Dingin. Udara malam ini begitu dingin, hingga membuat kulitku meremang. Suasana di sekitar istana terasa aneh—terlalu sunyi, terlalu tenang. Bahkan angin yang biasanya berhembus lembut, malam ini terasa kaku dan berat, seolah mengingatkan pada sesuatu yang gelap. Cahaya lampu minyak di sepanjang lorong melemparkan bayangan besar yang menari-nari di dinding batu, seakan menunggu saat yang tepat untuk melahap siapa pun yang salah langkah.
Aku menatap sekeliling dengan waspada, merasakan lantai batu yang dingin menyentuh telapak kakiku. Semuanya terlalu rapuh. Begitu banyak nyawa yang terjerat di sini, begitu banyak dosa yang disembunyikan di balik keanggunan dan kemewahan istana ini. Tanah yang kini kutapaki telah meminum darah yang tidak terhitung jumlahnya. Dan malam ini, aku akan menambahkannya.
Aku melangkah lebih dalam ke ruang makan besar itu, menyusup di antara pelayan-pelayan lain yang sibuk dengan tugas mereka, seolah aku hanyalah bagian dari keramaian yang biasa terjadi. Namun tidak ada yang tahu siapa aku sebenarnya—atau apa yang sebenarnya akan terjadi malam ini.
Ruangan itu dipenuhi suara tawa, suara piring yang beradu, dan aroma harum makanan yang menyelimuti udara. Setiap detik terasa seperti sebuah ritus, sebuah permainan yang telah dimulai tanpa mereka sadari. Matahari sudah lama tenggelam, dan para pejabat istana kini tengah menikmati hidangan mewah yang disajikan dengan angkuh. Tapi ada satu yang berbeda malam ini. Salah satu dari mereka, seorang pejabat penting yang penuh kepalsuan, harus mati.
Targetku adalah pria tua paruh baya yang terus menatap belahan dada wanita pelayan di dekatnya, Sarutobi Hiruzen. Pria tua ini, juga bertanggung jawab atas kehancuran klan ku. Dia dulunya adalah kepala kepolisian istana yang juga turut mengangkat pedangnya malam itu. Dia adalah pengkhianat terbesar, yang bekerja dengan Sasuke dan membawa kehancuran bagi semua yang aku cintai.
Kudekati meja di ujung ruangan, di mana dia duduk, tubuhnya besar dan tampak lebih jahat dengan tatapan mata yang tajam, seolah menilai setiap orang di sekitarnya. Aku menyusup di antara pelayan-pelayan lain dengan langkah hati-hati, wajahku tertutup oleh kerudung, hanya mataku yang terarah penuh pada sasaran.
"Nampan anggur untuk Tuan Hiruzen," suaraku terdengar datar, meniru nada seorang pelayan biasa. Aku meletakkan nampan itu di atas meja tepat di depan pria itu. Piring-piring berkilau dan aroma anggur menguar, menutupi bau lain yang mengganggu indera penciumanku.
Suara bising musik dan tawa menjijikkan dari orang-orang ini begitu mengganggu. Entah pesta apa yang dilakukan di istana ini. Aku melirik ke kursi takhta, tempat Sasuke harusnya duduk. Namun, tidak ada sosoknya di sana. Sasuke, target utamaku, malam ini tidak ada di sini. Namun, aku tahu ini bukan saatnya. Hiruzen harus mati lebih dulu.
Aku menunggu. Ada sesuatu yang tidak beres, sebuah perasaan tajam yang menembus ke dalam hatiku. Namun, tak ada waktu untuk ragu. Aku kembali menatap Hiruzen sejenak, lalu bergerak. Tangan kananku perlahan bergerak di bawah pakaian, meraih pisau kecil yang terlipat rapi. Sebuah gerakan gesit, dan aku siap untuk menghabisinya. Tapi, tepat saat itu, langkah kaki berat terdengar mendekat.
Aku terhenti sejenak. Mataku menajam. Seorang pengawal raksasa melangkah ke arahku, wajahnya mengernyit curiga. Tak ada waktu untuk bersembunyi atau mundur.
"Siapa kau?" suaranya menggelegar, dan langsung membuat hatiku berdegup lebih kencang. Wajahnya memandangku tajam, seolah mencoba melihat kedalaman hatiku hanya dengan satu tatapan. Tiba-tiba, semuanya terasa semakin sempit, dan ruang makan yang sebelumnya penuh tawa berubah menjadi sarang ketegangan yang menghimpit.
Aku menyembunyikan ketegangan dalam tatapanku, berusaha mempertahankan ketenanganku. "Hanya pelayan," jawabku, suaraku tetap rendah dan penuh kepatuhan. Namun, seketika mataku menyipit—dia sudah tahu. Langkah cepatnya membuat ruang itu semakin sempit, dan hanya ada satu cara untuk menghindari bahaya ini.
KAMU SEDANG MEMBACA
THE HIDDEN BLADE
Tarihi KurguKetika Sakura melihat keluarganya dimusnahkan oleh Putra Mahkota Sasuke, ia hanya menyisakan satu hal, janji sunyi untuk membalas dendam. Putri dari klan bangsawan itu lenyap tanpa jejak, meninggalkan masa lalunya yang terluka dan mewujudkan satu tu...