XLI

1.6K 337 74
                                    

🫧VOTE DULU TARGETNYA SEBANYAK MUNGKIN🫧

✧・゚: *✧・゚:*

NB : Berat hati hati nangis (soalnya aku nulis sambil nangis sesegukan)

Mobil yang dibiarkan dengan mesin hidup dan AC yang menyejukkan itu bahkan tidak bisa menguraikan suasana panas dan canggung 2 orang didalamnya. Hadden juga merasa dirinya itu bodoh ketika harus mau mengikuti permintaan dari kakek buyutnya. Dengan alasan formalitas. Formalitas yang seperti ini yang tidak Hadden sukai. Dirinya akan terlihat kekanakan dan tidak bisa mengendalikan emosinya dengan baik.

"Kamu hari ini bener bener hampir bukan Hadden yang aku kenal. Kamu itu ternyata lebih rumit dari bayanganku, kita itu kata kamu sudah mau menikah loh. Kok kayanya semua hal masih banyak yang kamu sembunyikan dari aku. Kalau nggak ditanya, alasannya cuma nunggu waktu. Kapan? kalau waktunya nggak ketemu terus kapan?"

Pertanyaan Kala yang tentunya harus dijawab Hadden saat ini juga. Pembicaraan mereka tidak bisa ditunda lebih lama sebelum semuanya meledak dan tak terkendali.

"Saya bingung mulai darimana."

"Ya itu karena kamu menyembunyikan banyak hal sampai bingung mana yang mau kamu jelaskan lebih dulu. Mau menikah atau tidak sebenarnya? kalau tidak selesaikan sekarang." tegas Kala. Mereka ini sudah dewasa dan umurnya bukan yang kecil lagi. Pandangan mereka hanya pernikahan dan rumah tangga. Tidak ada yang lain.

"Bukan karena banyak hal yang saya sembunyikan. Semua ini tidak ada hubungannya dengan putusan tentang pernikahan." balas Hadden tak kalah tegas.

"Terus apa? aku nggak mau punya pasangan yang apa apa sembunyikan seperti itu. Kalau kamu mau sembunyikan hal hal yang mengganggu silahkan simpan sendiri tapi jangan sama aku." balas Kala. Dia bukan tipe perempuan yang santai saja kalau suami banyak diam. Kala tipe perempuan yang maunya semua hal yang dihadapi pasangannya itu tau dan ikut merasakan. Kemudian mereka cari bareng penyelesaiannya.

"Saya tidak terbiasa menceritakan hal hal seperti itu sejak saya SMA. Akan saya perbaiki semuanya saat sama kamu." ucap Hadden pelan.

"Makanya sekarang sudah sama aku ceritain, aku itu mau tanya takut kamu nggak nyaman. Tapi kalau aku diem aja juga lebih nggak nyaman."

"Iya. Saya harap ini jadi kali terakhir saya cerita tentang permasalahan ini. Kedepannya saya harap tidak akan pernah membahas ini dan saya tutup rapat." ucap Hadden mengawang. Hampir dia memulai pembicaraan sebelum pintu mobilnya diketuk dan Pandu disana membawa 2 cup besar es jeruk.

"Mas, nanti telfon saya kalau sudah selesai. Saya cuma disana." ucap Pandu.

"Iya om."

"Ini kamu." Hadden memberikan es jeruk Kala yang ada tanda sachet gula yang diplaster di tutup esnya. Kreatif dengan harapan pembeli tidak akan tertukar pesanannya seperti itu.

"Masa lalu itu jadi pembelajaran, kalau ditutup sekarang apa yang akan kita ambil dari hal yang sudah lalu? perjalanan hidup itu penuh dengan pelajaran." ucap Kala sudah tenang setelah meminum es jeruknya. Benar ternyata hal ini bisa mengurai pening kepala.

"Memang. Tapi keputusan saya tetap setelah kamu tau, saya tidak akan pernah bahas hal ini lagi. Keluarga mama saya yang terkenal dengan nama Tacenda itu tidak seharmonis yang ditampilkan di publik. Bahkan saya rasa keluarga dengan hal paling aib ada didalam Tacenda. Sepasang orang tua tadi adalah orang yang mungkin bisa saya bilang pemberi luka terhebat. Orang yang memberikan saya pelajaran hidup paling keras waktu itu. Bahkan setelahnya saya tidak pernah merasa ujian atau pelajaran hidup lebih berat daripada itu. Ditempat berkonflik pun saya tidak pernah merasakan ketakutan atau berat menjalani." jelas Hadden pelan dan sesekali mengambil nafas berat. Kala hanya bisa mengelus tangan Hadden yang menggenggam erat pegangan kursi.

Love Of CadencyTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang