Setelah momen hangat di ruang keluarga, mereka semua beranjak ke ruang makan untuk menikmati teh sore dan hidangan ringan yang telah disiapkan Shani. Obrolan berlanjut dengan candaan ringan dan cerita sehari-hari dari masing-masing anggota keluarga. Zean sesekali melirik ke arah Adel, tersenyum saat melihat tunangannya yang terlihat begitu akrab dan nyaman berbincang dengan keluarganya.
Christy, yang duduk di sebelah Adel, tiba-tiba berbisik pelan, "Del, aku seneng banget lho kamu akhirnya jadi bagian dari keluarga kita. Aku kan udah lama bilang ke Kak Zean kalau kamu itu yang terbaik buat dia."
Adel tersipu dan membalas bisikan Christy, "Makasih, Christy. Aku juga bersyukur banget bisa ada di sini"
Sore itu berlalu dengan begitu cepat, dan sebelum mereka sadar, waktu sudah mulai beranjak malam. Zean melihat jam di pergelangan tangannya dan menoleh ke arah Adel. "Del, kayaknya udah malem, nih. Kamu besok kan ada kelas pagi?"
Adel mengangguk. "Iya, Kak. Nggak kerasa udah malem aja."
Shani yang mendengar percakapan mereka, tersenyum ke arah Adel lalu berkata, "Adel, sering-sering aja main ke sini, ya. Kamu kan udah kayak anak sendiri di sini."
Adel tersenyum lebar dan mengangguk. "Iya Bun, pasti."
Setelah pamit, Zean dan Adel berangkat kembali, melewati jalanan yang mulai sepi di malam hari. Di dalam mobil, Zean mengemudikan mobilnya dengan tenang, namun pandangannya sesekali berpindah ke Adel yang duduk di sebelahnya. Mereka berdua terdiam untuk beberapa waktu, tenggelam dalam pikiran masing-masing.
Setelah beberapa saat, Zean memecah keheningan. "Del, tadi aku seneng banget ngeliat kamu akrab sama keluargaku. Mereka juga seneng banget kamu ada di sana."
Adel tersenyum. "Aku juga seneng banget bisa main lagi Kak. Aku ngerasa kayak di rumah sendiri."
Setibanya di depan rumah Adel, mereka duduk sejenak di mobil. Malam itu terasa tenang, hanya suara angin yang berhembus lembut menemani mereka. Zean tak ingin momen itu cepat berlalu, namun ia tahu bahwa Adel harus segera istirahat untuk menghadapi kelas paginya di besok hari.
Zean mengangguk pelan seakan yakin akan sesuatu dan kemudian mengeluarkan sebuah kotak kecil dari saku jasnya. Adel, yang melihat itu, sedikit terkejut dan penasaran.
"Ini buat kamu Del. Aku udah lama nyiapin ini, tapi nunggu momen yang pas buat ngasihnya ke kamu" ucap Zean sambil menyodorkan kotak tersebut ke Adel.
Adel membuka kotak itu perlahan dan melihat sebuah kalung dengan liontin kecil berbentuk hati. Mata Adel berbinar, dan ia tersenyum bahagia.
"Cantik banget Kak. Makasih banyak!" katanya penuh haru.
Zean tersenyum sambil mengusap kepala Adel dengan lembut. "Aku cuma pengen kamu tahu bahwa aku selalu di sini untuk kamu, dan aku akan selalu ada di sampingmu."
Adel menatap Zean, merasa hatinya penuh dengan perasaan hangat dan bahagia. Tanpa sadar, air matanya menetes karena terharu. Zean yang melihat itu segera meraih tangannya dan menggenggamnya dengan lembut.
"Eh, kok nangis sih? Aku nggak mau kamu nangis, harusnya kamu seneng" ucap Zean sambil tertawa pelan.
Adel tertawa kecil sambil mengusap air matanya. "Aku seneng, Kak. Cuma terharu aja. Makasih banget udah selalu ada buat aku."
Sebelum turun, ia memeluk Zean sebentar. "Makasih untuk hari ini Kak. Aku seneng banget."
Zean membalas pelukan itu. "Aku juga seneng, Del. Kamu hati-hati, ya."
"Justru kakak yang hati-hati, kan perjalanan kakak masih jauh" balas Adel
Zean tertawa mendengar Adel, "Haha iya iya Del kamu benar juga, sekarang masuklah. Jangan lupa istirahat ya, besok masih ada kelas pagi" kata Zean dengan lembut.
Setelah itu, Adel turun dari mobil dan melambaikan tangan pada Zean sebelum masuk ke dalam rumah. Zean menatapnya hingga pintu rumah Adel tertutup, lalu menghela napas panjang. Malam itu, ia merasa begitu bahagia dan bersyukur memiliki seseorang seperti Adel di hidupnya.
Keesokan paginya, Adel menjalani hari-harinya di kampus dengan lebih bersemangat. Setiap kali ia mengingat momen bersama Zean dan keluarganya, ia merasa hatinya dipenuhi kebahagiaan yang tak bisa diungkapkan dengan kata-kata. Teman-teman di kampus juga mulai menyadari perubahan pada diri Adel yang tampak semakin ceria dan antusias.
Di sela-sela jadwal kuliahnya, Adel sempat bertemu dengan Chiko di kantin. Saat itu, Chiko sedang duduk sendiri sambil membaca beberapa catatan. Melihat Adel datang, ia mengangkat wajahnya dan tersenyum.
"Eh, Adel! Sini duduk, kebetulan saya juga lagi istirahat," kata Chiko sambil menepuk kursi di sebelahnya.
Adel dengan senang hati duduk di sebelah Chiko. Mereka berbicara tentang berbagai hal, mulai dari tugas kuliah hingga cerita ringan sehari-hari. Chiko masih sesekali melontarkan candaan yang membuat Adel tertawa.
Chiko mencoba menahan perasaannya, meski hatinya terasa sedikit berat. Namun, ia tahu bahwa kebahagiaan Adel adalah yang paling penting baginya. Ia memaksakan senyum dan berkata, "Zean beruntung banget bisa dapat kamu, Del. Kamu orang yang baik dan pantas bahagia."
Adel menatap Chiko dengan penuh rasa terima kasih. Ia tidak menyadari sepenuhnya perasaan Chiko, namun ia merasa bahwa Chiko benar-benar tulus mendukungnya. "Makasih banyak, pak. Bapak juga orang yang baik pak, karena Pak Chiko juga udah banyak bantu saya selama ini."
Percakapan mereka berlanjut dengan obrolan yang lebih ringan. Adel menceritakan beberapa rencananya setelah lulus nanti, termasuk keinginannya untuk segera menikah dan memulai hidup baru bersama Zean. Sementara itu, Chiko mendengarkan dengan sabar, meski di dalam hatinya ia menyadari bahwa ia harus benar-benar merelakan Adel.
"Kamu harus bahagia del, mau dengan cara apapun asalkan bisa membuatmu bahagia, berarti keinginanku sudah terwujud" batin Chiko melihat Adel yang masih tersenyum
Setelah percakapan di kantin itu, Chiko merasa hatinya lebih tenang. Meski masih ada sedikit rasa kehilangan, ia merasa lega karena Adel akhirnya bahagia bersama orang yang ia cintai. Ia berjanji pada dirinya sendiri untuk selalu mendukung Adel, baik sebagai teman maupun sebagai dosen.
Di sisi lain, Adel menjalani harinya dengan penuh semangat, tanpa pernah tahu bahwa ia telah meninggalkan kesan yang mendalam di dalam hidup Chiko. Bagi Adel, Chiko adalah teman dan dosen yang baik, yang selalu mendukung dirinya di masa-masa yang sulit. Ia bersyukur memiliki seseorang seperti Chiko dalam hidupnya, dan berharap mereka bisa tetap berteman baik ke depannya.
Hari-hari di kampus pun berlalu dengan penuh kebahagiaan bagi Adel, sementara Chiko perlahan mulai mengikhlaskan perasaannya. Mereka berdua menjalani kehidupan mereka masing-masing, dengan harapan bahwa hubungan mereka akan tetap kuat dan bertahan di tengah perubahan yang terjadi dalam hidup mereka.
![](https://img.wattpad.com/cover/384066332-288-k173503.jpg)
KAMU SEDANG MEMBACA
My Soulmate (ZeeDel) ✔
ФанфикDi balik kemegahan gedung kantor yang menjulang, ada satu sosok yang berdiri di puncak kesuksesannya, Zean Alvaro. Namanya dikenal sebagai CEO muda yang berprestasi, pemimpin yang disegani, dan figur yang dihormati. Di usia tiga puluh tahun, ia suda...