"13"

385 19 0
                                    

Pagi pun tiba, Winera membuka matanya secara perlahan lahan. Saat penglihatan nya sudah tak lagi buram, Winera mengedarkan pandangannya ke sekeliling dan ia baru ingat kalau kamar yang ia tempati adalah kamar milik Ansa.

Winera baru tersadar jika ia sekarang sedang memakai selimut tanpa memakai baju karena perbuatan gila pria itu kemarin.

Winera berusaha bangun dari tidurnya, namun luka yang di buat oleh pria gila itu membuatnya kesakitan.

"Akhh sakitt." Sakit, sakit sekali rasanya. Luka sayatan yang bergesekan dengan kain selimut yang ia pakai membuat Winera kesakitan dan sulit bergerak.

Tidak menyerah sampai disitu, Winera pun mencoba menahan rasa sakit itu dan berusaha bangkit untuk duduk. Akhirnya setelah beberapa kali percobaan dengan menahan rasa sakit, Winera akhirnya bisa terduduk.

"Sakittt banget." Winera yang tidak tahan dengan rasa sakit itupun seketika menangis.

Rasanya Winera ingin sekali pergi dari rumah itu dan kembali kerumahnya. Tapi apakah dirinya bisa kabur dari pria gila itu?.

"Bundaa, Ayahh, kapan kalian pulang dan jemput Winera, Winera mau pulang, Winera ga mau disini." Ucap gadis itu ditengah tengah tangisannya.

"Percuma saja kamu punya pikiran seperti itu, aku ga akan biarin kamu kabur dari sini, bahkan orangtua kamu sendiri pun udah serahin kamu ke aku." Tekan pria itu dengan tersenyum smirk.

Ansa yang baru masuk ke kamarnya dan mendapati gadis itu tengah menangis pun hanya diam bersedekap dada memperhatikan dengan raut wajah datar andalannya.

"Jangan pernah bermimpi untuk pergi dariku sayang." Pria itu berjalan mendekati Winera yang sedang terduduk diatas kasur miliknya.

"Jahat!! Aku salah apa Ansa? Aku cuma masuk ke ruangan itu tanpa izin dan kamu sampai segininya ke aku?." Winera menatap pria itu dengan mata yang berkaca kaca menahan tangis.

"Karena ruangan itu milikku, dan bisa aja kan saat kamu masuk, kamu ngancurin ruangan itu." Ucap pria itu dengan suara datar.

"Jadi selama ini kamu mata matain aku tanpa sepengetahuan aku?." Winera yang teringat tentang foto fotonya yang berada di ruangan itu pun langsung bertanya kepada pria itu.

"Hmm, jadi kamu ga usah berharap kalau kamu bisa bohongin aku, karena aku tau semua apa yang kamu lakukan." Ujar pria itu dengan tangan yang mencengkram dagu Winera.

"Jawab perkataanku sayang." Tangan lelaki itu kini sudah berpindah menjambak rambut panjang milik Winera.

"Akhh sakittt, iyaa, iyaa Ansaa aku ga akan bohong ke kamu." Mau tidak mau Winera mengiyakan ucapan pria itu dari pada ia akan terus terusan di perlakukan kasar.

"Aku suka kalau gadisku jadi penurut." Tangan yang semula menjambak, kini berganti menjadi usapan lembut.

Winera hanya bisa menangis dalam diam dan tidak berani bersuara, bahkan untuk melakukan perlawanan terhadap pria itu pun, ia sudah tidak punya tenaga lagi.

"Sekarang waktunya untuk makan,kamu belum makan dari kemarin." Pria itu mengambil nampan yang berisi nasi dan lauk pauk.

"Aku ga laper Ansa." Winera menatap nampan itu dengan tidak selera. Siapa yang akan berselera makan jika diri sendiri saja sedang tidak baik baik saja.

"Jangan buat kesabaran aku habis sayang, pilih makan dari tangan aku, atau makan dari mulut aku." Ujar pria itu sambil tersenyum smirk.

"Aku bilang aku ga mau makan Ansa! Aku ga laper!." Entah mengapa secara refleks Winera membentak lelaki itu.

"Oh baiklah, itu berarti kamu pilih makan dari mulut aku." Ansa dengan gerakan cepat memasukan sendok yang berisi makanan itu ke dalam mulutnya, dan menarik tengkuk leher Winera lalu memasukkan makanan yang ada dalam mulutnya ke mulut Winera.

"Emhh." Erang Winera yang terkejut akan perlakuan tiba tiba dari pria itu.

Winera yang belum siap pun akhirnya kecolongan, gadis itu memberontak menggerakan kepalanya ke kanan dan ke kiri bahkan menutup rapat mulutnya agar makanan itu tidak bisa masuk, namun usahanya sia sia karena pria itu dengan sengaja menggigit bibir bawah gadis itu.

Setelah memastikan bahwa makanan itu sudah masuk kedalam mulut Winera, Ansa menjauhkan wajahnya dari wajah Winera.

"Telan, dan makan sayang, jangan membuatku marah." Ansa yang melihat Winera ingin melepehkan makanan yang ia berikan pun menatap tajam gadis itu.

Winera yang takut akan tatapan tajam itupun mau tidak mau mengunyah dan menelan makanan itu dengan ekspresi yang sulit diartikan.

"Gadis pintar." Ansa yang melihat Winera menuruti ucapannya pun tersenyum smirk.

"Ini namanya pelecehan Ansa!." Winera yang kesal diperlakukan seperti itu pun mengeluarkan unek-uneknya.

"Tidak ada yang namanya pelecehan bukan, jika itu untuk kebaikanmu sendiri." Ansa menatap remeh kearah Winera.

"Terserah!." Winera yang tidak tau harus menjawab apa pun memilih diam dan mengalihkan pandangannya.

"Jadi sekarang kamu masih memilih gamau makan? Oke." Ansa memasukan sendok yang berisi makanan lagi kedalam mulutnya bersiap untuk menarik tengkuk leher gadis itu.

"Nggak! Oke aku makan!, sini makanannya." Winera yang mendengar perkataan itu pun langsung menatap pria itu dan menggeleng cepat.

"Sudah aku bilang kan, aku yang suapin kamu." Tekan lelaki itu menatap tajam kearah Winera.

"Buka mulutmu." Ansa mengambil makanan itu dengan sendok lalu menyuapi gadis itu dengan telaten.

"Aku udah kenyang Ansa." Beberapa suapan telah Winera terima dan telah ia telan, dan sekarang adalah suapan yang ke dua belas, dan ia sudah merasa kenyang.

Ansa yang mendengar ucapan gadis itu pun menghentikan tangannya yang ingin menyuapi Winera, ia meletakkan piring bekas makanan tadi keatas nakas.

"Sekarang minum." Ujar pria itu sambil menyodorkan air putih ke Winera.

Winera yang sudah merasa haus pun menerima minum yang di sodorkan oleh lelaki itu hingga habis gak tersisa.

"Buka selimutnya." Perintah lelaki itu secara tiba tiba.

"Hah." Winera yang terkejut karena ucapan pria itupun, refleks mengeratkan selimut yang ia pakai untuk menutupi tubuhnya.

"Buka selimutnya, aku mau obatin luka kamu." Ansa yang melihat raut wajah kebingungan dari gadisnya pun menjelaskan maksud dari perkataannya.

"Buat apa kamu obatin, kalau kamu sendiri bakal lukain aku lagi." Ucap Winera dengan suara datar.

"Jangan melawan ku sayang." Ansa yang kesal pun langsung menghempaskan selimut itu ke lantai.

Winera yang syok pun berusaha menutupi tubuhnya yang hanya menggunakan bra dan hot pants dengan bantal bantal yang ada di kasur itu.

"Ini namanya pelecehan sialan!!." Winera yang tidak terima oleh perlakuan pria itu pun marah.

"Akhhh." Tiba tiba saja Ansa menekan luka itu punggung Winera dengan tangannya, dan tersenyum menyeringai.

"Aku tidak suka kalau gadisku berkata kasar." Pria itu pun semakin menekan luka yang ada di punggung Winera, membuat gadis itu menangis kesakitan.

"Akhh Sakitttt, sakitt Ansaa, iyaa Ansaa maaff, aku minta maaff." Winera yang merasa kesakitan pun berusaha meminta maaf agar pria itu berhenti menekan lukanya.

"Sekali lagi aku denger kamu ngomong kasar, abis kamu sayang." Pria itu kini mengobati luka luka yang ada di punggung Winera dengan telaten.

Winera yang tidak tahan akan rasa sakit itu pun ingin menjerit, namun ia lebih memilih menggigit bantal dan menahan rasa sakit itu.

"Kenapa aku jadi ngantuk banget gini." Namun ditengah tengah pengobatan itu entah mengapa kepalanya merasa pusing dan mengantuk, dan seketika Winera pingsan di pelukan pria itu.

"Karena aku sudah mencampur kan obat tidur ke air yang kamu minum sayang." Ansa yang melihat Winera pingsang pun tersenyum smirk.

Setelah mengatakan itu Ansa membaringkan tubuh kurus Winera dengan hati hati lalu mencium bibir gadis itu agak lama.

           ~ Selasa 12-November-2024 ~

jangan lupa klik bintang nya ❤️‍🔥⭐

His ObsessionTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang