Part 1

29 4 1
                                    

Bulir bulir keringat jatuh dari pelipisku. Nafasku terengah engah. Sebentar lagi selesai. Sudah didepan mata.

"Ya! 56 detik Rix." Itu membuat ku tersenyum. 56 detik itu tidak buruk, sama sekali tidak. Setidaknya aku tidak lewat dari 1 menit untuk mengitari lapangan ini.

"Weis, Orix 56 ya.. ciee" aku melempar daun kering kearah Rena. Apaan coba ni anak?

"Apaan coba cie ciean segala." Aku mengambil tempat kosong disebelah Rena. Sambil meneguk air minumku aku menepis keringat di pelipisku.

"Buset, galak amat bu.. takut ih." Aku mengancam Rena dengan tatapan tajam. Aku sedang tidak ingin bercanda.

"Eh, Va.. Va, si Orix lagi PMS ya? galak amat? matanya pengen makan gua tadi." Rena mengadu pada Eva. Seolah aku tidak berada disekitar mereka, mereka mulai membicarakan kebiasaanku saat sedang 'kedatangan tamu'.

"Wih, sekarang tanggal berapa? 15 ya? iya nih, lagi PMS dia.." Eva dan Rena mulai tertawa. Aku mendengus kesal.

"Rereee,Evaaa!" aku menggeram kearah mereka. Tiba tiba tangan seseorang sudah berada diatas pundakku.

Rinka.

Ah, pasti dia nasehatin aku lagi. Pusing dah.

"Udahlah Rin, ga usah ladenin mereka. Udah tau mereka selalu begini kalau lo lagi-"

"Ga usah bahas." aku memotong kata kata Rinka. Ia hanya diam tak bergeming lalu kembali mengobrol dengan Riska. Ah, aku dibiarin sendiri.

"Jalan jalan yuk Rin." Suara Lyva membuatku mendongak. Aku menaikkan satu alisku. Kalau Lyva ngajak jalan jalan, pasti ada sesuatu.

Aku dan Lyva menaiki anak tangga menuju taman belakang sekolah. "Kenapa Lyv?" Lyva langsung menengok kearahku dan kemudian ia tertawa ringan.

"Gapapa, emang kenapa Rin?" Aku menaikkan satu alisku sambil tersenyum.

"Jarang banget seorang Mollyva Lavender ngajak Orixia Orince jalan jalan ke taman belakang sekolah hanya berduaan." Lyva tertawa lagi. Aku hampir menganggapnya gila waktu pertama kali kami bertemu di SMP karena dia sering sekali tertawa.

"Emang salah ya?"

"Enggak sih, Lyv."

"Yaudah."

"Lah, terus lo ngapain ngajak gua kesini?" Sepertinya Lyva mengerjaiku -_-.

Lyva tertawa. "Ga tau gua juga."

"Ish!" aku menoyor kepalanya. Untung dia lebih pendek.

"Eh, sialan, pake noyor noyor gua lu."

"Lah, lu ngerjain gua Molly." Lyva paling ga suka dipanggil Molly. Katanya itu seperti nama Doggy.

"Jangan panggil gua begitu. Lagian gue bosen disana. Si Rinka ama Riska lagi asik ngobrol berdua. Rena sama Eva. Yah, gua narik elo lah." Lyva menendang buah busuk yang jatuh ditanah. "Ini buah apa sih? Gue belum pernah liat? Bisa dijadiin bola. Keren."

"Jangan nanya gua Lyv. Gue bukan pakar buah." Aku duduk di undakan tanah. Lyva berhenti menendangi buah itu.

"Lo kan pinter, Rin." Aku langsung menyadari perubahan suara Lyva. Ah, jadi yang paling beda itu ga enak memang.

"Sabarlah Lyv. Suatu saat lo akan bangga sama keunikan lo sendiri. Eh, udah selesei olahraganya, balik ke kelas yuk." Lyva mendengarkan ajakanku. Kami segera kembali ke kelas lalu mengganti baju.

Selesai Olahraga, pelajaran selanjutnya adalah pelajaran Bu Rissa. Guru matematika super killer. Kelas begitu hening, hingga terdengar bunyi pintu dibuka. Ketua kelas melantunkan kata kata sakti pemberi hormat. Tapi ada hal baru sepertinya. Aku tidak mau melihat Bu Rissa, minggu lalu aku dihukum karena lupa membawa buku PS. Sialnya, hanya aku sendiri yang dijemur dilapangan. Aku terus menunduk sampai aku sadar, Bu Rissa tidak sendiri. Ada langkah kaki dibelakangnya. Aku mendongak, oh, murid baru.

"Nah, anak anak, ini teman baru kalian. Karena pelajaran pertama kalian tadi OR, jadi sekarang dia baru ikut masuk. Perkenalkan dirimu." Anak laki laki yang seumuranku itu mengangguk kearah Bu Rissa.

"Nama gu- eh, saya.. Kevin. Kevin Jonathan. Panggil aja Kevin." Bu Rissa tersenyum. Oh, gawat sekarang adalah penentuan tempat duduk. Sialnya sebelahku kosong.

"Nah, Kevin kamu duduk dengan...." Bu Rissa mencari bangku kosong. "Morinka." Huft, aku bernafas lega. Anak baru itu duduk sama Rinka, berarti dia dibelakang ku. Ah, setidaknya dia tidak duduk persis disampingku.

"Oke, sekarang kita koreksi PR." Aku mengambil buku dari tas yang kuletakkan disebelah kursiku.

"Hai, Rin lo cantik ya. Pantes deh ortu lo ngasih nama lo Morinka." Aku melirik kebelakang. Bisa kulihat Rinka membalasnya dengan senyuman. Dasar tukang gombal tuh cowo, Rinka harus aku jagain nih.

*

Haiii semuaa.. kembali lagi bersama penulis abal abal :v

Gue cuma mau ngasih tau sedikit info. Tapi sebelumnya.. gue ngucapin selamat lebaran bagi yang merayakan!

Ok, kalian pasti bingung. Ini cerita kenapa judulnya aneh banget? Dan apa itu MRX?

MRX itu singkatan dari Morellox. Morellox? apa lagi itu? Orix ga sendiri, dia kan punya Lima sahabatnya. Eva, Rinka, Riska, Lyva, dan Rena. Ya ga? Nah, mereka sih bukan bikin geng, tapi itu cuman nama grup tugas mereka waktu disuruh bikin lagu. Nanti jelasnya bakal ada dicerita.

Morellox anggotanya enam, jadi gue bakal keluarin cerita kelima sahabat Orix juga. Tapi setelah buku Orix tamat tentunya.

Sekian dari gue. Selamat menikmati hari liburr ^^

MRX1 - Ori(n)xTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang