Prolog

240 25 0
                                    

Sutsujin menatap nanar teman-temannya. Ia tidak percaya. Teman-temannya kini seolah menyalahkannya semua.

"Jadi, kalian mau gue yang pergi?" tanya Sutsujin. Ia menatap teman-temannya yang ada di hadapannya ini satu persatu.

"Udah dua kali tim kita ngga lolos Playoff karena ada lo, Jin." kini, salah satu temannya berbicara, membuat Sutsujin tertawa miris.

"Setelah gue pikir, emang bener. Dua kali kehadiran lo di tim ini, dua kali juga tim ini ngga berhasil. Emang kayaknya lo masalahnya disini, Jin." lanjutnya lagu. "Gue yakin setelah lo keluar, tim ini akan lebih baik."

"Jadi, sekarang semua salah gue?" tanya Sutsujin. Suaranya sedikit bergetar, dan matanya berkaca-kaca. Teman-temannya hanya diam, sebelum akhirnya salah satu dari mereka kembali berbicara.

"Iya. Semua salah lo." ucapnya. "Manajemen juga udah bilang, mereka akan buang lo. Lo ngga bakal ada di sini lagi. Ngga usah pura-pura sedih, Thur. Lo itu emang bencana. Terima aja."

Menurut Sutsujin, kata-kata itu terlalu jahat. Ia masih ingin bertahan disini, tapi kalau semua orang memintanya untuk pergi, lantas apa gunanya dia berdiri disini?

Sutsujin sudah tidak bisa lagi menahan air matanya. Ia berbalik, meninggalkan teman-temannya dengan air mata yang membasahi wajah. Teman-temannya di sana tidak bergerak, seolah memang mereka menginginkan Sutsujin untuk pergi segera.

Setelah semua, akhirnya ialah yang disalahkan. Tapi, semua yang dikatakan oleh teman-temannya itu mungkin benar. Mungkin Sutsujin adalah kutukan, dan seperti kata mereka, ia adalah bencana.

Tapi Sutsujin rasa, itu semua terlalu jahat. Dibuang? Bahkan oleh teman-temannya sendiri, setelah ia berjuang mati-matian untuk timnya. Setelah semua rasa percayanya pada timnya.

Namun, mereka malah membuangnya dan lemparan keras itu, menciptakan luka besar dalam hatinya.

***

trust.Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang