A Haunting Past

1 0 0
                                    

I am not okay

Hospital; 08.45 a.m

"I need some suture, just give me assucryl 0,3, some artery clamp and pinset please", pagi pagi ada aja pasien yang random jatuh, biasanya karna terburu-buru berangkat kerja atau anak anak yang masih belum bisa menyetir motor dengan mahir yang sudah telat masuk sekolah; makanya ada alasannya surat ijin mengemudi itu pada anak usia 17 tahun keatas. Efeknya seperti pasien ini, masih muda bahkan badannya aja masih kecil, bisa bisa lebih besar motornya, datang sudah setengah sadar bahkan GCS nya aja gak sampai 12. Datang dengan laserasi di hampir seluruh sisi kiri, terutama bagian wajah... "orang tuanya sudah datang? Kita perlu informed consent dan segera hubungi OK stats" sambil melakukan hecting aku mengarahkan kepada perawat yang menjadi asistenku di IGD.

Seperti biasa kalau udah jaga IGD, selalu aja ada kasus yang random; kadang aku sampai kagum dengan betapa sibuknya dunia ini melakukan hal hal random. Aku terduduk dan menghela nafas secara bersamaan, mulai melakukan peregangan di leher dan pergelangan tangan sebelum membuka rekam medis di komputer. "Dokter Vee, ada pasien laki-laki yang mencari dokter, katanya dia cuma mau dirawat sama dokter saja." Kata salah satu perawat sambil menunjuk kearah bed di trauma 3 yang tertutup korden; aku menoleh kearah bed trauma 3 sebelum mengangguk terimakasih kepada perawat, kemudian memastikan ada perawat yang mengikutiku dan berjalan kearah trauma 3.

"Apa ada yang bisa saya ban..." aku berkata sambil membuka korden, saat aku melihat siapa pasien yang dimaksud perawat tersebut, aku hanya terdiam dan tidak dapat melanjutkan pertanyaan yang aku berikan. Mataku melebar terkejut dan aku bisa merasakan jantungku berdetak lebih kencang dan mulai terasa sakit. Badanku terasa seperti kaku dan yang bisa aku lakukan hanya menatapnya. Saat dia membuka matanya perlahan, aku langsung memposisikan diriku untuk kembali profesional, menarik nafas pendek dan berdeham kecil sebelum kembali berbicara dengan suara yang lebih pelan, karna jujur aku takut suaraku mengkhianati diriku sendiri. "Apa ada yang bisa saya bantu bapak?" Tanyaku dengan suara sedatar mungkin, berusaha mengatur nafasku dan memastikan tidak ada bagian dari tubuhku yang tremor sambil berjalan sedikit mendekat kearah pasien tersebut.

"Dokter, apa bisa bantu periksa dada saya? Rasanya seperti ada yang salah" katanya dengan suara yang dibuat buat lemah, nada merayu dan senyum yang jujur aja sekilas terlihat seperti menyeringai. "Apa ada keluhan lain pak?" Tanyaku dengan tenang, yang sebenarnya aku lagi menahan diri untuk tidak kabur dan bersembunyi dibalik pintu storage room sambil memeluk lututku. "Kadang sering sakit bila sedang marah" jawab-nya sambil memijat dadanya seakan akan merasakan sakit yang dimaksudnya. Aku mengangguk sekilas, kemudian mengambil stetoskop, aku menatap perawat yang berdiri diseberangku untuk mengijinkannya membuka sedikit dari pakaian pasien, kemudian menekan stetoskop diberbagai posisi sambil berharap dia tidak melihat tanganku yang bergetar karena adrenalin; kemudian dilanjutkan dengan usg dada. "Saya tidak menemukan kejanggalan yang sesuai dengan penjelasan bapak, akan tetapi bila Bapak merasa sangat terganggu saya sarankan untuk datang melakukan medical check up sesegera mungkin; atau bapak dapat mendaftar sebagai pasien umum untuk rawat inap untuk dilakukan observasi oleh dokter spesialis jantung langsung" aku menjelaskan dengan berusaha setenang mungkin sambil menatap matanya yang terlihat menatapku seperti menatap mangsa dari atas bawah berulang kali. Setelah selesai, aku ijin undur diri dan berjalan menuju konter untuk menuliskan rekam medis pasien.

"Dave, kamu dimana?" Sampai di konter perawat aku langsung menelpon Dave, berharap ada satu aja temanku saat ini yang bisa menemaniku. "Vee?? Ada apa? Suaramu terdengar berbeda" Dave menjawab dengan nada kuatir, semakin aku pikirkan, aku hanya bisa terdiam bahkan sampai gak bisa menjawab pertanyaan Dave, dengan kekuatan lebih aku hanya bisa menjawab dengan terbata bata - oh I think I have panic attack - pikiran pertama yang muncul saat aku berusaha menjawab Dave. "Need you, IGD" dan aku mematikan telpon, menutup mataku dan terus berusaha mengatur nafasku perlahan. Sekian lama aku lupa rasanya sesusah ini mengatur nafasku, aku berusaha menyelamatkan diriku, sekian lama aku berusaha menguatkan diriku. Kenapa dia muncul lagi dan bahkan ada di tempat kerjaku. Aku hanya bisa terdiam dan menatap kosong kearah komputer, berusaha mengatur nafasku terus menerus.

"Vee...Vee... VEE" suara Dave semakin jelas didepanku, berusaha membangunkanku dari pikiranku. Sebelum aku sadar apa yang terjadi, aku merasakan ada tangan yang menuntunku berdiri dan berjalan menuju ruangan dibelakang konter. Ruangan ini biasanya untuk dokter atau perawat yang ingin beristirahat bila jaga malam di IGD. "Vee.... Look at me" Dave memegang kedua pipiku dengan tangannya, membuatku tersadar dengan keadaan sekelilingku, saat aku kembali menatap mata Dave; aku hanya bisa menghela nafas dan seketika aku bisa merasakan perasaan tenang dan badanku mulai bergemetar lagi. Aku bisa melihat Dave seperti terkaget melihat keadaanku, memastikan aku baik baik saja secara fisik dan kemudian memelukku lembut. Setelah lama Dave memelukku dan hanya diam menemaniku, "it's him, he's back", Dave perlahan mendorong badanku sedikit untuk melihat mataku yang mulai berlinang air mata, sebisa mungkin aku tahan dan aku menatap Dave, "dia balik lagi Dave" kataku dengan suara berbisik yang frustasi dan desperate dengan keadaanku yang masih saja bisa shock saat melihat dia. Aku pikir aku akan aman dan sembuh dari luka ini, ternyata tidak semudah itu untuk berdamai dengan diri sendiri setelah sekian lama aku pendam saja perasaan ini.

"Okay, jadi dia udah balik, dia dengan berani-beraninya datang ketempat kerjamu, pura pura jadi pasien dan kamu cuma memeriksanya seperti pasien biasa?" Dina bolak balik di ruangan tengah apartemennya dan mengomel mengulang alur cerita yang terjadi tadi pagi; Dave hanya diam menatapku dan aku duduk mengangguk angguk kepala sambil melihat Dina yang bolak balik berjalan. "Kamu gak capek bolak balik kayak gitu terus?" Akhirnya Dave gak tahan lagi dengan Dina dan juga sepertinya frustasi dengan keadaan dan reaksiku. Kalau aku jadi dave juga pasti kawatir, gimanapun dia yang pertama kali aku telpon saat aku lagi panic attack dan dia juga salah satu orang yang melihat keadaanku yang sama parah 9 tahun yang lalu oleh karena laki laki yang sama. Dave hanya menghela nafas menatapku sebelum dia berdiri dan berjongkok didepanku, menatap mataku dan memegang salah satu tanganku, saat dia menyentuh tanganku aku baru menyadari aku menggenggam erat jari jariku dengan selimut yang menutup setengah badanku. Dave melepaskan genggaman tanganku, memeriksa tanganku sebelum dia kembali menatap mataku, "Vee, boleh liat aku sebentar?" Sambil memijat lembut tanganku yang dia pegang tadi, dia terus menatapku menanti aku menatapnya balik; aku menarik nafas sekali berusaha menenangkan diriku sendiri, aku berusaha tenang biar dan berusaha kuat; saat aku rasa aku cukup kuat, aku menatap matanya dan tersenyum berusaha menenangkannya. Dave menatapku begitu intens seakan akan mencari kejujuran dibalik senyum palsuku, seakan akan dia tau kalau aku berbohong. Dari sudut mataku aku melihat Dina mendekat kearahku, duduk di sofa sebelahku dan mulai memelukku pelan. "Kamu gak harus terlihat kuat didepan keluargamu dan kami; kami teman temanmu yang tau bagaimana kamu terluka, tau proses mu sampai menjadi wanita yang kuat seperti sekarang dan bahkan tau bahwa kamu saat ini sedang tidak baik baik aja. Vee, please let us help you this time." Dave menatapku dalam, berusaha menunjukkan ketulusannya melalui matanya, aku mulai merasakan panas dimataku dan sakit didaerah hidungku, aku menoleh pelan kearah Dina yang ada disampingku yang mengangguk setuju dengan kata kata Dave. Aku menarik nafas panjang, kembali menatap Dave dan yang aku bisa lakukan cuma tersenyum tanda menyerah; aku rasakan Dina memelukku dari samping dan Dave yang mengelus rambutku lembut, akhirnya.....tangisku pecah.. malam itu, aku menangis begitu kuat dalam pelukan Dina seakan akan tidak ada hari esok.


assucryl 0,3: jenis benang jahitArtery clamp dan pinset: nama alat alatGCS: perhitungan untuk kesadaran, normalnya 15Hecting: dijahitInformed consent: persetujuan oleh pasien atau waliOK: ruang operasiStats: segera mungkin

Kamu telah mencapai bab terakhir yang dipublikasikan.

⏰ Terakhir diperbarui: 4 days ago ⏰

Tambahkan cerita ini ke Perpustakaan untuk mendapatkan notifikasi saat ada bab baru!

Penny For Your ThoughtTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang