Chapter 9 : After the shoot

123 15 0
                                    

Apo melangkah masuk ke gedung The Roms Corp dengan sedikit perasaan gugup yang tak biasa. Meskipun ini bukan kali pertama dia datang ke sana, kali ini berbeda. Pertemuan kali ini dengan Mile dan tim kreatif bukan hanya untuk menyelesaikan sesi pemotretan, tetapi juga untuk memutuskan hasil foto mana saja yang akan direvisi lebih lanjut untuk proyek besar mereka. Segala sesuatu harus sempurna.

Setibanya di lantai atas, pintu ruang rapat terbuka, dan ia melihat Mile sudah berada di sana bersama beberapa anggota tim, termasuk Jon, Lila, dan Bas, yang tampak sibuk menyiapkan dokumen dan proyektor. Ruangan itu modern, bersih, dan minimalis, seperti cerminan dari perusahaan yang dipimpin Mile-efisien dan profesional.

Mile berdiri dari kursinya, mengangguk sambil tersenyum tipis. "Selamat datang, Apo."

Apo mengangguk balik, mengatur dirinya. "Terima kasih. Siap untuk melihat hasil foto CEO Tersandung Takdir?"

"Sangat siap & rupanya kamu masih terus terngiang dengan kecerobohan saya tempo lalu" jawab Mile dengan nada percaya diri, meskipun ada nada menggoda yang mengalir dalam suaranya.

Pertemuan dimulai dengan pembukaan oleh Jon, yang mengulas kembali jadwal produksi dan timeline percetakan. Semua orang tampak fokus, termasuk Apo, meskipun pikirannya sesekali terganggu oleh perasaan canggung yang aneh setiap kali pandangannya bersinggungan dengan Mile. Sejak sesi foto terakhir, ada sesuatu yang berubah dalam cara mereka berinteraksi, seolah-olah kesan profesionalisme yang tadinya tebal mulai terkikis oleh perasaan lain yang lebih pribadi-perasaan yang bahkan Apo sendiri tidak sepenuhnya siap untuk mengakui.

"Apo, kamu sudah cek file revisi terakhirnya?" tanya Lila, memecah lamunannya.

Apo mengangguk cepat, membenahi posisi duduknya dan membuka laptop. "Ya, sudah. Ada beberapa hal yang perlu disesuaikan di bagian layout, tapi secara keseluruhan sudah hampir sempurna."

Layar proyektor menyala, menampilkan desain halaman-halaman majalah yang mereka kerjakan selama berbulan-bulan. Hasil kerja keras tim kreatif dan sentuhan tangan Apo sebagai fotografer bersatu menjadi tampilan yang menarik dan elegan, sesuai dengan brand image perusahaan Mile.

"Ini halaman depan," Jon memulai presentasi. "Kita mempertahankan tema monokrom dengan sedikit aksen warna emas untuk memberi kesan mewah dan profesional."

Semua orang mengangguk setuju, termasuk Mile yang tampak sangat fokus menilai setiap detail yang disajikan. Ia selalu kritis, namun adil. "Bagus. Tapi aku ingin bagian header ini sedikit lebih bold. Jangan sampai kehilangan kesan premium."

Apo memperhatikan Mile dengan diam-diam. Dalam suasana seperti ini, Mile tampak sangat berbeda dari versi dirinya yang kocak dan ceria ketika di studio. Di ruang rapat ini, Mile adalah sosok CEO yang tegas, penuh kontrol, dan selalu menuntut kesempurnaan.

Setelah beberapa halaman diperlihatkan dan mendapat persetujuan, sampailah mereka pada halaman spread utama-hasil pemotretan yang dilakukan Apo dengan Mile sebagai model utama. Semua orang menunggu, terutama Apo, karena ini adalah bagian yang paling ia banggakan, tapi sekaligus yang paling membuatnya cemas. Ini adalah momen di mana semua kerja kerasnya akan diuji.

Layar menampilkan foto Mile yang diambil dalam suasana minimalis, dengan pencahayaan dramatis yang memusatkan perhatian pada dirinya. Foto itu menampilkan Mile dalam pose kasual namun elegan, menggambarkan sisi manusiawi sekaligus kepercayaan diri yang tak terbantahkan dari seorang CEO sukses.

 Foto itu menampilkan Mile dalam pose kasual namun elegan, menggambarkan sisi manusiawi sekaligus kepercayaan diri yang tak terbantahkan dari seorang CEO sukses

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.

"Apa pendapat kalian?" tanya Jon.

Keheningan sejenak mengisi ruangan sebelum Lila angkat bicara. "Jujur saja, ini luar biasa. Ini benar-benar menangkap esensi Mile sebagai pemimpin."

Bas mengangguk setuju. "Setuju. Ini powerful tapi tetap sophisticated."

Mile tersenyum tipis, memperhatikan foto dirinya yang terpampang besar di layar. "Aku setuju dengan mereka. Apo, kamu melakukan pekerjaan yang luar biasa."

Apo menahan napas sejenak, merasa lega mendengar pujian itu. "Terima kasih," ucapnya pelan.

Namun, di balik pujian tersebut, perasaan aneh kembali menghantui Apo. Di satu sisi, ia bangga dengan hasil kerjanya-ini mungkin salah satu karya terbaiknya. Tapi di sisi lain, ada sesuatu yang mengganjal. Mungkin itu karena jarak antara mereka yang tak lagi terasa profesional, atau mungkin karena setiap kali Mile memandangnya, ada tatapan yang lebih dalam dari sekadar seorang klien terhadap pekerjaannya.

Lila memutar kursi dan tersenyum menggoda. "Jadi, kapan kita cetak undangannya, nih? Foto-fotonya sudah kayak pre-wedding."

Tawa kecil terdengar dari seisi ruangan, tapi Apo hanya bisa menghela napas panjang. "Lila, jangan mulai lagi..."

Namun, Mile hanya tersenyum samar, tidak menampik lelucon itu. Sebaliknya, dia malah terlihat lebih rileks. "Mungkin mereka punya ide yang menarik, Apo. Siapa tahu?"

Apo tersentak, melihat ke arah Mile, mencoba membaca apakah ada keseriusan dalam ucapannya. Tapi sebelum dia bisa bertanya lebih jauh, Jon sudah kembali mengambil alih pembicaraan, mengarahkan fokus semua orang kembali pada detail teknis majalah.

Pertemuan berlanjut dengan diskusi mengenai final editing, di mana setiap halaman diperiksa dengan teliti. Satu per satu, revisi kecil dilakukan untuk memastikan semuanya sesuai dengan standar Mile. Apo dan timnya berusaha sebaik mungkin untuk menjaga konsistensi antara visi kreatif dan kebutuhan perusahaan.

Setelah hampir dua jam, akhirnya mereka mencapai kesimpulan akhir. Semua halaman telah disetujui, dan majalah itu siap untuk naik ke percetakan.

Mile berdiri, menyampaikan beberapa kata penutup. "Terima kasih untuk kerja keras kalian. Aku tahu proyek ini menuntut banyak waktu dan tenaga, tapi hasilnya sepadan. Aku bangga dengan apa yang kita capai bersama."

Semua orang tersenyum puas, merasa lega bahwa salah satu proyek besar ini akan segera selesai. Setelah percakapan ringan dan ucapan selamat, tim kreatif mulai membereskan alat-alat mereka, bersiap untuk pulang.

Apo, yang masih berada di dekat layar, memasukkan laptopnya ke dalam tas ketika Mile mendekat. "Apo," panggilnya dengan suara rendah. "Aku ingin bicara sebentar."

Apo menoleh, merasa jantungnya berdetak sedikit lebih cepat. "Tentu. Ada apa?"

Mile tersenyum kecil. "Terima kasih sudah bekerja keras untuk ini. Tapi aku juga ingin bilang... aku sangat menghargai kehadiranmu, bukan hanya sebagai fotografer, tapi juga sebagai seseorang yang bisa aku percayai."

Apo merasa bingung dan terkejut mendengar kata-kata itu, terutama dengan nada lembut yang disampaikan Mile. Dia menatap Mile, mencari tahu apa maksud di balik ucapan tersebut, tetapi tidak ada petunjuk lain yang terlihat.

"Tentu... Terima kasih juga untuk kepercayaannya, Mile," jawab Apo akhirnya, meski masih merasa sedikit canggung.

Mile hanya mengangguk sebelum beranjak pergi, meninggalkan Apo dengan perasaan tak menentu. Di satu sisi, proyek ini adalah sukses besar, tapi di sisi lain, ada sesuatu yang berkembang antara mereka-sesuatu yang tak bisa diabaikan.


Tbc.

RUN TO YOU - COMPLETED (END)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang