Part 8.

29 2 2
                                    

Baru saja aku ingin memasukki toilet, Eva sudah menyebut namaku. Hadehh.

"Hai, Orix!" Eva menepuk pundakku.

"Eh, Eva. Kenapa? Tumben nyamperin gue." Yeah, biasanya kan aku yang selalu menghampirinya.

"Liat Zee gak?" Aku tersenyum penuh arti.

"Ahh, nyariin Zee nih ceritanya?" Alisku bergerak naik turun menggodanya.

"Apaan sih lo, Rix. Dari tadi ngeledekin gue sama Zee terus. Dia kan sahabat gue, wajar dong gue nyariin dia." Eva memasang wajah cemberutnya dan menyilangkan tangannya di dada.

"Iya deh, Va. Terserah lo aja." Aku tertawa meledek.

"Buruan, jawab gue. Liat Zee gak?" Eva mengulang pertanyaannya.

" Emm.. Engga- Eh! Itu yang diomongin dateng! Wah, panjang umur nih si Zee. Itu Zee, Va. Di belakang lo." Benar saja. Eva langsung menengok kearah jari telunjukku. Yap, disana ada Zee yang terpaku pada layar ponselnya.

"Ze-"

"Pacaran sama Zee nya nanti aja. Gue mau curhat dong sama lo." Aku memotong ucapan Eva.

"Oke."

"Udah curhatnya?" Eva menyindirku halus. Huh, padahal aku lagi kecerita keanehan Kevin dan betapa menyebalkannya dia.

"Dia tuh aneh, Va. Dia menyebalkan, gue benci sama dia." Aku menghela nafas.

"Benci sama cinta itu tipis, Orix." Kata kata Eva menusukku hingga ke sum sum tulang.

"Ah, bullshit. Semua orang bilangnya itu. Tapi, yang gue rasain beda tuh!" Untungnya aku masih bisa berekspresi biasa.

"Ya terserah lo aja deh, gue mau cari Zee dulu. Gue ada urusan sama dia."

Aku berdehem, sengaja. "Kayaknya dari tadi ga sabar banget mau ketemu Zee? Kangen ya? Ya udah deh, gih, cari pacar lo sana!" Aku mendorong pundak Eva pelan.

"Mulai deh, ah." Eva berdecak kesal, sementara aku hanya tertawa.

Setelah mengucapkan selamat tinggal, Eva pun pergi. Yaa, mungkin nyariin Zee lagi. Hahaha.

***

Aku terduduk didepan meja belajarku. Sebuah buku yang tadi diberikan Zee sudah ada di hadapanku. Entah apa yang harus kulakukan dengan buku ini. Aku seperti pernah melihatnya. Tapi dimana?

Aku menghela nafas. Haruskah ku baca? Rena pasti punya alasan khusus untuk buku ini.

Perlahan jemariku meraih buku itu. Entah mengapa jantungku berdegup kencang. Tertulis sesuatu dihalaman paling depan. Tulisannya sudah luntur, sepertinya buku ini pernah terkena air. Sekarang aku tahu diamna aku pernah melihat buku ini... dikamar Riya.

Orinvady Oriya.

2010.

'Tidak ada yang pernah tahu lukaku. Tidak seorang pun. Hanya dirimu yang berani mengetuk pintu hatiku dan berusaha mencari tahunya.' -Orin.

Aku tersentak. Orin? Aku mengerejapkan mataku beberapa kali. "...Lo bilang lo ga dipanggil Orin karena lo punya sahabat yang namanya Orin juga..." Itu yang dikatakan Jojo. Dan itu benar. Bodohnya, aku baru menyadari itu.

Darahku berdesir dengan cepat. Aku membuka halaman selanjutnya.

Juli 2011.

'Hari ini aku bertambah usia, dan tidak ada yang memperdulikannya. Semua orang sibuk dengan Tuan Putri itu. Aku hanya bisa memasang wajah tersenyum saat perayaan. Aku, dengan baju yang dikenakan Tuan Putri itu tahun lalu, duduk sudut ruangan. Kenapa aku tidak seberuntung dia?'

Aku membalik halaman berikutnya.

'Hari ini aku bertemu dengan seseorang. Wajahnya selalu murung, seperti cuaca hari ini. Ia memakai jaket biru tua. Hawa dingin hari ini terasa semakin dingin karena dia. Entah kenapa dia terlihat buruk dan menakutkan, tapi aku merasa dia orang baik.' Dia? Siapa yang Riya maksud?

Agustus 2011.

'Sebulan aku tidak membuka buku ini, sekarang aku tahu siapa namanya, dia adalah Jojo. Lengkapnya Kevin Jonathan...

Ternyata tebakkanku benar. Jojo pasti pernah ada dimasa lalu Riya. Tapi kenapa Riya tidak pernah cerita soal Jojo? Ah, dia kan benci denganku.

Dia anak yang nakal, tapi sebenarnya dia baik. Ternyata dia tidak sekolah disini, tapi kakaknya yang sekolah disini. Ya, Kak Kelly Jeneria. Aku mengenalnya sebagai salah satu OSIS waktu MOS. Aku memanggilnya Jojo karena menurutku dia lebih pantas dipanggil seperti itu. Dia senang mengantarku ke toko buku. Dia baik sekali.'

'Aku selalu merasa tidak enak setiap berada dirumah ini, disini aku mungkin selalu diberikan kebutuhan, tapi aku tidak pernah diberikan kasih sayang seperti Orix. Dia sangat disayang, Kak Orfan dan Kak Orafy juga sangat menyanginya. Sementara aku? Aku bahkan tidak tinggal dengan orang tuaku lagi. Mereka sudah meninggal sejak aku masih kecil. Jujur, aku iri pada Orix. Sangat iri. Dia punya segalanya, dia dapat segalanya. Sedangkan aku tidak memiliki apapun. Dia juga tidak pernah sadar akan perasaanku. Dia jahat.' Nafasku sesak secara tiba tiba. Sejahat itu kah aku?

Aku menutup buku itu. Bahuku bergetar. Aku salah. Riya melakukannya karena kami tidak adil padanya, dunia tidak adil padanya. Dia sudah kehilangan orang tuanya. Kata papa, Riya diberikan nama Orinvady Oriya karena aku dan Riya lahir bersama sama, orang tuanya dan orang tuaku bersahabat, jadi nama kami mirip. Seperti nama Kak Orfan dan Kak Orafy, nama kami dimulai dengan huruf O. Saat usia 3 tahun Riya kehilangan orang tuanya. Riya sudah tinggal denganku sejak kami TK.

Aku menghela nafas berat. Apakah ini kesalahnku?

*

Cerita Morinka, Moriska, dan Mollyva udah keluar. Kalian bisa baca. Judulnya M&A.

Jangan lupa tinggalin bintang ;)

MRX1 - Ori(n)xTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang