Bel masuk kembali berbunyi. Ah, bikin kesel aja. Ga mood banget pelajaran Fisika. Pak Resyawan selalu saja ngomong panjang kali lebar didepan kelas. Bikin pusing.
Beda halnya kalau menurut Rinka, dia pasti bilang itu menarik. Ya, anak pintar itu berbeda.
Pak Resyawan memberikan soal seperti biasa. Tapi kali ini aku tidak mendengar suara Rinka, melainkan suara Jojo si cacing tanah itu.
"Saya pak." Kening Pak Resyawan berkerut.
"Kamu? yakin? baiklah kalau begitu. Semoga kamu bisa mengerjakannya anak baru." Bisik bisik pun terdengar.
"Rix, si Kevin berani banget. Aku aja ga bisa ngerjain itu." Rinka berbisik ditelingaku. Sepertinya memang susah.
Dalam semenit si cacing tanah berhasil mengerjakannya. Dia pintar ternyata, ku kira dia adalah anak brengsek seperti Mike. Ternyata dia masih memiliki otak.
"Saya sudah selesai Pak." Jojo kembali ke kursinya. Pak Resyawan mulai mengoreksi hasil pekerjaan Jojo dan..
"Saya senang sekali, kamu murid baru tapi sudah menunjukkan prestasi." Pak Resyawan tersenyum senang. Bisa ku dengar bisik bisik kembali ada, kali ini mereka membiacarakan Kevin yang... yang segalanya menurut mereka. Tapi tidak bagiku.
"Ternyata si Kevin pinter ya.. cakep lagi.." Entah kenapa aku begitu muak mendengar hal itu. Pelajaran terus berlanjut, itu semua diisi dengan Kevin, Kevin dan Kevin. Padahal lebih enak manggil dia Jojo.
-ORI(N)X-
"Lo kenapa Rix? muka lo ditekuk gitu. Serem tau liatnya." Aku sedang bersama Eva sekarang. Aku bersyukur dapet pasangan Eva buat tugas IPS kali ini. Ah, entah kenapa aku merasa ada beban dipundakku.
"Gapapa Va. Cuma gue stress aja buku yang kita cari belum ketemu buat tugas." Kening Eva berkerut.
"Rix? lo sehat? Ditangan lo udah ada tiga buku buat kita rangkum, ditambah lo udah nyuruh gue megang lima buah buku, Rix." Aku melonggo, mataku mengerejap beberapa kali. Kapan aku mengambil buku sebanyak itu?
"Hello Rix? Lo gapapa kan? Lo aneh deh." Aku menelan salivaku.
"Gue.. baik baik aja kok, Va. Cuma.. stress aja kali." Aku berjalan kembali ke meja perpustakaan. Aku mengabaikan tatapan penuh selidik dari Eva. Jemariku menari nari diatas lembaran folio.
"Lo stress atau... mikirin Kevin?" Eva menunjukkan senyumannya yang paling ku benci. Cih, ngapain mikirin dia??
"Gue rasa yang ga sehat itu elo Va. Mana mungkin gue mikirin Jojo!" Aku kembali menulis diatas kertas. Tugas ini harus beres sekarang juga.
"Em, Kevin punya panggilan sayang dari Orix ternyata." Aku menatap tajam Eva.
"Dia yang mulai duluan untuk manggil gue Orin. Jadi gue bales dia." Eva menopang dagunya dengan tangan.
"Tapi kan emang banyak yang manggil lo Orin. Kalau Kevin kan yang manggil dia Jojo cuma elo." Alis Eva naik turun berirama. Aku berfikir sejenak. Iya juga sih kata si Eva.
"Inget? yang manggil gue Orin hanya orang orang SE-PE-SIAL." Aku menekan kata itu. Seharusnya sih Special.
Eva menegakkan posisi duduknya sambil terus tersenyum. " Yaa.. berarti dia adalah orang special dalam hidup lo." Aku membalik balik halaman buku diatas meja.
"Ga akan pernah. Dia ga akan pernah jadi orang special dalam hidup gue." Ucapku dengan nada datar. Kalau begini, Eva akan langsung bungkam.
-ORI(N)X-
Aku berjalan cepat, ini sudah jam 4. Gara gara bantuin Bu Jihan jadi telat deh. Huh, mana langit gelap banget, kayanya mau hujan.
Sebelum sampai di lobby, hujan sudah turun. Yah, sial deh. Hujannya deres banget lagi. Aku menghela nafas sambil menyender di tembok. Sekolah mulai sepi, tinggal aku, beberapa anak yang tutor dan yang belum dijemput atau yang menunggu hujan.
Kepalaku terasa berat, entah kenapa. Mataku menjelajah ke sekeliling lobby. Mataku menemukan sosok bertubuh tinggi yang sedang memakai earphone.
Jojo.
Ngapain dia? Baru selesai caper ke Pak Resyawan lagi? Atau ke guru lain?
Eh, kan tadi aku diruang guru, dan aku ga lihat dia disana. Mana mungkin dia abis caper ke guru. Aku menggeleng geleng sambil memejamkan mata, 'itu bukan urusanmu Rix'.
"Kenapa geleng geleng?" Suara yang baru ku kenali tadi pagi terdengar. Aku mengadah dan membuka mataku. Berharap bukan dia. Dan tidak terjadi apapun.
Aku terpaku. "Diem aja? Oh, lo terpesona sama gue." Aku masih diam, tidak berani bergerak sedikit pun. Tidak, ini bukan berarti aku terpesona dengannya.
Aku bergerak cepat, aku menarik tangan Jojo hingga ia kehilangan keseimbangan.
'Prank!'
Terdengar suara kaca mading pecah. Ya, di samping tembok tempat aku menyender ada mading sekolah untuk informasi.
Aku berhasil menyelamatkan Jojo. Syukurlah ya Tuhan.
"Ri.. Rix? lo baik baik aja kan?" Aku tetap terdiam, sosok berbadan besar itu mendekat. Ia yang ingin memukul kepala Jojo dengan tongkat bisbol tadi.
Orang itu mengayunkan tongkat bisbolnya lagi..
"Aaaaaaaa! Argh! Awasss!" Aku berteriak dengan kencang. Tapi tidak ada reaksi apapun selain tawa Jojo. Hah? ke.. kenapa coba?
Aku membuka mataku. Oh, god ini memalukan banget. Aku masih ditempat yang sama dan sekarang semua orang di lobby sedang memandangiku seolah olah aku orang gila. Dan si cacing tanah tertawa keras, dia melihatku seperti mengejek.
Malu, marah, kesel, dan hampir gila, itu keadaanku sekarang. Perasaan tadi aku liat ada orang yang dateng mau mukul Jojo deh.
"Hey, lo punya gangguan?" Jojo tersenyum aneh. Rahang bawahku jatuh kebawah.
"Gue ga punya gangguan apa apa." Aku menatapnya tajam. Harusnya dia berterima kasih sama aku!
Jojo terkekeh. "Terus kenapa lo teriak kaya tadi? Lo.. bukan bekas dari.. eum, ya.. RSJ?" Ekspresi Jojo berganti menjadi penasaran. Orang orang di lobby sudah pergi semua, hujan itu sudah berhenti.
Otomatis emosiku memuncak. "Maksud lo gue gila?! Denger baik baik ya Kevin Jonathan! Gue. Enggak. Gila. Sedikit pun!!" Jojo mundur sedikit kebelakang, dia memegangi telinganya.
"Lo bener bener cewe aneh. Tadi lo teriak teriak sendiri, sekarang lo teriak teriak ditelinga gue. Ya, gue tau lo emang galak. Tapi sepertinya lo lebih cocok disebut gila." Aku melotot padanya. Ingin rasanya pergi dari muka bumi ini, maaallluuuu banget. Huaaa, mama.
Baru saja aku ingin pergi keluar gerbang. Hujan kembali mengguyur bumi. Maunya apa sih?! Kenapa hari ini sial banget?!
"Mau bareng gue?" Aku melotot lagi padanya. Menunjukkan raut wajah yang tidak menyenangkan.
"Ga usah gitu dong mukanya. Lo jadi lucu tau. Supir gue udah nunggu, lo mau ikut ga?" Oke, ini tawaran berat.
"Enggak." jawabku ketus. "Gue ga akan mau nerima kebaikan palsu lo itu." Aku tetap berjalan ke halte walau hujan.
Meski harus kehujanan, aku ga peduli. Sebuah mobil sedan berwarna abu abu melintas dan genangan air pun menyambut bajuku yang sudah setengah basah. Aku mengumpat kesal, aku menghafalkan plat nomornya.
B 1505 KJ.
Awas aja, besok pagi bakal aku liatin satu satu anak yang turun dari mobil!
*
Orix kenapa yaa? ._. gila beneran? atau tergila gila sama Jojo? Ah, author juga gatau.
Author minta bintang dong ;) Ga semangat nulisnya nih :(

KAMU SEDANG MEMBACA
MRX1 - Ori(n)x
Genç KurguIni adalah cerita tentang Orixia, Orixia si gadis pemarah yang benci sama yang namanya Kevin. Tapi banyak yang bilang benci bisa jadi cinta. Apakah ini bisa terjadi di cerita kehidupan Orix? Apakah kisah Orix akan berakhir bahagia? Bagaimana dengan...