Chapter 11 : Lunch date (maybe) ?

60 10 7
                                    

Sebut saja Mile seorang perfeksionis yang mengutamakan kenyamanan, mungkin hal itu pula yang membuatnya memilih Secret Wonderland, restoran yang begitu tenang, hampir terisolasi dari hiruk-pikuk Bangkok, letaknya tersembunyi di antara bangunan-ban...

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.

Sebut saja Mile seorang perfeksionis yang mengutamakan kenyamanan, mungkin hal itu pula yang membuatnya memilih Secret Wonderland, restoran yang begitu tenang, hampir terisolasi dari hiruk-pikuk Bangkok, letaknya tersembunyi di antara bangunan-bangunan tinggi, namun memiliki taman kecil yang asri di depan jendela besar yang menghadap langsung ke meja mereka. Restoran ini memberikan kesan intim, dan itu justru membuat Apo semakin merasa canggung. Di satu sisi, ia merasa dihargai karena Mile memilih tempat yang nyaman dan tidak ramai. Di sisi lain, keintiman ini mengingatkannya bahwa makan siang ini mungkin lebih dari sekadar pertemuan profesional.

"Aku nggak tahu kamu suka tempat yang tenang seperti ini," kata Apo, mencoba memulai percakapan sambil menyesap minumannya. Ia masih merasa sedikit gugup, terlebih setelah proyek majalah mereka yang baru saja selesai dibahas dengan begitu intens. Mile tersenyum kecil, memandang keluar jendela sebentar sebelum menjawab, "Aku butuh tempat seperti ini di tengah kesibukan. Kadang kita terlalu fokus sama kerjaan sampai lupa istirahat sejenak."

Apo mengangguk pelan. Di balik kesibukannya, Mile ternyata punya sisi lain yang jarang terlihat. Pria itu tampak selalu mengendalikan situasi, tenang, dan profesional. Namun, ada momen-momen seperti ini di mana Mile terasa lebih manusiawi, lebih dekat. Sesaat, mereka berdua tenggelam dalam keheningan, namun bukan keheningan yang canggung. Justru, ada semacam kenyamanan yang perlahan-lahan mulai muncul di antara mereka.

Apo mengambil napas dalam-dalam sebelum berbicara lagi, mencoba membebaskan pikirannya dari kegugupan. "Aku nggak tahu kenapa, tapi hari ini terasa beda. Aku sering diajak makan oleh klien, tapi suasananya nggak pernah kayak gini."

Mile mengangkat alis, matanya menatap Apo dengan tajam namun penuh perhatian. "Beda gimana?"

Apo tersenyum kecil, sedikit ragu sebelum menjawab, "Entahlah, mungkin karena kita sudah melewati banyak hal bersama dalam proyek ini. Rasanya seperti… lebih personal?
Mile tertawa kecil, nada suaranya lebih hangat dari biasanya. "Mungkin karena kita sudah menghabiskan begitu banyak waktu kerja bareng. Dan... mungkin ada hal lain yang membuat suasananya lebih personal."

Apo menatap Mile, merasa seakan ada sesuatu yang tak terucapkan di antara kata-kata itu. Sebelum ia sempat merespon, pelayan datang membawa makanan mereka. Suasana kembali mengalir santai, meski tetap ada ketegangan kecil yang tersisa di udara.

Saat mereka makan, percakapan mengalir lebih lancar. Mereka membahas banyak hal—pekerjaan, kehidupan pribadi, hingga sedikit candaan yang membuat keduanya tertawa. Sesekali Mile melempar komentar yang membuat Apo terdiam sejenak, karena dia mulai merasa bahwa ini lebih dari sekadar makan siang biasa. Mile tampak semakin
terbuka, tidak lagi menjaga jarak seperti biasanya. Tatapan mata pria itu semakin lama semakin sulit diabaikan.

Selesai makan, mereka keluar dari restoran dan berjalan menuju parkiran. Matahari sore yang hangat menambah suasana santai di antara mereka. Namun, ketika mereka berdua sedang berbincang santai, sebuah insiden kecil terjadi. Ketika Mile dengan santai mencoba menunjukkan sesuatu di ponselnya, tangan mereka secara tidak sengaja bersentuhan. Apo terkejut, dan dalam sepersekian detik, tanpa ia sadari, ia tersandung batu kecil di jalan setapak.

RUN TO YOUTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang