16. Twins

925 277 30
                                    

Jaemin mengernyit kala merasa usapan pada rambutnya, ia dengan perlahan membuka matanya, "Haechan?"

Usapan di kepalanya spontan berhenti, lelaki itu mengerjap, menatap Jaemin lekat dengan sorot rumit.

"J-jeno?"

Jaemin seketika teringat kala ia masuk ke ruang rawat Jeno dan tidur dalam posisi duduk di kursi di samping ranjang rumah sakit sang kembaran. Ah, Jaemin lupa..

Jeno tersenyum dengan wajah penuh rasa bersalah, menatap lekat wajah Jaemin yang untung nya tak terluka sedikitpun.

"Maaf, maafin gue, Jaem."

Jaemin terkekeh, "Apaan sih Jen, jangan ngomong dulu ah, nanti lo makin sakit. Lo haus? Mau gue ambilin minum?"

Jeno menggeleng, "Peluk kek, gue kangen sama lo!"

Senyum geli Jaemin terbit, "Aduh abang, rindu dedek nana yaa? Sini sini dedek peluk--"

"Monyet lo Jaem!" seru Jeno geli.

"Iya, dan lo kembaran monyet kalau gitu!" sahut Jaemin tak mau kalah.

"Mau gue peluk gak?!" Jaemin melotot kesal.

Jeno merentangkan kedua tangannya, abai pada rasa sakit yang terasa saat ia memaksa mengangkat tangan, ia hanya ingin memeluk saudaranya itu, "Peluk lah, hampir mati gue ngerinduin lo."

"Lebay! Tapi gue juga rindu sama lo."

Jaemin menyembunyikan wajah nya di bahu Jeno, "Gue--takut banget, gak ada lo, gak ada mama, gue gak tau harus meluk siapa tiap takut, gue gak tau harus nangis ke siapa, gue bener bener takut."

Jeno mengusap rambut Jaemin lembut, "Maaf, gue gak bakal biarin lo dalam bahaya lagi. Maafin gue, sekarang lo aman, lo sama gue, lo bisa nangis ke gue, jangan takut, gue gak bakal biarin lo jauh dari gue lagi, lo aman sekarang."

"Gue aman?"

"Iya."

"Gue gak bakal di sekap lagi?"

"Gak, gue aja yang sekap lo di rumah gimana? Gue buatin indomie tiap malam."

"Mati dong gue! Masa indomie tiap malam!"

"Yaudah, gue gorengin telur ceplok juga."

"Emang paling bener gue yang masak aja, Jen."

Tawa Jeno mengudara, "Tapi gue janji, gue bakal lindungin lo. Gue gak bakal biarin musuh gue deket deket sama lo, gue bakal jagain lo selalu, gue bakal pastiin lo aman."

"Termasuk dari Haechan?" lirih Jaemin nyaris tak terdengar.

Raut wajah Jeno seketika berubah, "Jaem, kalau lo sampai nanya gini--sebenernya lo di apain sama Haechan? Lo di pukul? Di kurung?"

Jaemin melepas pelukannya, membiarkan raut wajah kacau nya di lihat Jeno, tangannya menggenggam tangan Jeno erat.

"H-haechan bilang, kalau--g-gue berani pergi--" Jaemin meneguk ludah nya kasar, kembali di telan rasa takut.

"..dia bakal ngerantai gue," sambung Jaemin gemetar, tangannya lagi lagi memegang lehernya sendiri.

"Haechan sialan!"

Jeno berusaha beranjak bangun dan kembali memeluk Jaemin, "Enggak, gak bakal, jangan takut. Gue gak bakal biarin itu terjadi."

Nafas Jaemin menderu tak teratur, "G-gi-gimana kalau leher gue--"

"Gak bakal, gue ada disini, percaya sama gue, gue gak bakal biarin lo jauh dari gue, jangan takut, jangan takut."

Jaemin menarik diri, lagi lagi terlihat seolah berusaha melepas sesuatu di lehernya yang jelas jelas tak ada apa apa, "Jeno, gue--gak bisa nafas.."

Kamu telah mencapai bab terakhir yang dipublikasikan.

⏰ Terakhir diperbarui: 4 days ago ⏰

Tambahkan cerita ini ke Perpustakaan untuk mendapatkan notifikasi saat ada bab baru!

Let Me GoTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang