Beberapa hari ini Dara dan Caca menghabiskan waktu dirumah bersama keluarga mereka. Banyak kegiatan yang mereka lakukan bersama, mulai dari jalan-jalan, masak-masak, bermain game dan berbagai aktivitas outdoor seperti bermain golf, bulu tangkis, terkadang mereka juga berkreasi di taman rumah mereka.
Dan hari dimana mereka semua akan berlibur di villa pun tiba. Dengan antusiasme yang tinggi, saat ini mereka sedang mempersiapkan diri untuk perjalanan nanti.
"Udah pada siap belum?" Dari ruang tengah, suara sang bunda menggema. Dia sedikit melirik arloji yang dipakainya untuk memastikan pukul berapa sekarang.
"Otw Bun," jawab Jemy tak kalah keras dari kamarnya.
Tidak kunjung mendapatkan jawaban dari kedua putrinya, mau tak mau sang bunda pun berteriak memanggil mereka. "CACA! DARA!" Kaki kanan sang bunda pun bergerak gelisah, menunjukan bahwa dia sudah benar-benar tidak sabar untuk menunggu.
"Bun, coba pake toa. Suara kamu kurang keras," saran suaminya.
"Iyakah?" Dengan langkah cepat sang bunda mulai berjalan menuju dimana alat pengeras suara berada. Bukan toa yang dicari, melainkan sound system. Mic pun mulai dia sambungkan. "Cek cek, satu dua tiga." Setelah memastikan sound system bekerja dengan baik. Sang bunda pun mulai menarik napas kuat-kuat. "CACA!" teriaknya, badannya bahkan sampai membungkuk kedepan sebagai sebuah bentuk usahanya mengeluarkan suara yang keras.
Napas sang bunda pun menjadi tidak beraturan. Belum, ini belum selesai. "DARA!" lanjutnya berteriak.
Jangan tanyakan keadaan suaminya sekarang. Tadinya dia hanya bergurau perihal toa. Namun tidak di sangka-sangka, hasil kata-kata sarkas yang dia keluarkan, malah ditanggapi serius oleh sang istri. Setiap kali istrinya memanggil kedua putrinya mengenakan pengeras suara, dia dengan sigap membuka kedua telapak tangannya guna menutup kedua telinganya sendiri.
"BUNDA!" Dara ikutan berteriak, dengan sedikit berlari dia menghampiri bundanya. "Ini aku udah disini. Matiin mic nya." Dengan gerakan cepat Dara meraih mic dari tangan bundanya, lalu segera mematikan segala peralatan pengeras suara itu. Pagi-pagi sudah dibuat pusing saja. Apakah semua ibu-ibu di muka bumi ini sama saja? Suka berteriak dan tidak sabaran.
"Mana kakakmu?" tanya bundanya, tanpa memperdulikan aksi Dara sama sekali.
"Aku disini, Bun." Caca dengan wajah polosnya, menghampiri bundanya. "Udah jangan teriak-teriak. Maaf ya lama," lanjutnya sambil mengelus-elus pundak bundanya.
"Ga nyangka," ujar ayah mereka secara tiba-tiba. Kepalanya dia geleng-gelengkan, sebuah gerakan yang menunjukan bahwa dia benar-benar merasa heran. "Padahal kan ayah tadi cuma becanda." Tanganya memijat pelipisnya sendiri. Pagi-pagi sudah merasa pusing karena ulah istrinya. Padahal dirinya lah alasan utama sang istri berperilaku demikian.
"Bunda kaya monyet manggil kawanannya di hutan aja," gumam Jemy pelan. Dia tidak berani kalau berbicara terus terang. Akan kena hantam dia nanti, kalau sampai bundanya dengar.
Plak
Benar kan. Baru saja dibilang, bundanya sudah memukul kepala belakangnya dengan sekuat tenaga. Heran, apakah bundanya memiliki pendengaran super? Bagaimana bisa dia mendengar suara Jemy yang kelewat lirih itu?
"Bunda denger yaa!" Kedua mata sang bunda melotot tajam ke arah Jemy. "Cepetan! Bawa dua mobil, nanti pulang dari villa bunda mau bawa taneman," lanjutnya, lalu dia melangkah dengan langkah lebar sambil menyeret kopernya sendiri agar segera sampai dimana mobil berada.
Tangan Jemy ditarik paksa oleh ayahnya. Sang ayah tidak mau kena amuk sendirian nanti. Sudah pasti, kan? kalau dia akan menjadi supir istrinya. Nah.. dia perlu kawan sebagai tumbal rasa kesal istrinya yang tidak mungkin segera mereda itu.
KAMU SEDANG MEMBACA
SISTER (GxG)
RomanceHubungan segender saja sudah salah, apalagi ini. Sudah segender, sedarah pula. keduanya dikandung dalam rahim yang sama serta dari ayah yang sama. Namun seakan membutakan penglihatan serta menulikan rungu mereka, perasaan itu tetap ada.