Pagi itu, Adel melangkah memasuki kampusnya dengan semangat yang memancar dari wajahnya. Wajahnya berseri-seri, dan senyum tak pernah lepas dari bibirnya. Ada sesuatu yang berbeda pada diri Adel hari ini, bukan hanya karena cincin cantik yang melingkar di jari manisnya, tetapi juga karena kebahagiaan yang terpancar dari matanya. Pertunangan dengan Zean telah membawa warna baru dalam hidupnya. Setiap kali ia menatap cincin itu, kenangan manis saat Zean melamarnya kembali membayang, membuat hatinya berbunga-bunga.
Saat ia tiba di kelas, teman-temannya langsung menyambutnya, namun perhatian mereka segera tertuju pada cincin di jari tangannya. Muthe, salah satu sahabatnya, langsung menyadari hal itu. "Del! Itu cincin baru ya?" tanyanya, membuat semua mata kini tertuju pada Adel.
Adel hanya tersenyum, namun, saat teman-temannya terus mendesak, ia tak bisa menahan diri lagi. "Iya, aku... aku baru aja tunangan!" ucapnya dengan mata berbinar.
Serentak, suara heboh dan kaget terdengar dari teman-temannya. Mereka berebutan mengucapkan selamat, memuji cincin di jarinya, dan tentunya menanyakan siapa sosok beruntung itu. Adel tertawa kecil sambil menjawab beberapa pertanyaan, lalu bercerita tentang Zean, tunangannya, membuat teman-temannya semakin kagum dan ikut terpesona. Mereka tampak terkesima, tak menyangka bahwa sosok yang mereka kenal sebagai CEO ternama itu adalah tunangan Adel.
Setelah selesai dengan beberapa kelas di pagi hari, Adel merasa lapar dan memutuskan untuk pergi ke kantin kampus. Ia memilih tempat duduk dekat jendela, menikmati suasana sambil menunggu pesanannya datang. Sambil menunggu, sesekali ia melirik cincin di jari manisnya, senyum kecil muncul di bibirnya saat mengingat pertunangannya dengan Zean.
Tak lama kemudian, Chiko, dosennya, juga berada di kantin dan secara tak sengaja melihat Adel. Awalnya ia hanya hendak menyapa seperti biasa, tapi ketika mendekat, matanya tertuju pada cincin di jari Adel. Rasa terkejut muncul di wajah Chiko, namun ia berusaha tetap bersikap biasa.
"Adel" sapanya, mencoba tersenyum. "Tumben makan sendirian di sini?"
Adel tersenyum melihat Chiko dan langsung menpersilahkan dosennya untuk duduk. "Iya pak. Lagi nggak sama teman-teman, lagi ada kelas mereka, jadi saya sendirian kali ini" jawabnya, lalu menatap Chiko yang tampak memperhatikan sesuatu di tangannya.
Chiko memperhatikan cincin di jari manis Adel dengan pandangan sedikit terkejut, ekspresi yang tak bisa ia sembunyikan meski berusaha. Ia tidak menyangka bahwa suatu hari ia akan melihat Adel memakai cincin di sana. Melihat tatapan penasaran Chiko yang terarah pada jarinya, Adel menyadari bahwa ia tidak bisa menyembunyikan kabar baik ini lebih lama lagi.
"Oh iya pak" Adel berkata sambil tersenyum kecil dan mengangkat sedikit tangannya, memperlihatkan cincin yang melingkar indah di jari manisnya. "Saya... baru aja tunangan!"
Chiko terlihat tersentak kecil, tapi ia cepat tersenyum. "Oh... selamat ya Adel! Itu... kabar yang luar biasa!" ucapnya, walau terdengar sedikit berat. Ia berusaha untuk memasang ekspresi bahagia, dan memang, di satu sisi ia merasa senang untuk Adel. Namun, di sisi lain ada perasaan kehilangan yang muncul tanpa ia sadari.
Adel mengangguk dengan senyum lebar, tampak begitu bahagia. "Iya, pak. Saya juga nggak nyangka, semuanya terjadi begitu cepat" katanya dengan binar di mata.
Chiko mengangguk perlahan, masih berusaha memproses kabar yang baru saja ia dengar. Dalam hati, ia mencoba menenangkan diri.
Sambil tersenyum, Adel melanjutkan, "Pak Chiko ingat nggak waktu saya kesasar di acara amal itu pak? Yang saya sempat cerita tentang orang yang saya temui lagi saat nyari pak Chiko di acara amal itu?"
Chiko mengangguk, teringat obrolan mereka waktu itu. "Iya, kamu cerita soal pak Zean, kan?"
Adel tersenyum malu-malu, terlihat semangat mengenang momen tersebut. "Iya! Nah, ternyata kak Zean melamar saya yang ujungnya sekarang jadi tunangan saya pak" ucapnya sambil menahan tawa kecil.
Chiko tersenyum, meski dalam hatinya ada sedikit rasa yang sulit ia jelaskan. Ternyata, pria yang dulu diceritakan Adel sebagai 'CEO yang nggak sengaja ketemu' itu adalah tunangannya sekarang.
"Pak Zean... CEO ternama itu ya?" Chiko bertanya untuk memastikan.
Adel mengangguk dengan semangat. "Iya, pak. Semuanya terasa begitu cepat, tapi saya merasa kak Zean benar-benar orang yang tepat. Sejak pertama kali kami bertemu lagi, kami mulai sering ngobrol dan akhirnya ya, kami semakin dekat. Dia nggak cuma perhatian, tapi dia juga selalu ada buat saya"
Chiko menatap Adel dengan senyum yang tulus meski ada kegetiran di hatinya. "Kamu kelihatan bahagia Del, dan itu yang paling penting" katanya dengan nada yang lembut.
Adel mengangguk antusias, menatap Chiko dengan wajah yang penuh kebahagiaan. "Saya benar-benar bahagia, pak. Rasanya seperti mimpi. Saya nggak nyangka akan menemukan seseorang yang bisa begitu spesial buat saya. Dia selalu membuat saya merasa dihargai dan dicintai."
Chiko menelan ludah, mencoba menahan perasaan yang tak sempat ia utarakan selama ini. Ia menyadari bahwa selama ini ia selalu mengagumi Adel, baik sebagai mahasiswinya maupun sebagai tambatan hati yang selalu membawa keceriaan. Namun, melihat Adel sebahagia ini, ia tidak ingin mengganggu kebahagiaan yang sudah ia temukan. Adel pantas mendapatkan yang terbaik, dan jika pria itu adalah Zean, maka ia harus menerima kenyataan ini dengan lapang dada.
Dengan suara yang bergetar, Chiko berkata, "Saya seneng banget buat kamu Del. Kamu emang pantas dapat kebahagiaan kayak gini."
Adel tersenyum lebar dan berterima kasih kepada Chiko atas ucapan selamatnya. Ia tidak menyangka bahwa hubungannya dengan Zean akan membawanya pada perasaan yang begitu mendalam. Cincin yang sekarang melingkar di jarinya adalah bukti nyata dari komitmen mereka, dan ia merasa bahwa kehidupannya mulai menemukan arah baru yang lebih indah.
Chiko menatap cincin itu sekali lagi, kini dengan perasaan yang sedikit lebih tenang. "Cincin itu cantik sekali Del, cocok banget di jari kamu" ucapnya sambil mengangguk.
Adel tersipu. "Iya pak. Kak Zean yang pilih sendiri. Awalnya saya sempet ragu buat tunangan karena masih kuliah, tapi... kak Zean selalu bikin saya yakin kalau dia adalah orang yang tepat."
Chiko mengangguk dengan senyum tulus. "Ya, saya bisa lihat kalau kamu yakin. Kalau gitu, saya cuma bisa doain semoga kalian selalu bahagia."
Adel tersenyum penuh syukur. "Makasih, pak Chiko. Doa bapak berarti banget buat saya"
Setelah itu, mereka menghabiskan waktu berbincang ringan tentang topik lain, seakan mencoba mengalihkan perhatian dari topik pertunangan tadi. Chiko dengan tulus mendengarkan setiap cerita Adel, meski sesekali ia harus menenangkan dirinya. Ia tahu bahwa Adel berhak mendapatkan kebahagiaan dan dirinya harus bisa menerima ini dengan ikhlas.
Saat percakapan mereka berlanjut, Chiko mulai merasa bahwa sudah waktunya untuk benar-benar melupakan perasaan yang dulu mungkin pernah ia miliki untuk Adel. Sebagai dosen dan teman, ia ingin selalu mendukung kebahagiaan Adel, bahkan jika itu berarti ia harus mengikhlaskan kehadiran pria lain dalam hidupnya.
Bagi Chiko, pertemuan dengan Adel di kantin kampus itu menjadi momen penting bagi dirinya. Momen di mana ia tidak hanya mengikhlaskan Adel, tapi juga merasakan kelegaan karena melihat Adel bahagia. Terkadang, cinta tidak harus memiliki, kebahagiaan Adel adalah hal yang terpenting baginya, dan ia tahu bahwa cinta terkadang berarti merelakan.
Bagi Chiko, pertemuan itu mengajarkannya arti dari ketulusan. Melihat Adel bahagia sudah cukup baginya, dan ia akan selalu mendukung kebahagiaan itu.
***
Author : "NT Chiko..."
Chiko : "Kurang ajar author" *play Terpatah Terluka by Nabila Taqiyyah
![](https://img.wattpad.com/cover/384066332-288-k173503.jpg)
KAMU SEDANG MEMBACA
My Soulmate (ZeeDel) ✔
FanfictionDi balik kemegahan gedung kantor yang menjulang, ada satu sosok yang berdiri di puncak kesuksesannya, Zean Alvaro. Namanya dikenal sebagai CEO muda yang berprestasi, pemimpin yang disegani, dan figur yang dihormati. Di usia tiga puluh tahun, ia suda...