Selamat datang Tuan dan Nyonya siders, semoga selalu betah jadi pengagum rahasia♡
***
“Umh-- Tuan--” paut bibir tiba-tiba yang dilakukan Aurelius sangatlah mengejutkan bagi Eden. Tanpa pikir panjang di bawah kendali spontan, rubah cilik hanya peduli mendorong pundak sang tuan hingga tubuhnya dan pria yang lebih gagah terpisah jarak. Goncangan akibat jentera kayu menyandung tanah berbatu cukup membantu hasil akhir upaya Eden jadi lebih berdampak; Aurelius oleng sampai terantuk sandaran dan buat ia mengumpat keras, “Bajingan! Dia tidak bisa membawa kereta dengan benar!” Seraya tangan menyentuh balik kepalanya dengan perengutan di muka.
Di hadapan sang tuan, tampaklah wajah merah pelayannya yang belum diperhatikan. Sebuah organ di dada Eden terasa berdebar kencang sekali, mata runcingnya membola sampai seakan hendak menggelinding keluar. Tidak, ia tidak merona, perasaan ini bukan sesuatu yang menyenangkan. Tuan melecehkanku, benaknya ribut mengulang kalimat serupa. Begitu jelas bila air mukanya kemudian jadi bertukar takut serta waspada, sebab di dalam kereta kuda yang bergerak ini, mereka hanya berdua. Apa iya dia harus melompat keluar dan jatuh ke atas tanah berkelikir sekarang? Tapi luka bukan sesuatu yang buruk, toh ia bisa menyembuhkan diri sendiri.
“Ada apa dengan tatapanmu padaku itu? Kau ingin aku minta maaf? Tidak akan.” Sahut sang tuan setelah usai acara marah-marah dan kritiknya pada sang kusir. Dari caranya tatap mata, Eden juga bisa membaca jika Aurelius serius tidak merasa sudah membuat kesalahan apa pun. Hal itu buat kepalan tangan sang mesa erat di atas pangkuan, ia juga menggigit pipi dalamnya, menahan diri untuk tidak sampai menampar wajah tuan yang mempekerjakannya. “Dengar, aku tidak mengizinkan para pekerja di rumahku menjalin hubungan satu sama lain. Itu hanya akan membuat pekerjaan kalian terhambat, dan aku tidak sudi membayar orang yang tak becus kerja hanya karena perasaan.”
Tetap tidak menjelaskan kenapa harus menciumku, batin Eden marah. Emosi yang kuat-kuat ditahan rasanya akan meledak lihat Aurelius begitu seenak hati memperlakukannya. Ia mungkin senang dipuji, ia juga tidak munafik dan mengaku senang bila dapatkan perhatian, tapi itu tidak sama dengan menerima perilaku cabul tuannya. Ia bahkan tak pernah menggoda beliau secara sengaja, ia juga sadar dirinya hanya seorang pelayan, artinya ia tak meminta dan mengundang perlakuan demikian. “Menciummu di hadapan kekasihmu akan menyelesaikan itu. Tidak perlu dianggap lebih.” Kalimat enteng Aurelius telah memutus batas kesabaran yang Eden kira masih bisa bertahan sedikit lebih lama. Air muka dinginnya tak lagi disembunyikan, itu buat sang wrisaba angkat alis samar, berusaha menerka apa yang pelayan di hadapannya hendak katakan.
“Tidak ada salahnya dalam mencintai seseorang. Jika Tuan memang tidak bisa menerimanya, maka hamba tak akan memaksa Tuan mempekerjakan hamba lebih dari hari ini.”
Alis tebal sang tuan semakin kentara menukik, dagu beliau terangkat naik dengan atmosfer jumawa. Obsidian hitam Aurelius penuh penghinaan dan tidak suka menatap Eden. “Oh,” suaranya sarat sinikal, “Sekarang kau baru mengaku bila tukang kebun itu memang kekasihmu? Sejak kapan? Dari sebelum kalian datang untuk bekerja? Itukah alasan mengapa kalian berdua memulai di hari yang sama?” Pertanyaan berturut-turut dijatuhkan oleh si pria taurus, sedang Eden hanya ulas segaris senyum tipis yang remeh.
“Itu benar, Tuan,” hanya itu, lalu diam. Eden tak mengatakan dengan jelas di bagian mana yang ia katakan ‘benar,’ sengaja memancing kegelisahan sang tuan semakin jauh. Dia tahu betul sikapnya yang berbohong dan mencibir dalam hati adalah kelakuan berani, sebab begitu Aurelius ambil alih pikirannya, entah hal apa yang akan terjadi padanya. Eden sudah bersiap untuk kemungkinan paling buruk saat ia melihat sudut bibir tuannya naik mengukir seringai. “Kau pikir pengakuanmu itu akan berarti sesuatu? Tidak, kau salah,” kekehan ringan mengudara bersamaan Tuan Besar mundur bersandar di bangku tempatnya, satu kaki naik bersilang dan tangan berdekap di dada.
KAMU SEDANG MEMBACA
UNLINKED | ft. Noren
FanfictionEden datang ke rumah itu untuk melayani pria paling absolut di negeri ini, sang kepala keluarga bangsawan Astassier, Aurelius.