapi api menatap Dariel marah. Dariel berdecak, harusnya ia mendapatkan ciuman manis dari Laura pagi ini, bukan teriakan yang membuat kupingnya sakit.

"Oke gue aja yang keluar,"

Dariel dengan gesit menarik Laura agar terjatuh. Tangannya mencengkram erat dagu Laura agar mau menatapnya.

"Aku udah baik dari kemarin sama kamu sayangku. Tapi kayaknya kamu emang suka dikasarin ya?" Bisiknya membuat Laura merinding.

Dariel menghempaskan Laura dengan kasar. Pria itu bangun dari tidurnya, tak sama sekali menatap Laura. Menggunakan kamar mandi Laura untuknya membersihkan diri dan mulai meninggalkan Laura sendiri dikamar gadis itu.

Laura melihat dirinya dicermin. Cemberut saat melihat bekas kuku Dariel di dagunya. Rasanya perih sedikit, Laura masih bisa atasi.

Dengan cepat, Laura pergi mandi dan bersiap siap menuju kesekolah, karna waktu terus berjalan.

*****

Laura kira, Dariel sudah pergi. Tapi tidak, lelaki itu kini sedang menatapnya datar dimeja makan. Matanya seakan berbicara cepat duduk atau akan ku bunuh!

Laura bergidik ngeri. Biarpun ia merasa kesal, tapi Laura juga merasa takut bersamaan. Gadis itu menghela napasnya, menatap meja makan yang sudah ada nasi goreng menggiurkan disana.

"Duduk, makan!"

Tak mengeluarkan suara apapun, baik Laura maupun Dariel sama sama asik dengan pikiran mereka sendiri. Dariel masih menatap Laura tajam, merasa jengkel setiap kali Laura menolaknya. Dariel ingin setiap saat bersama Laura, tapi Lauranya tidak mau. Fakta itu membuat Dariel benar-benar kesal.

Laura selesai dari makannya. Masih tidak mengeluarkan suara apapun, bahkan menatap seseorang didepannya saja enggan. Dariel menggeram pelan, lagi lagi dirinya diabaikan.

Mengambil tas dan mulai menaiki mobilnya. Gadis cantik itu mencoba tidak peduli dengan Dariel, gadis itu mencoba tidak merasa terganggu dengan tatapan intimidasi itu.

"Anjing! Emang anjing!" Dariel mengumpat keras saat mobil Laura melaju ke sekolahnya. Tak ada niat menghentikan Laura, tetapi ia malah memaki saat Laura pergi.

Dengan kesal, Dariel mengambil tasnya menutup pintu dengan kencang, melajukan mobilnya ke sekolah mereka. Matanya menggelap mengingat pagi yang sangat menyebalkan untuknya.

Disisi lain, Laura yang baru saja turun dari mobilnya langsung dikagetkan dengan Dini. "Ra yampun Ra, sumpah sih lo harus tau!"

Laura yang tak siap hampir saja nungsep kebelakang jika tak ada Dariel yang menahan pinggangnya. Seperkian detik Laura dan Dini mematung, sementara Dariel menatap Laura datar.

Dengan cepat Laura berdiri tegak, menjauhkan dirinya dari Dariel dan menggenggam tangan Dini sembari berjalan.

Dariel mengikuti kemana gadis itu pergi. "Lo tau ga sih, Ra? Vino kelas sebelah meninggal." ucap Dini menggebu-gebu.

Laura mengernyit. "Maksudnya gimana?"

"Iya, Vino yang kemaren nimpuk lo pake bola basket. Dia ditemuin sama warga dijalan merpati terus badannya udah kepisah pisah gitu. Matanya ilang dua duanya, terus jantungnya gak ada. Gila ga sih?"

Dariel'sTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang