Apo hanya berniat melarikan diri sejenak dari hiruk pikuk kota setelah hari yang panjang dan melelahkan di studio. Udara hangat dan aroma kopi yang khas membuatnya merasa nyaman, hampir seolah-olah semua beban dunia di pundaknya hilang begitu saja. Namun, begitu ia melangkah masuk ke dalam kafe kecil itu, matanya langsung bertemu dengan seseorang yang tidak pernah ia duga akan ditemuinya lagi-Jesse, mantan tunangannya.
Jesse tampak terkejut, lalu tertawa kecil. "Apo?" sapanya lembut, seolah tidak ada yang pernah terjadi di antara mereka.
Apo berhenti di depan pintu, tertegun. Ini bukan kali pertama dia melihat seseorang dari masa lalunya, tapi dengan Jesse, rasanya berbeda. Kenangan lama kembali menghantamnya, seperti ombak yang tak bisa dibendung. Kenangan tentang hubungan mereka yang berakhir tiba-tiba, tentang alasan-alasan tak terucap yang membuatnya mundur. Tapi lebih dari itu, dia teringat betapa sulitnya dirinya untuk menjadi diri sendiri setiap kali bersama Jesse.
"Jesse..." ucapnya pelan, berusaha terdengar santai. Ia berjalan mendekat dengan langkah ragu, duduk di kursi di seberang Jesse. Tatapan Jesse masih sama-hangat dan penuh tanya. Senyum itu seharusnya menenangkan, namun bagi Apo, itu adalah pengingat akan masa-masa ketika ia merasa harus selalu menjadi sosok yang diinginkan orang lain.
"Kamu kelihatan... baik," lanjut Apo, mencoba membuka percakapan. Tapi di balik kata-katanya yang biasa, ada pergolakan batin yang sulit ia kendalikan. Di dalam pikirannya, ia kembali ke masa ketika dia dan Jesse hampir menikah. Tapi bukan hanya Jesse yang muncul dalam pikirannya. Ada enam tunangan lain sebelum Jesse, dan dengan mereka, semuanya sama.
"Aku baik," jawab Jesse sambil mengaduk kopinya. "Bagaimana dengan kamu?"
Apo tersenyum tipis. "Baik juga... Sibuk dengan pekerjaan."
Keheningan canggung mulai melingkupi mereka. Dalam kesunyian itu, ingatan-ingatan tentang masa lalunya bersama Jesse kembali bermunculan, membawa Apo pada kesadaran yang menyakitkan. Selama mereka bersama, dia tidak pernah bisa menjadi dirinya sendiri. Dia selalu merasa perlu berubah, menyesuaikan diri dengan ekspektasi Jesse-ekspektasi yang, meskipun tidak pernah diucapkan, selalu terasa. Dan bukan hanya dengan Jesse. Setiap mantan tunangannya yang lain juga membuatnya merasa seperti itu-harus menjadi sosok ideal yang diinginkan, bukan dirinya yang sesungguhnya.
Flashback
Dia teringat bagaimana setiap hubungan itu dimulai dengan penuh cinta, tapi lambat laun, ia merasa terkekang oleh harapan-harapan yang ditujukan kepadanya. Dengan Ron, dia harus menjadi sosok yang penuh perhatian, selalu ada untuk mendukung, meski sebenarnya dia merasa tercekik. Dengan Biel, ambisi kariernya membuat Apo merasa harus mengimbangi, padahal yang ia inginkan hanyalah kebebasan untuk mengekspresikan dirinya. Lalu Mok, yang menginginkan kesempurnaan dalam segala hal, membuat Apo merasa gagal ketika tidak bisa memenuhi standar yang diharapkannya.
Dan kemudian ada Jesse. Di awal, hubungan mereka terasa begitu alami, nyaris sempurna. Tapi seiring berjalannya waktu, Apo menyadari bahwa dia sedang memainkan peran yang tidak sesuai dengan dirinya. Jesse selalu menginginkan sosok pasangan yang stabil, mapan, dan siap berkomitmen. Dan Apo berusaha keras untuk menjadi itu-sampai pada akhirnya, dia merasa lelah menjadi orang lain. Saat itulah ia mundur, memutuskan hubungan yang sudah hampir menuju pernikahan.
"Aku nggak bisa melakukan ini, Jesse," kata Apo suatu malam, suaranya hampir berbisik, tapi tegas. "Aku nggak siap."
Jesse hanya terdiam saat itu, menatapnya dengan mata penuh luka dan kebingungan. Tidak ada teriakan, tidak ada tangisan, hanya keheningan yang menyakitkan. "Kenapa sekarang?" tanya Jesse, suaranya terdengar hampa. "Kita sudah begitu dekat..."
Apo tidak tahu bagaimana menjelaskan bahwa ia merasa terjebak. Bukan karena Jesse, tapi karena dirinya sendiri yang tidak pernah bisa benar-benar jujur tentang siapa dirinya dan apa yang ia inginkan. Dia takut, takut bahwa jika dia terus melangkah, dia akan kehilangan dirinya sepenuhnya.
Kembali ke Masa Kini
"Jadi, bagaimana hidupmu sekarang?" Jesse memecah keheningan, suaranya lembut namun terasa jauh.
Apo menghela napas, mencoba melepaskan beban kenangan itu. "Baik... sibuk dengan fotografi, ya tahu sendiri, pekerjaan."
Jesse tersenyum kecil. "Fotografi? Kamu masih mengejar passion kamu. Itu bagus."
Apo mengangguk, tapi dalam hatinya ia tahu bahwa ada sesuatu yang hilang. Selama ini ia terus berlari, mencoba mengejar apa yang dianggapnya sebagai kebebasan, tapi di saat yang sama, ia masih membawa beban masa lalu yang belum selesai. Kenangan tentang bagaimana ia selalu berusaha menjadi versi terbaik dari diri yang diinginkan orang lain, bukan dirinya yang sebenarnya, terus menghantui.
"Apa kamu bahagia sekarang?" tanya Apo tiba-tiba, tak bisa menahan pertanyaan itu lebih lama. Ada ketulusan dalam nadanya, tapi juga kebingungan yang tersirat.
Jesse tampak terkejut oleh pertanyaan itu. Ia terdiam sejenak sebelum akhirnya menjawab. "Aku bahagia, Apo. Aku sudah berdamai dengan apa yang terjadi di masa lalu. Hidupku mungkin tidak seperti yang kubayangkan dulu, tapi aku bahagia."
Jawaban itu menghantam Apo. Bukan karena Jesse telah move on, tapi karena Apo menyadari bahwa ia belum benar-benar berdamai dengan dirinya sendiri. Dia masih terjebak dalam perasaan bersalah dan kebingungan tentang siapa dia sebenarnya.
"Aku senang mendengarnya," ucap Apo dengan senyum kecil, meskipun hatinya terasa kosong. Dia tahu bahwa pertemuan ini bukan tentang membuka luka lama, tetapi tentang menerima bahwa beberapa hal memang tak bisa diubah.
Namun, di tengah percakapan mereka, Apo tak bisa menghilangkan perasaan bahwa dirinya selama ini hanyalah sebuah bayangan dari apa yang orang lain inginkan. Dengan Jesse, dengan mantan-mantannya yang lain, dia selalu berusaha menjadi sosok yang sempurna di mata mereka. Tapi siapa dirinya sebenarnya? Itu adalah pertanyaan yang belum bisa dijawabnya.
Saat mereka berpisah di depan kafe, Jesse tersenyum, "Aku harap kamu menemukan apa yang kamu cari, Apo."
Apo menatap Jesse yang perlahan menghilang di antara keramaian kota, meninggalkan perasaan yang bercampur aduk di hatinya. Mungkin, sudah waktunya bagi Apo untuk berhenti mencoba menjadi seseorang yang diinginkan orang lain, dan mulai menjadi dirinya sendiri. Tapi itu adalah perjalanan yang belum ia ketahui ujungnya.
Yang jelas, pertemuan ini telah membuka mata Apo bahwa bayangan masa lalunya tak pernah benar-benar hilang. Pertanyaan tentang siapa dirinya dan apa yang ia inginkan terus bergelayut di benaknya, menuntunnya menuju perjalanan yang tak terelakkan-perjalanan untuk menemukan dan menerima dirinya sendiri.
Tbc.
Hai.... semoga masih betah & suka dengan cerita ini ya.
God Bless All
![](https://img.wattpad.com/cover/364520130-288-k825748.jpg)
KAMU SEDANG MEMBACA
RUN TO YOU - COMPLETED (END)
Любовные романыApo Nattawin adalah seorang fotografer muda yang penuh semangat, sukses, dan berjiwa bebas. Namun, di balik pesonanya yang menarik, dia menyimpan label kontroversial: "The Wedding Angels of Death." Gelar ini tidak tanpa alasan; Apo telah berulang ka...