Ayn menjadi canggung karena semua teman sekelasnya satu persatu mendatangi mejanya hanya untuk menanyakan apa benar dia akan memelet Jacob. Tentu saja Ayn menjawab hal yang sama, "Enggak, tadi itu cuma contoh," jawabnya.
Tetapi sepertinya tidak ada yang percaya, ingatkan Ayn untuk memberi Caca pelajaran karena sudah membuatnya disalah pahami seisi kelas. Jangan lupakan tatapan Megan yang seolah akan mengulitinya karena menyukai Jacob, kalian ingat bukan, gadis yang pernah Ayn pergoki berpelukan dengan Jacob tempo hari di depan UKS.
Jam satu siang pelajaran terakhir yang kosong berakhir, semua murid kelas dua belas di perbolehkan pulang terlebih dahulu. Ayn bersiap untuk pulang, dia tidak bersama Aan kali ini. Abang kembarnya itu sedang latihan basket untuk lomba antar sekolah karena sudah menang tadi.
"Yn, lo beneran nggak mau nebeng gue?" tanya Caca, dia berdiri tepat di depan meja Ayn untuk menanyai temannya itu sekali lagi.
Ayn bergeleng, "Nggak, gue naik ojek aja. Tadi udah gue pesen," jawabnya sambil memasukkan buku-buku ke dalam tas.
"Ya udah, gue duluan ya. Pai-pai," Ayn balas melambaikan tangan ke Caca yang mulai menghilang di balik pintu kelas.
Sekarang Ayn hanya perlu memesan gojek, dia bohong soal sudah memesan tadi. Dia tidak enak kalau harus menebeng Caca, arah rumah mereka sangat berbeda.
Sampainya di depan gerbang sekolah, di pinggir jalan. Ayn berdiri dengan harap harap cemas, ojek satu pun tidak ada yang dekat dengan sekolah. Ayn berpikir untuk naik bus, tapi harus berjalan ke jalan raya sana supaya bisa mendapatkan bus.
"Ikut gue aja."
Suara bariton terdengar tepat di samping Ayn, di iringi oleh sosok Jacob dengan santainya menatap kosong ke arah warung bik Asih di seberang jalan.
"Kemana?" tanya Ayn, dia tidak ingat ada kerja kelompok dengan Jacob atau kepentingan lainnya.
"Gue anterin pulang," jawab Jacob.
"Nggak usah, makasih." Ayn tidak mungkin menerima tawarannya, dia dan Jacob tidak sedekat itu untuk mengantar pulang. Tidak ada ucapan lagi, dua remaja ini berdiri dalam keterdiaman untuk beberapa saat sebelum mobil SUV berwarna hitam berhenti di depan Ayn dan Jacob.
"Masuk," suruh Jacob saat dirinya membuka pintu mobil, Ayn tidak memperdulikan hal itu. Dia masih mengira Jacob hanya bercanda sebelum tangan cowok itu menariknya pelan.
"Gue anterin pulang, Abang lo masih main basket, kan?" Ayn tanpa sadar mengangguk, tapi bukan mengiyakan ajakan Jacob.
Karena takut ada yang memperhatikan mereka lebih lama lagi, terpaksa Ayn bergegas masuk ke dalam mobil Jacob.Di dalam mobil yang berjalan, keheningan melanda selama beberapa menit, Ayn dan Jacob sama sama bungkam mengalihkan pandangan ke luar jendela mobil. Pak Mamat yang mengemudi terlihat mencuri curi pandang ke belakang, selama dia bekerja untuk keluarga Jacob, tidak pernah sekalipun Jacob mengajak seorang gadis untuk pulang bersama.
"Alamat lo di mana?" tanya Jacob memecah keheningan.
"Jalan delima 12," jawab Ayn, Pak Mamat yang mengemudi mengangguk mengiyakan.
"Lo beneran mau pelet gue?" Ayn mencelos saat mendengar pertanyaan Jacob, dia tidak mengira akan dibahas di sini. Bahkan Pak Mamat juga mendengar, karena terlihat melirik kedua remaja itu dari spion mobil.
"Itu tadi cuma contoh, Nenek Caca katanya ada kenalan orang pintar," jawab Ayn. Seratus persen dia harus memberi pelajaran kepada Caca besok. Bisa-bisa dia dikira suka memelet laki-laki.
"Gue juga orang pintar." Ayn terbatuk mendengarnya, mencoba menyembunyikan raut wajahnya yang menahan tawa. Benar kata Jacob, tetapi bukan orang pintar itu yang di maksud.
"Maksudnya itu, dukun." Jacob mengangguk paham. Ayn tidak habis pikir, Jacob ini tipe cowok pintar dan polos, atau pintar tapi pura-pura polos.
"Gue ajak lo pulang bareng juga ada maksud lain." Ayn mengerutkan keningnya, beralih menoleh ke Jacob.
"Apa?" tanyanya.
"Bu Tamara bilang, kalau gue harus ajarin lo buat simulasi ujian minggu depan," jawab Jacob.
"Nilai gue se anjlok itu, ya," tanya Ayn kepada dirinya sendiri, padahal dia sudah belajar dengan keras. Tetapi selalu saja nilainya rendah, mungkin karena dia belajar nya dua jam dan menonton drama korea enam jam. Sungguh perbandingan yang sangat buruk, bukan?
Jacob mengangguk mengiyakan, "Anjlok banget, malah. Gue bahkan nggak nyangka itu nilai murid kelas 12," jelasnya.
Ayn memalingkan wajahnya menyembunyikan rasa malu, apalagi saat Pak Mamat juga mendengar tentang nilainya.
"Mulai besok, gue bakalan ajarin lo di setiap jam pelajaran kosong atau jam istirahat," kata Jacob.
"Enggak, makasih," tolak Ayn. Tidak ada alasan kuat untuknya belajar kepada Jacob, dia bisa membayar guru les untuk itu.
"Kata Bu Tamara, lo harus belajar bareng gue kalau mau lulus." jelas Jacob.
Ayn hanya bisa menghela napas dalam, kelulusan tinggal menghitung bulan. Ayahnya juga pernah memarahinya karena nilai yang tidak pernah bagus, apa kali ini Abas akan marah karena Ayn tidak lulus. Bisa-bisa Ayn di kebiri atau di usir dari rumah.
Sampai Ayn di antar ke depan pagar rumahnya pun, mereka tetap diam tidak membahas hal apapun lagi. Ayn hanya mengucapkan terimakasih setelah itu Jacob pamit pulang. Sekarang, beban Ayn bertambah. Bukan lagi membuat Aan dan ayahnya akur, tetapi juga membuat nilainya bagus untuk ujian kelulusan.
*****
Di lain tempat, Aan, Ragon dan Kevin tengah berlatih basket di lapangan indoor bersama beberapa teman sekelas lainnya. Naila juga masih menunggu di sana, gadis itu duduk di kursi penonton memegang sebotol minuman dan handuk kecil. Matanya tidak pernah bosan melihat Aan yang fokus mendribble bola basket, dia masih saja mengagumi Aan yang kelewat tampan.
"Habis ini lo mau kemana lagi, An?" tanya Kevin.
Aan berpikir sejenak, Ayn sudah pulang terlebih dahulu. Jadi, kemungkinan dia akan ikut menongkrong bersama Ragon dan Kevin.
"Ikut lo berdua aja, lama juga nggak nongkrong," jawab Aan. Kevin dan Ragon saling ber-tos kesenangan, jarang-jarang mereka bisa berkumpul tanpa ada halangan Ayah Aan.
"Tapi, dia gimana?" Ragon menunjuk ke kursi penonton, di mana Naila tersenyum simpul menoleh ke arah Aan.
"Nggak ada hubungannya sama gue," kata Aan kembali mendribble bola dan me shottingnya ke ring.
"Kasian woi, itu dia udah nungguin lo dari tadi," kata Kevin.
"Kalau kasian, lo aja yang anterin dia pulang," Aan menyudahi permainanannya.
"Gue ganti baju duluan," katanya berlalu memasuki ruangan ganti, tanpa menoleh ke Naila yang menunggunya dengan harap harap cemas. Apalagi melihat Kevin berjalan mendekatinya.
"Lebih baik lo pulang aja, deh, Nai. Aan udah pulang tuh," kata Kevin dengan wajah tidak enak.
"Nggak apa, gue tungguin di sini." Naila tidak memperdulikan ucapan Kevin, dia melihat ke ponselnya. Mamanya sudah menelpon berkali kali sejak tadi dan bahkan mengirim pesan supaya dia pulang kerumah dengan segera.
"Aan udah pulang, Naila. Percuma lo tungguin di sini." Dalam hati Kevin mengumpati Aan, bisa-bisanya dia harus menggantikan Aan untuk mengusir Naila. Di tambah harus berbohong.
Naila menghela napas dalam, tidak ada pilihan lain selain pulang ke rumah. Rencananya dia akan mengajak Aan ke pinggir sungai yang terkenal karena taman rumput yang indah di sore hari. Sepertinya rencana itu tidak akan terlaksana saat ini. Dengan berat hati Naila meninggalkan gedung basket.
"Tega sih, lo, An," kata Ragon kepada Aan yang tengah mengganti baju basket basah dengan seragam sekolah lagi. Aan tidak memperdulikan ucapan Ragon, dia sudah pernah menekankan ke Naila tentang penolakan. Tetapi tetap saja Naila tidak menyerah, sepenuhnya itu bukan salah Aan.
KAMU SEDANG MEMBACA
AanAyn
Teen FictionKetika dua remaja kembar tidak identik, menjalani masa SMA yang penuh dengan bumbu - bumbu percintaan. Saat dua kembar ini di hadapkan oleh pilihan, tentang: - Cinta - Orangtua - Karir Akankah mereka bisa menjalaninya?