03. Perasaan Aneh

491 79 8
                                    

Keesokan paginya, Winter terbangun dengan perasaan panik. Ia menoleh ke jam dinding dan langsung menyadari bahwa ia terlambat. Setelah buru-buru mengenakan seragam, ia langsung berlari keluar tanpa sempat sarapan.

Saat tiba di sekolah, ia melihat gerbang utama sudah tertutup rapat. Winter terdiam sejenak, menghela napas berat sambil berpikir.

"Yah, satu-satunya cara... tembok belakang," gumamnya dengan pasrah.

Tanpa berpikir panjang, Winter berlari menuju bagian belakang sekolah, mencari apapun cara agar bisa masuk. Disana ada dinding rendah menjadi jalur rahasia untuknya yang terlambat. Saat ia tiba di sana, Winter terkejut mendapati seseorang berdiri di dekat tembok dengan posisi siap melompat.

Itu Karina, yang nampak gelisah dan ragu-ragu ingin melompati tembok. Ia menoleh matanya membulat saat melihat Winter mendekat.

"Eh, Minjeong? Lo juga telat?" tanya Karina, setengah kaget dan setengah tertawa.

Winter tersenyum canggung, merasa sedikit malu. "Iya, nih. Gue kira gue satu-satunya yang telat."

Karina memandang tembok—yang menurutnya masih cukup tinggi itu dengan ragu, tampak berpikir keras.

"Mau gue bantu," tawar Winter.

Karina ragu sejenak, tetapi akhirnya mengangguk sambil tersenyum. "Boleh! Gue nggak terlalu biasa sama yang begini."

Winter melirik sekeliling untuk memastikan situasi aman sebelum mendekat dan berjongkok menempatkan kedua bahunya yang lebar sebagai tumpuan untuk membantu Karina memanjat. "Oke, gue tahan di sini, lo tinggal pijak terus lompat."

Karina perlahan meletakkan satu kaki di bahu Winter dan berusaha melompat. Dengan sedikit dorongan dari Winter, ia berhasil menggapai puncak tembok dan melompati sisi lainnya dengan hati-hati. Begitu sampai di sisi dalam, Karina menoleh ke belakang, menatap Winter dengan senyum lebar.

"Thanks banget, Minjeong! Tanpa bantuan lo, gue nggak tahu gimana caranya lewat sini," katanya sambil tertawa.

Winter tersenyum sambil melompat masuk menyusul. "Kapan aja, kalau butuh bantuan lewat tembok lagi, bilang aja."

"Kalau bisa cukup ini yang terakhir kali aja gue telatnya." Karina tertawa dan menepuk bahu Winter.




Namun, tiba-tiba suara keras seseorang membuat mereka berdua terpaku di tempat. "Apa yang kalian berdua lakukan di sini?"

Winter dan Karina menoleh bersamaan, dan mendapati Pak Chanyeol, guru BK yang terkenal disiplin, berdiri tak jauh dari mereka dengan tangan terlipat di dada dan wajah penuh kecurigaan. Winter menahan napas, sementara Karina hanya tersenyum kaku.

"Ehm, kami... terlambat, Pak," jawab Karina dengan suara pelan.

Pak Chanyeol menghela napas panjang, tampak tidak terkesan dengan alasan mereka. "Kalian tahu, ada aturan yang melarang siswa melompat tembok sekolah. Kalian berdua ikut saya ke ruang BK."

Di ruang BK, mereka berdua diberi hukuman membersihkan ruang olahraga dan merapikan gudang peralatan. Saat mereka mulai mengangkat dan merapikan bola-bola basket yang berceceran, Karina tertawa kecil, memecah keheningan.

"Nggak nyangka hari ini bakal dimulai kayak gini. Padahal gue cuma terlambat sekali dan langsung kena hukuman bareng lo, Jeong," kata Karina sambil terkekeh.

Winter ikut tertawa, semula merasa canggung tapi mulai senang bisa mengobrol dengan Karina lebih santai. "Iya, gue juga nggak nyangka. Tapi setidaknya gue nggak dihukum sendirian."

"Dasar..." Karina memukul bahu Winter.




Selama mereka mengerjakan hukuman, Karina terus berbicara dengan ramah, bercerita tentang pengalamannya sebagai kapten pemandu sorak, rutinitasnya, bahkan suka duka menjalankan tanggung jawab di tim.

She Not BoyTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang