Harry membuka matanya dalam satu ketukan, dadanya naik turun bernafas dengan rakus. Memandang ke kanan dan kekiri, mulai menyadari bahwa dirinya tertidur di atas kursi belakang mobil yang tidak ia kenali. Ingatannya kembali pada beberapa saat lalu ketika Theodore mengangkat sebelah tangannya dan—Oh! Bajingan itu! Harry bersumpah akan menghajarnya saat bertemu lagi.
Harry mengalihkan netranya pada kursi pengemudi, surai pirang platinum menyapa manik hijaunya. Harry yakin pria ini pasti adalah pria yang sama dengan yang tadi, Harry sangat yakin! Surai platinum yang sangat membuat mata sakit ini pasti milik pria aneh itu.
"Puas mengagumiku, Harry?" Suara yang sama dengan suara pria menyebalkan tadi, Harry hanya mengalihkan pandangannya dan mencoba menganalisa dimana lokasi dirinya sekarang. Kanan dan kirinya di penuhi pepohonan seperti di dalam hutan, namun masih bisa ia rasakan mobil yang dirumpanginya berjalan di atas aspal.
"Turunkan aku" Ucap Harry tanpa basa-basi, ia harus segera pulang, Hermione menunggunya dirumah.
"Kenapa terburu-buru? Rongsok—ah maksudku barang belanjaan mu sudah kukirimkan pada temanmu" Si pirang berkata sambil terkekeh angkuh.
"Lalu kenapa kau tak mengirimkan ku? Berhentilah bermain-main bedebah! Apa yang kau harapkan dariku? Tebusan? Mimpi saja sana sampai mati! Turunkan aku!" Harry berusaha membuka pintu mobil yang berada di sampingnya, namun berapa kalipun ia berusaha ia tak berhasil.
"Kau kasar, Harry. Dua tahun yang lalu kau tak seperti ini dihadapanku. Dua tahun lalu kau bergetar dan terengah-engah saat menatap mataku" Ejekan si pirang berhasil membuat emosi Harry tersulut.
"Lalu apa? Kau mengharapkan apa dari kami, bajingan? Kami hanya remaja miskin, tidak punya harta, tidak punya apapun. Tak ada satupun milik kami yang bisa memuaskanmu! Lepaskan aku! Aku harus segera pulang!"
Mobil yang Harry tumpangi berhenti begitu saja, pria pirang yang semula berada di kursi kemudi berpindah duduk disebelah Harry dalam waktu sekejap. Pria itu menatap Harry lekat, merogoh kolong bawah kursi yang mereka duduki dan meraih sesuatu dari sana. Dalam sepersekian detik, dapat Harry rasakan sesuatu yang dingin menyentuh dahinya.
Harry tak bergerak, dirinya tetap diam ditempat, matanya bergilir pada dahi kirinya, mengintip benda dingin yang menyentuh dahinya, tentu saja, pistol. Harry takut jujur saja, tapi terlihat takut dihadapan pria itu akan membuat harga dirinya runtuh.
Mata Harry bergilir kedepan, menatap pria pirang yang juga sedang menatap dirinya dengan tenang. Pria itu meletakkan telunjuknya pada pelatuk, bersiap untuk menembak, dan Harry hanya diam dengan terus menatapnya. Jujur saja, Harry takut dan khawatir dalam satu waktu. Dirinya memikirkan bagaimana Hermione dan Ron ketika dirinya mati? Apakah mereka akan baik-baik saja?
"Apa? Bunuh saja" Ucap harry dengan menaikkan salah satu alisnya.
" Tak perlu menahan tangisanmu, nak " Si pirang menurunkan senjatanya, meletakkannya dengan tenang.
" Menangis? Menangis pantatmu!" Walaupun dalam hati Harry ketakutan dan memang ingin menangis, tapi tak mungkin ia melakukannya di hadapan bajingan ini. Harry tak mungkin menjatuhkan harga dirinya secepat itu.
"Kau menculik ku seperti ini juga tidak akan menghasilkan apapun untukmu, tuan. Aku bukan siapa-siapa, tak punya kekayaan, aku juga tidak akan menguntungkan, aku makan dengan porsi sangat banyak, tak akan ada yang mau menebus untukku. Kembalikan saja aku pada jalan tadi dan aku akan berlaku seolah apapun tak terjadi, bagaimana? Aku tak akan lapor polisi, aku janji" Harry berucap dengan penuh semangat. Harry tak mungkin terus terjebak dengan orang bajingan ini, pikirnya.
Pria pirang itu hanya diam dan mengacuhkanya, beranjak dari duduknya dan kembali pada kursi kemudi. Tak berselang lama, terdengar suara gemerisik radio—atau mungkin walkie-talkie? Pria pirang itu menggeram marah dan langsung kembali melajukan mobilnya dengan sangat cepat.
KAMU SEDANG MEMBACA
Orang - Orang Menyebutku "Malang" [ Drarry ]
Fiksi PenggemarHujan sangat deras dengan petir yang tak henti-hentinya menyambar, suara keras membangunkan bayi kecil berusia kurang dari satu tahun yang menangis karena ketakutan. Untungnya, ia memiliki ibu yang siap mendekapnya kapan saja, menghangatkannya, meli...