Padahal siang ini sedang panas-panasnya, bahkan suhu saat ini mencapai tiga puluh empat derajat. Tapi Hazan sedang sibuk mondar-mandir di depan gedung Fakultas Desain. Ia berkali-kali melirik jam tangannya seolah sedang menunggu sesuatu.
Iya, Hazan sedang menunggu Aya keluar dari gedung fakultasnya. Pagi tadi Ia tak sempat mengantar Aya, entah bagaimana ternyata Aya sudah berangkat duluan diantar Yugi.
Hati dan pikiran Hazan sedang bergelut tak karuan. Rasa bersalah menghantuinya sejak malam tadi saat Ia baru pulang dari kosan Minella dan baru sadar bahwa hari itu seharusnya Ia jalan dengan Aya.
Chatnya juga belum dibalas Aya sejak pagi. Hazan takut banget Aya ngambek dan menjauhinya. Hazan sekarang sudah panik setengah mati, ditambah Aya yang tak kunjung keluar padahal seharusnya kelasnya sudah berakhir sejak sepuluh menit yang lalu, menurut kabar yang Ia tahu.
Begitu Hazan melihat tas berwarna pink mencolok milik Minella, Ia langsung menghampirinya karena yakin Aya pasti bersamanya. Dan benar saja, di belakangnya ada Aya yang sedang berjalan bergandengan dengan Kaning. Hazan dengan segera menarik tangan Aya dan meninggalkan Kaning serta Minella yang memasang muka kaget plus bingung.
"Eh, apaan ini kok gue ditarik-tarik?????" tanya Aya yang sangat terkejut karena Hazan muncul entah dari mana.
Hazan terus menarik Aya sampai jauh dari kerumunan agar Hazan bisa bicara dengan leluasa. Dan sejujurnya Hazan takut kalau-kalau Aya ngamuk, nanti Hazan malu karena pasti orang akan mengira Aya diapa-apain sama Hazan. Jadi Hazan akan meminimalisir efek itu.
Begitu sudah jauh dari kerumunan, Hazan baru melepaskan tangan Aya.
"Apaan sih, Zan?"
"Aya," Hazan tiba-tiba berlutut. "Maafin gue ya kemaren, sumpah demi apapun gue lupa," Hazan menundukkan kepalanya sambil meraih kedua tangan Aya.
Aya menghempaskan kedua tangan Hazan. "Gak. Gak gue maafin,"
Hazan menengadahkan kepalanya karena terkejut. Aya ternyata segitu marahnya pada Hazan. Hazan takut banget sekarang.
"Jangan gitu dong Ya, maafin gue ya?"
Aya memalingkan wajahnya. "Gak mau, Zan."
Hazan mau nangis aja rasanya. Ia berdiri berhadapan dengan Aya dan masih berusaha membujuknya. "Maaf banget, Aya. Seriusan deh. Kemaren gue bantuin Minella beresin tugasnya, kasian dia kayak putus asa banget hampir depresi,"
Aya menoleh dan menatap sinis Hazan. "Yaudah kalo gitu, sama Minella aja sana,"
"Hah?" Hazan menatap Aya kebingungan sekaligus terkejut mendengar itu dari Aya.
"Ya kan lo lupa sama gue, yaudah sana sama Minella aja,"
Hazan diam sejenak. Agak bingung harus merespon apa.
"Lo cemburu ya?" kali ini Hazan mencoba mengajak Aya becanda untuk mencairkan suasana.
Aya terdiam, masih menatap Hazan dengan sinis.
Hazan tersenyum jahil. "Lo kalau cemburu bilang aja—"
"Iya gue cemburu, puas?" Aya memotong perkataan Hazan dan berhasil membuatnya terkejut.
Hazan gak nyangka sama respon Aya. Gantian, sekarang Hazan yang diem saking kagetnya. Aya juga masih diem. Mereka malah jadi diem-dieman karena situasi yang tiba-tiba awkward ini.
"Gimana sih, lo cemburu sama Minella?" tanya Hazan ingin memastikan yang didengarnya barusan.
Namun Aya memilih tidak menjawabnya. Aya masih ngambek dan memalingkan wajahnya saking malunya. Hazan yang gusar sejak tadi memberanikan diri untuk mencubit pelan pipi Aya dan menariknya agar Ia menatap Hazan.
"Jelasin maksudnya, ini lo beneran cemburu?" Hazan mendekatkan wajahnya agar Aya dapat menatapnya dengan jelas.
"Ck," Aya melepaskan tangan Hazan dari pipinya. "Lo tau gak, laba-laba apa yang cuma gue doang yang tau?"
"Hah?"
Raut wajah Aya berubah perlahan. Ia tersenyum jahil. "Laba-laba kayaknya gue naksir deh sama lo," lalu Ia tertawa puas.
Hazan bingung. Pake banget.
Bingung banget.
Aya nih ngomong apa sih?
Hazan cuma bisa melongo menatap Aya dengan alis yang bertautan. Mau seneng tapi kok rasanya aneh.
Ini Hazan di-prank?
Aya masih tertawa puas sambil menepuk-nepuk pahanya sendiri lalu beralih menepuk pundak Hazan. "Gue becanda, Zan. Gue gak marah kok sama lo,"
Hazan masih bingung, speechless banget.
"Jerome udah ngasih tau gue kemaren, kalau lo bantuin Minel. Tadi juga Minel udah cerita ke gue, dia hampir nangis darah saking stresnya sama tugas individual kemaren. Ya gue mana tega lah sama Minella?" jelas Aya panjang lebar. "Gue gapapa, Zan. Malah makasih ya lo udah bantuin Minella beresin tugasnya."
Hazan menoyor pelan kepala Aya. "Ah, lo tuh. Nakutin gue aja."
"Ih apaan dah, malah noyor noyor,"
"Yaudah sini gue cium, mau?"
"Mau, hahaha."
"Heh," Hazan terkejut entah untuk yang keberapa kalinya hari ini. "Lo tuh dari tadi ngomongnya asal mulu,"
"Kan lo yang ngajarin?"
Hazan berpikir sejenak. Ya gak salah juga sih, Aya memang meniru cara bicara Hazan yang suka asbun alias asal bunyi.
"Ya jangan diikutin, udah tau gak bener. Nanti kalau gue baper gimana coba? Emang mau, tanggung jawab?"
"Wah lo parah banget," sahut Aya sambil menggeleng pelan. "Lo belum baper juga sama gue?"
"Maksudnya?"
"Kalau udah, gapapa kok. Gue mau tanggung jawab,"
Hazan memijit pelipisnya. Stres banget. "Lo jangan ngawur deh, Aya Kim,"
Aya tertawa, keras sekali sampai Hazan terkejut mendengar tawanya. "Gue gak lagi ngawur, Hazan. Gue gak mau denial lagi. Gue naksir sama lo, beneran ini."
Hazan menutup mulutnya yang terbuka lebar karena tak percaya dengan apa yang keluar dari mulut Aya barusan. Mereka saling bertatapan, tapi dengan maksud yang berbeda.
Aya menatap Hazan dengan penuh semangat sedangkan Hazan menatapnya penuh tanda tanya.
Ini Aya serius?
Tapi dari tatapan Aya yang sangat meyakinkan, lama-lama Hazan ikut yakin juga kalau Aya kali ini serius dengan pernyataannya barusan.
"Lo tau gak sih Ya, ini hari apa?"
Aya berpikir sejenak. "Hari... Kamis?"
Hazan menghela nafasnya dengan berat lalu meraih bahu Aya dengan kedua tangannya. Menggeser posisi Aya agar berhadapan tepat dengan Hazan. "Hari ini kita ganti aja ya?"
"Ganti apa? Maksudnya?"
"Iya, ini kan hari kamis? Tapi kita ganti aja ya, jadi hari jadian kita?" Hazan tersenyum lebar sambil menatap Aya dengan jahil.
"MALES BANGET GOMBAAALLLLLL," Aya tertawa keras, gak sanggup banget ngadepin Hazan saat ini.
Hazan ikut tertawa puas. "Tapi mau, kan?"
Aya menatap Hazan sejenak. Dan setelah Aya mengangguk mantap sambil memeluk erat Hazan, mereka berdua mengakhiri pembicaraan tersebut dengan tawa penuh perasaan bersemi.
Tebak-tebak perasaan yang sudah mereka lalui dalam beberapa waktu ini berakhir dan berhenti di Aya dan Hazan. Setelah denial dan berkali-kali merasa tak yakin atas perasaannya sendiri, akhirnya mereka mengakuinya juga dan berakhir bahagia.
Ternyata bukan cuma hidup yang sulit ditebak-tebak, tapi perasaan juga.
Terutama perasaannya Aya dan Hazan.
— end.
KAMU SEDANG MEMBACA
Tebak-Tebak Rasa ; Haechan Jeno Mark ✔️
Fanfiction"Laba-laba apa yang cuma gue doang yang tau?" "Apa?" "Laba-laba kayaknya gue naksir sama lo nih,"