Malam itu, setelah lembar terakhir salinan buku selesai ditulisnya, Eden tidak tahu bagaimana ia bisa kembali berada di ruangan gelap yang pernah dilihatnya. Mungkin malam-malam yang ia jalani tanpa istirahat cukup telah menemukan efeknya. Tapi kali ini, Eden tidak merasa ketakutan; ia bahkan mampu bangkit dari kursi reyot yang didudukinya tanpa ada kesulitan. Rasa-rasanya, sang mesa mulai bisa berdamai dengan ruang misterius dalam bunga tidurnya ini.
Dersik angin mengisi suara yang mampu ditangkap deria pendengar sang pelayan muda, selebihnya hanya keheningan gelap gulita. Eden mengulurkan tangannya, keluar dari jangkau berkas cahaya dan sentuh kelir hitam pekat di hadapannya. Kala kegelapan menelan sampai ke batas buku jarinya, ia tergesa menariknya kembali dengan air muka terkejut.
Kenapa dingin sekali di sana? Ia berpikir. Ingatannya mengulang memori masa kanak-kanak waktu ia tak mendengarkan kata Ibu dan keluar tanpa mengenakan sarung tangan di bawah guyuran salju turun. Bahkan dinginnya saat itu sangat berbeda dengan kegelapan ruangan ini—Eden takut untuk melangkah keluar dari cahaya yang menaunginya.
Anak itu mengatupkan bibir, kedua tangannya saling tergenggam, lalu ia putuskan untuk kembali duduk diam di kursi sampai fajar menjelang dan ayam berkokok membangunkannya dari buaian mimpi.
Hari Eden dimulai lebih awal pagi ini, sebab ia ingin mampir lebih dulu ke dapur untuk sarapan dan mengobrol bersama Giulia. Belakangan karena pekerjaannya membantu Tuan Besar di perpustakaan seharian, ia sangat sulit mau berbagi cerita dengan si gadis pelayan dapur. Dua hari lalu, saat agenda jamuan bersama para pelayan manor, ia juga lebih banyak bergabung dengan pelayan pribadi Aurelius—mereka belum sempat ada interaksi kasual lebih banyak karena senantiasa sibuk. Selain itu, Eden tak mau dikira merepet macam-macam oleh Madam Edith yang sepanjang jamuan terus saja memastikan si anak baru ada dalam pantauannya. Mengerikan sekali wanita itu, Eden serasa anak kecil yang was-was diculik penyihir hutan.
Tapi sungguh, sejak ia melihat sang kepala pelayan senior mencampur darah tuan mereka ke dalam belanga sup dan mengetahui alasannya, Eden jadi sangat terbebani. Kenapa beliau harus menyeretnya ke dalam rahasia sebesar ini—dia sampai tidak kuasa mau menelan supnya kemarin. Kalau bukan karena menghargai Alfred dan Giulia yang susah-susah meraciknya sepenuh hati, sudah pasti Eden tidak mau meracuni diri dengan darah tuannya lagi.
Helaan napasnya lolos, ia sangat tidak bertenaga untuk aktivitas apa pun hari ini. Kepulan uap tipis keluar dari celah birai Eden saat deru napas panjang ia loloskan. Aries itu lantas menghentikan langkahnya; dengan alis saling bertaut heran, ia segera berlari menuju jendela kaca terdekat di lorong itu, dan semakin bingung ketika pemandangan di luar adalah suasana pagi hari nan cerah.
Terang mentari menghangatkan tanah yang semalam diselimuti kabut; para lebah pekerja berdengung sibuk berpindah dari bunga ke bunga segar lain yang mekar. Eden tak percaya matanya sendiri sampai ia ribut mengucaknya satu kali, memastikan apakah benar bukan hujan atau salju yang ada di luar sana. Aries itu maju, telapaknya menyentuh permukaan kaca—maaf bila ia menambah pekerjaan untuk para pelayan rumah yang bertugas bersih-bersih—dan lekas-lekas ditarik olehnya mundur, sebab embun mulai merambat menutupi kaca dari bagian yang disentuhnya. Eden menggeleng ribut, tarikan napasnya tak beraturan, dan tiap udara keluar dari bibirnya teriring uap tipis. Ini tidak mungkin, apa yang terjadi pada dirinya?
“Tidak ... aku sudah bangun, ’kan? Aku sudah keluar dari ruangan itu.” Ia bermonolog panik; langkah kakinya kian mundur seiring hawa dari sekitar mulai meraba kulitnya dengan angin dingin menusuk. Bagaimana bisa, ia menyangkal, sebab cuaca cerah di luar tak mungkin membuat suhu di dalam manor seperti musim dingin.
Dug!
Tubuh sang mesa menegang kala sesuatu menubruk punggungnya; namun, tak sempat menoleh untuk memastikan, ia rasakan lengan asing bergerak menahan tubuhnya, sejurus kemudian, sebuah telapak sedingin es menutupi visinya hingga hanya gelap yang mampu terekam.
![](https://img.wattpad.com/cover/380625737-288-k341089.jpg)
KAMU SEDANG MEMBACA
UNLINKED | ft. Noren
FanficEden datang ke rumah itu untuk melayani pria paling absolut di negeri ini, sang kepala keluarga bangsawan Astassier, Aurelius.