Sang Pencuri Hati

19 7 2
                                    

بِسْمِ اللَّهِ الرَّحْمَنِ الرَّحِيْمِ

Rasa ini kian menusuk jiwa, dan seakan-akan jika ku biarkan dia akan mengambil akal sehatku

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.

Rasa ini kian menusuk jiwa, dan seakan-akan jika ku biarkan dia akan mengambil akal sehatku.

-Ameer Zaidan Al-Habibie-

°

🍂🍂🍂

Suara bersin terus menggema di seisi rumah, padahal Madeena masih berada di kamarnya. Namun, suara bersinnya dapat dengan jelas terdengar.

Di meja makan telah berkumpul satu keluarga untuk sarapan bersama, kala mendengar suara bersin yang kesekian kalinya dari kamar Madeena. Mereka mulai khawatir, terlebih lagi Madeena belum keluar dari kamar setelah melaksanakan sholat Shubuh berjama'ah tadi, padahal biasanya dia yang selalu semangat ketika pagi hari untuk menyiapkan sarapan bersama bundanya.

"Madeen dari tadi bersin-bersin bun, kayaknya dia kena flu," ucap Bilal.

"Iya bi, tadi waktu sholat Shubuh juga dia gak banyak bicara, juga sesekali bersin tapi gak sesering sekarang."

"Biar Adnan liat keatas ya," ucap Adnan yang dibalas anggukan oleh bunda dan abinya.

Setelah sampai di depan pintu kamar Madeena, Adnan kemudian mengetuknya pelan sembari memanggil nama adiknya.
"Dek, ayo sarapan."

"Buka pintu ny-" terdengar suara sedikit tidak jelas dari dalam kamar namun kalimatnya tidak selesai dan malah terpotong oleh bersin.

"Gak di kunci kok kak," ucap Madeena dari dalam kamar menyelesaikan kalimatnya yang terpotong tadi, dengan terbata.

Adnan pun membuka pintunya, dan tampaklah adiknya sekarang yang sedang berbaring dengan selimut yang menutupi seluruh tubuhnya, saat Adnan mendekat lagi-lagi Madeena bersin bahkan bukan hanya sekali tapi tiga kali sekaligus.

Semakin jelas oleh Adnan terlihat wajah adiknya sangatlah merah seperti tomat. Apalagi di bagian mata dan hidung nya.
"Innalillahi dek kamu sakit ya, kenapa gak bilang si dari tadi, untung nya bersin kamu kedengeran ke bawah, kalau enggak kakak gak akan ke kamar kamu."

"Iya kak aku tadi ma-" ucapannya kembali terpotong oleh bersin.

"Udah diem."

"Coba kakak lihat wajah kamu, merah bener kayak tomat tau," ucap Adnan masih bisa bercanda disaat Madeena sedang sakit.

"Ih kakak udah sana ah aku mau istirahat."
"Bentar-bentar," ucap Adnan sembari tangannya terulur hendak menyentuh kening adiknya.

"Astaghfirullah, panas banget dek, sekarang tunggu kakak ya, kamu tetep harus makan biar bisa minum obat," ucap Adnan khawatir.
"Hemm." Madeena hanya bergumam.

TAKDIRKU BERSAMAMUTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang