06: Hopes

173 31 3
                                    

Hari ini adalah pertandingan perdana RRQ di MPL dengan roster baru mereka. Semua orang tentu saja gugup, apalagi lawan mereka adalah EVOS yang season lalu baru saja berhasil meraih gelar runner-up.

Namun, rasa gugup Sutsujin seolah berjumlah dua kali lipat dari yang lain. Meskipun roster EVOS di season ini mendatangkan player baru, dimana teman-teman lamanya tidak lagi tampil, Sutsujin tetap merasa harus memberikan pembuktian pada tim lamanya itu. Kata Idok, cukup memberikan permainan terbaik. Tapi, siapa juga yang menolak kemenangan?

Di ruang tunggu, Skylar dan Dyren seperti biasa adalah yang paling berisik, sambil Hazle sesekali mengikuti jejak mereka. Idok dan Rinz duduk sambil tertawa melihat tingkah tiga orang itu yang tiada habisnya, sementara Sutsujin sibuk melihat layar televisi di ruangan yang menampilkan suasana venue.

Rinz menyadari tatapan aneh Sutsujin. Entah kenapa, Rinz merasa tatapan itu seperti tatapan yang menunjukkan... kegelisahan?

"Nervous, Ko?" tanya Rinz sambil menyenggol lengan Sutsujin yang duduk di sebelahnya. Sutsujin menoleh sebentar, kemudian menggelengkan kepalanya.

"Engga." ucap Sutsujin. Rinz tersenyum. Padahal, terlihat jelas.

"Aman aja, Ko. Kalau main kayak waktu scrim, yakin gue, kita bisa kalahin mereka." ucap Rinz. "Eh tapi sebenarnya menang juga bonus aja sih, soalnya kita tahu kan gimana kuatnya EVOS season lalu. Mereka pakai roster yang sama."

"Kenapa menang bonus? Emang lo ngga mau menang?" tanya Sutsujin. Rinz tertawa kecil mendengar pertanyaan aneh Sutsujin.

"Ya mau lah. Siapa yang ngga mau menang, coba?" ucap Rinz. Sutsujin mengernyit.

"Terus, maksudnya lo ngga pede lawan mereka?" tanya Sutsujin. Rinz menggeleng, sebelum kembali bersuara.

"Bukannya ngga pede." ucap Rinz. "Cuma emang ngga bisa dipungkiri, Thur. Mereka itu kuat, dan kita, bahkan terbentuk belum sampai satu bulan. Ibaratnya, mereka udah hampir sampai garis finish, kita baru aja lari dari garis start."

"Mungkin orang-orang kebanyakan bosen ketika denger 'percaya proses', tapi memang itu yang bisa kita harapkan sekarang, Thur." ucap Rinz.

"Nervous boleh aja sih, karena gue juga. Banget malah." Rinz melanjutkan. "Tapi, jangan terbebani. Semua lawan sama aja. Mau itu mantan tim lo, mantan tim gue, mantan timnya Dyren, mantan tim Praba, tim siapa aja dah pokoknya. Mereka sama semua. Kita cuma perlu main bagus, ngga perlu buktiin apa-apa ke siapapun." lanjutnya.

Sutusjin menatap Rinz, sebelum melemparkan sebuah pertanyaan. "Lo dan Idok udah temenan berapa lama?" tanyanya tiba-tiba. Rinz tertawa mendengar pertanyaan mendadak Sutsujin yang terdengar aneh, namun ia tetap menjawabnya.

"Berapa ya... Dua tahun kayaknya? Atau lebih, ya? Gue lupa." ucap Rinz. "Emang kenapa?" tanyanya.

"Omongan lo dan Idok persis banget." jawab Sutsujin. Rinz tersenyum, kemudian melipat tangannya di dada.

"Dia jadi begitu gara-gara bergaul sama gue." ucap Rinz. "Kalau lo main sama gue, lo bakal jadi orang keren juga, kayak Idok."

"Jadi, menurut lo, gue keren?" tanya Idok tiba-tiba. Idok yang duduk di sebelah Rinz, tampaknya mendengar semua percakapan Rinz dan Sutsujin.

"Iya. Karena gue." ucap Rinz, membuat Idok memutar bola matanya malas.

"Tuh, ingat, Thur. Udah dua orang bilang jangan ke-pressure lawan mantan tim. Main yang bagus aja! Percaya sama skill lo." ucap Idok.

trust.Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang