11; Cravings

674 154 99
                                    

kok sidernya banyak? bukunya gak worth it ya? ya udah, aku time skip aja biar cepet :(

***

Terlahir dari keluarga kurang mampu dengan banyak jumlah saudara, Eden sangat paham bagaimana susahnya hanya untuk bertahan. Lebih-lebih dia adalah saudara yang tua; tidak akan sempat memikirkan diri sendiri, dia sudah harus mengisi peran ayah dan ibu untuk para adiknya saat beliau berdua sibuk membiayai keluarga. Dengan kondisi yang begitu rentan, Eden tidak berani membayangkan kelak di masa depan ia juga akan punya keluarga kecilnya sendiri.

Bekerja untuk mencukupi kebutuhan sambil masih harus mengurus anak adalah hal yang sangat sulit; tetapi seseorang berkata padanya, “Bayi kita akan punya banyak pengasuh, kau tidak perlu capek-capek.” Ya, dan seseorang itu adalah calon suaminya; kini sedang memeluk dan mendusal ke perutnya seperti anak kucing.

Aurelius sudah seperti habis dapat durian runtuh saat mengetahui kalau di rahim kekasihnya tengah tumbuh calon buah hati mereka. Eden amat bersyukur janinnya diterima, sebab dia masih tidak menyangka pamitnya untuk bekerja di rumah bangsawan justru akan membawanya pada takdir mengandung pewaris untuk sang Tuan Besar. Pria itu bahkan bilang akan segera menikahinya—ia tidak perlu menjalani kisah tragis berakhir dipelihara sebagai selir oleh tuannya.

“Hamba punya banyak pengalaman mengurus bayi dan anak kecil saat masih di kampung halaman, apa pengasuh untuk bayi kita benar-benar perlu, Tuanku?” Mengusap rambut aswad Aurelius adalah kesukaannya diam-diam sejak pertama ia bantu sang tuan merapihkannya di hari itu. Kenyataan kalau afeksi kecilnya tak pernah ditolak sekalipun menyentuh kepala seseorang terasa tidak sopan, membuat Eden merona. Ia hentikan sejenak kegiatannya manakala muka kekasih hatinya terangkat menatap dengan ekspresi yang seolah bicara; apa pertanyaanmu serius?

“Mungkin kau belum tahu, tapi kami para bangsawan punya prioritas yang penting diutamakan selain mengurus bayi. Pekerjaan itu akan jadi urusan para pengasuh.” Eden mengernyitkan kening dan alisnya. Ia balas tatapan Aurelius lamat-lamat; berupaya keras membaca kiranya si taurus tengah bergurau ataukah sengaja main-main dengan jawaban ini. Malah dia sudah bersiap jikalau setelah ini sang tuan akan menderai gelak tawa melihat betapa syoknya si rubah cilik percaya pada kata-katanya. Namun, dominan bermata hitam kayu arang itu lanjut bicara, “Waktu aku bayi, kakekku mempekerjakan banyak pengasuh untuk tugas yang berbeda-beda, aku bahkan punya ibu susu.”

Mulut Eden menganga terkejut. Hal menyedihkan macam apa ini? Sejak kapan seorang anak malah dijauhkan dari sentuhan kasih sayang orang tuanya ketika mereka bahkan masih belum tahu apa yang baik dan buruk. “Tapi hamba ibunya, tentu sudah jadi tugas hamba untuk mengasuh dan mendidik anak, Tuanku.”

Raut muka Aurelius tidak berubah, “Nantinya kau akan resmi menjadi nyonya besar untuk Manor Astassier, tanggung jawabmu juga akan lebih banyak, Eden. Aku ragu kau masih punya waktu untuk urusan anak.”

Eden mengatupkan bibirnya, sungguh tidak percaya bila setelah itu ia akan mengatakan hal sejauh, “Kalau begitu hamba tidak ingin jadi nyonya. Jika dengan tetap menjadi pelayan artinya hamba bisa mengasuh darah daging hamba, maka biarlah demikian.” Ucap sang mesa serius walau dalam hati ia sangat takut. Perubahan raut muka si taurus sangat jelas saat pria itu bawa dirinya untuk duduk saling hadap di atas tilam mereka. Daripada waktu pertama dimarahi saat masih jadi pelayan, Eden lebih merasa was-was dengan yang kali ini; bagaimanapun yang tumbuh di rahimnya adalah bayi Aurelius. Sang tuan bisa berbuat apa pun hanya mengatasnamakan anak mereka.

Eden menatap cemas obsidian yang membalasnya datar, namun tak lama sorot mata itu meneduh. “Masih agak dini membicarakan ini sekarang, yang penting adalah memastikan bayi kita tumbuh sehat.” Aurelius tersenyum hingga matanya tenggelam dalam segaris sabit; sebuah senyum yang terlihat begitu tulus dan hangat, tapi Eden jelas masih merasa tidak enak untuk mengabaikan pembicaraan begitu saja. Mulutnya terkatup, ia juga tak membalas tatkala lengan Aurelius merangkulnya untuk diberi kecupan di kening.

UNLINKED | ft. NorenTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang