Part 24

494 68 0
                                    

Tak lama kemudian, anggota keluarga mereka yang lain tiba. Gracio, datang bersama Keenan, Cindy dan Christy. Wajah mereka semua dipenuhi kekhawatiran yang sama. Ketika mereka melihat Zean yang masih menangis di pelukan Shani, mereka tahu situasinya benar-benar serius.

"Bun, ada apa?" Gracio bertanya dengan nada cemas.

Shani menarik napas panjang, mencoba menjelaskan dengan tenang meski hatinya juga ikut gelisah. "Setelah melahirkan, kondisi Adel tiba-tiba menurun. Dokter langsung membawanya ke ruang darurat. Sampai sekarang, kita belum tahu apa yang sedang terjadi."

Gracio mengangguk, meski jelas terlihat bahwa kabar itu membuatnya semakin khawatir. Ia menatap Zean yang berjalan menuju kursi di sudut ruangan, wajahnya tertunduk, terlihat sangat terpukul.

Di sisi lain, Christy mulai menangis setelah mendengar penjelasan Shani. Ia merasa ketakutan, memikirkan kemungkinan buruk yang bisa terjadi pada sahabatnya. "Kenapa harus Adel, Bun? Kenapa?" Christy menangis terisak-isak, tubuhnya bergetar karena emosi yang tak tertahankan.

Cindy, langsung mendekat dan memeluk Christy dengan erat. "Tenang, Sayang. Kita harus percaya kalau Adel itu kuat." Cindy berkata dengan suara lembut, mencoba menenangkan Christy meski terlihat dirinya juga tidak tenang.

Christy mengangguk kecil di pelukan Cindy, meskipun air matanya masih mengalir deras. "Christy takut, Mah... Christy takut kalau Adel..."

"Jangan berpikir begitu. Kita semua di sini untuk Adel. Doakan yang terbaik untuk dia, ya?" Cindy mengelus punggung Christy.

Sementara itu, di sudut ruangan, Zean yang kini duduk sendiri di kursi terlihat benar-benar tenggelam dalam pikirannya. Kepalanya menunduk, kedua tangannya menggenggam erat lututnya, seolah-olah mencoba mencari pegangan di tengah rasa takutnya. 

Pikirannya penuh dengan rasa takut dan doa-doa yang tak henti-hentinya ia panjatkan untuk istrinya. Ia bahkan tidak merespons kehadiran ayahnya, yang hanya bisa berdiri dan memandang putranya dengan rasa iba.

Melihat kondisi Zean, Keenan tidak bisa tinggal diam. Ia berjalan mendekati Zean dan duduk di sebelahnya. "Zean..." Keenan memanggil pelan, suaranya berat.

Zean mengangkat wajahnya sedikit, matanya merah dan sembab. "Pah..." suaranya hampir tidak terdengar.

Keenan menepuk bahu Zean. "Papa tahu ini berat buat kamu, Nak. Tapi kamu harus tetap kuat. Adel dan anak-anakmu butuh kamu di sini."

Zean menunduk lagi, mengusap wajahnya dengan kasar, mencoba menahan air matanya. "Zean... Zean nggak tahu harus bagaimana, Pah. Kalau sesuatu terjadi dengan Adel... Zean nggak bisa..."

Keenan menarik napas panjang, berusaha memberi kekuatan pada menantunya. "Adel adalah putri papa, Zean. Papa tahu dia orang yang kuat. Kamu juga tahu itu. Percayalah, dia akan bertahan."

Gracio berjalan mendekat dan menepuk bahu Zean dengan lembut. "Kamu sudah melakukan segalanya, Nak. Sekarang biarkan dokter melakukan bagian mereka. Kamu harus percaya dengan istrimu, dia pasti kuat."

Zean hanya mengangguk kecil tanpa berkata apa-apa. Ia kembali menunduk, tubuhnya terasa berat oleh rasa bersalah dan ketakutan. Semua hal yang biasa ia kendalikan dengan mudah kini terasa sepenuhnya di luar jangkauannya.

Proses di dalam ruang darurat terasa sangat lama. Waktu berjalan lambat, seperti berhenti di setiap detiknya. Setiap suara langkah kaki perawat atau pintu yang terbuka membuat jantung Zean berdetak lebih cepat, berharap ada kabar baik, namun tetap saja tak ada seorang pun keluar untuk memberikan informasi.

Christy semakin tidak bisa menahan tangisnya. "Kenapa lama sekali, Bun? Christy takut..." Christy berkata di antara isakannya, wajahnya terkubur di pelukan Shani.

My Soulmate (ZeeDel) ✔Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang