Ned mendorong pintu kayu di hadapannya dengan hati-hati. Khawatir orang di dalam kamar sedang dalam keadaan terlelap dan terganggu jika ia menimbulkan bunyi berisik. Namun walau begitu, pintu tersebut tetap menimbulkan derit yang tidak nyaman untuk di dengar, dan sangat mengganggunya.
"Kau kembali?"
Ned terkejut. Begitu terkejut hingga pegangannya pada gagang pintu mengerat, mengakibatkan gagang kayu itu melengkung secara tidak wajar. Namun anehnya, tidak ada sedikitpun perubahan pada ekspresi wajahnya. Selain perubahan suasana hatinya yang kini berdebar-debar tak keruan.
Suara seorang laki-laki yang tidak terlalu rendah maupun tinggi berputar berulang-ulang di kepalanya. Suara yang bercampur dengan perasaan ketidakpedulian, yang entah bagaimana membuatnya merasa begitu aman. Membiarkannya menutup mata sebentar untuk memilah dan menyimpannya baik-baik di dalam otak.
Tanpa sadar sudut bibir Ned naik ketika ia membuka matanya dan mengetahui bahwa Felix masih terjaga.
Sedangkan Felix yang duduk di atas karpet di depan perapian memutar bola matanya jengah ketika menyadari bahwa Ned sibuk dengan pikirannya lagi. "Selamat datang," sambutnya sederhana, lalu kembali fokus pada helaian rambut yang sedang ia tanam pada kepala sebuah boneka manusia kain kecil yang telah setengah jadi.
Beberapa menit dalam keheningan, Felix sepenuhnya mengabaikan Ned yang kini memperhatikannya.
Ia memperhatikan jarum dan boneka yang bergerak di bawah kendali Felix, kemudian beralih ke kain yang ia bawa di tangannya. "Aku mendapatkan jenis kain baru," katanya. "Karena kupikir Rue tidak akan cukup hanya dengan satu pakaian."
"Oh? Bagus." Felix merespon singkat, melirik benda di tangan Ned sebelum menyadari hal lain, "memilih warna putih adalah hal yang berani, kau tahu?" katanya dengan nada mengejek. Tanpa sadar menatap mata Ned, yang ternyata memantulkan penampilannya yang kacau dan berantakan.
Menampakkan penampilannya dengan rambut putih pendek yang tidak tertata rapi, lingkar biru tua di bawah mata, dan beberapa goresan permanen di wajahnya.
"..."
Selagi mendengarkan Felix berbicara, salah satu tangan Ned bergerak menutup pintu di belakang badannya. Menyisakan mereka berdua di dalam ruangan remang-remang yang hanya diterangi oleh cahaya dari perapian.
"Tidak masalah, Merveille. Aku punya warna hitam sebagai penggantinya."
🥀
Dua hari terlewat tanpa disadari. Dua hari, empat puluh delapan jam, dua ribu delapan ratus delapan puluh menit, dan seratus tujuh puluh dua ribu delapan ratus detik.
Dan Ned. Masih. Belum. Melihat. Sahabatnya.
"Bagaimana perasaanmu sekarang, Ned?" Di ruang kerja ayahnya, Ned hanya berdiri diam menghadap sang kepala keluarga Derionell. Menatap wajah memuakkan pria di hadapannya dan tak dapat menahan perasaan mendidih di sekujur pembuluh darahnya.
Orang ini seharusnya bukan apa-apa. Selain menyandang status sah sebagai orang tuanya secara biologis, orang ini bukan apa-apa untuknya.
Jika itu dia yang dulu, Ned mungkin masih akan menoleransi bajingan yang satu ini. Tapi sekarang, bahkan mempertimbangkan untuk bersikap sopan pun tak lagi terbesit dikepalanya.
Jadi, yang dia lakukan saat ini adalah mengabaikan pertanyaan pria itu dan mulai menegosiasikan kebutuhannya.
Memprioritaskan kebutuhannya adalah hal terpenting saat ini.
KAMU SEDANG MEMBACA
The Terrible Lonely Prince
FantasiFelix Hellisseu, pangeran kedua yang berpenampilan mengerikan itu terlahir kembali setelah mati di tangan pemberontak yang dipimpin oleh mantan sahabatnya. Terkapar mengenaskan, sendirian, dan di tempat asing yang tak satupun orang akan menolongnya...