Malam harinya di rumah keluarga Aan dan Ayn, setelah selesai membantu Bunda Dina menyelesaikan masak. Ayn disuruh untuk memanggil Aan yang masih di kamar, sebenarnya Ayn sangat malas sekali untuk naik ke lantai dua yang pastinya akan menguras energi. Selain dia belum memakan mangga sejak pulang sekolah, Ayn juga tidak bertenaga lagi karena belum makan apa pun. Walaupun dengan berat hati, Ayn tetap mengetuk pintu kamar Aan.
Satu kali ketukan, tidak ada sahutan, dua kali ketukan, Ayn masih bersabar. Di ketukan ketiga, kesabarannya habis dan langsung membuka kenop pintu. Dia lalu menemukan kalau Abang kembarnya itu tengah duduk bersimpuh di lantai sambil memberi makan Njun. Kucing milik Ayn yang dipelihara di rumah, Ayn membulatkan matanya kaget saat mengetahui kalau Aan dengan santainya memberikan snack kucing kepada Njun.
"Bang Aan, Ya, Allah!" Ayn berlari menghampiri Njun dan menggendongnya dengan cepat, dilabrak secara tiba tiba tidak membuat Aan panik. Dia malah menoleh adik kembarnya itu dengan wajah santai.
"Gue, kan, udah bilang. Jangan dikasih snack dulu di luar jam makannya. Njun, tuh, kegemukan, Bang!" Ayn tidak bisa lagi mengontrol emosinya, kalau saja dia bisa menyuruh Njun memuntahkan snack itu. Maka Ayn tidak akan marah-marah seperti ini.
"Kasihan elah, itu Njun gemetaran," jawab Aan sekenannya.
"Nggak habis pikir gue sama lo, ya, Bang." Ayn berbalik memunggungi Aan, melihat alarm tanda bahaya. Aan langsung merangkul pundak adik kembarnya itu dan berjalan beriringan. Walaupun Ayn masih marah, dia tidak sekasar itu untuk menepis tangan Aan. Sejatinya, mereka itu sama, bahkan ada kata kata tentang. Satu anak kembar sakit, kembaran yang satunya akan ikut merasakan, itu fakta dan bukan mitos. Aan sering kali kesakitan saat Ayn demam atau terluka, mungkin karena kontak batin.
"Bunda masak apa, ya?" Aan sudah mencium aroma ayam goreng dan sayur bening dari tangga, menu malam ini seperti biasa. Makanan kesukaan Aan.
"Bunda." Aan langsung mengambil posisi duduk di kursi meja makan, diikuti oleh Ayn yang duduk di sampingnya dengan Njun yang terus dia peluk.
"Tumben Njun ikut makan?" tanya Bunda Dina saat melihat kucing kesayangan Ayn juga ikut kebawah, biasanya kucing itu hanya di kamar kosong yang memang disediakan Ayn untuknya bermain.
"Bang Aan, Bun. Bisa bisanya si Njun di kasih snack, padahal kan lagi diet ketat di suruh dokter hewan kemarin," jelas Ayn. Bunda Dina mengangguk sambil tersenyum, ada ada saja memang kelakuan anak kembarnya ini.
"Ayah kok belum pulang, ya, Bun?" Tanya Ayn sambil melihat ke pintu dapur yang terhubung ke ruang tamu. Biasanya jam segini, Abas, Ayahnya sudah pulang. Bunda Dina juga menoleh ke jam dinding, benar juga.
"Ngapain di tungguin, Ayah bisa pulang sendiri." Aan dengan santainya berucap sambil menyendok nasi serta lauk pauk ke dalam piringnya.
"Nggak punya hati," sarkas Ayn.
"Siapa? Gue?" Aan menunjuk dirinya sendiri dengan wajah tidak percaya.
"Iya, Ayah itu kerja buat kita, Bang. Lo nggak punya pikiran kasihan gitu."
"Dengan jarang pulang ke rumah, lo bilang kerja buat kita? Apa itu work it?" Kedua kembar ini saling tatap dengan mata tajam, menunjukkan kilat permusuhan karena perbedaan pendapat.
"Sudah, sudah, kalian di depan makanan. Tidak boleh bertengkar," sela Bunda Dina.
Aan berdiri, selera makannya hilang. Dia langsung menggeser kursi dan pergi meninggalkan dapur tanpa mengatakan sepatah katapun. Membuat Ayn yang kesal menjadi tambah marah.
"Itu, tuh, sifat orang yang nggak punya hati!" hardik Ayn. Hal itu pun masih bisa didengar oleh Aan yang hendak melangkahkan kakinya menaiki tangga lantai dua.
KAMU SEDANG MEMBACA
AanAyn
Teen FictionKetika dua remaja kembar tidak identik, menjalani masa SMA yang penuh dengan bumbu - bumbu percintaan. Saat dua kembar ini di hadapkan oleh pilihan, tentang: - Cinta - Orangtua - Karir Akankah mereka bisa menjalaninya?