• CHAPTER 06

57 10 1
                                    

-CHAPTER 06-
(KUCING)

-

Setelah semua yang terjadi, Nayra kembali melangkah ke sekolah dengan berat hati. Meski fisiknya mulai membaik, hatinya masih dikepung kecemasan. Saat ia masuk kelas, beberapa temannya, termasuk Elina, Emma, dan Celine angsung menghampirinya.

"Nay, lo udah mendingan?" tanya Elina sambil menepuk bahu Nayra lembut. 

"Iya Nay, gue denger kemarin lo pingsan di lapangan. Lo baik-baik aja, kan?" tambah Emma dengan nada khawatir. 

"Mending kalo masih nggak enak badannya nggak usah masuk dulu deh, Nay." Ujar Celine.

Nayra tersenyum kecil, berusaha menenangkan temannya. "Gue baik-baik aja, kok. Cuma kurang istirahat aja kemarin." 

Namun, dalam hati, Nayra tahu itu bukan sepenuhnya benar. Setiap hari ia hidup dengan rasa waspada. Ia tahu Davian tidak akan berhenti sampai ia berhasil menghancurkan hidupnya dan anak yang ada di kandungannya. Hidupnya seperti berjalan di atas duri, sakit dan penuh ketegangan. 

Hari itu berjalan lambat, dan Nayra tak sabar untuk pulang. Namun, langkahnya terhenti ketika ia melihat motor Davian sudah terparkir di halaman rumah. Ia menarik napas panjang, bersiap menghadapi apa pun yang menantinya. 

Saat Nayra membuka pintu, ia terkejut melihat seorang wanita tua duduk di ruang tamu. Wanita itu tampak elegan dengan rambut beruban yang disanggul rapi. Matanya memancarkan kehangatan meski kerutan di wajahnya menunjukkan usianya yang sudah menginjak 65 tahun. Itu adalah Ratih, oma Davian. 

"Nay, ini Oma." ucap Davian sambil melirik Nayra dengan tatapan jengah. 

Ratih menoleh dan tersenyum hangat. "Jadi ini istrinya Davian? Cantik sekali kamu, Nak." 

Nayra gugup, namun ia membalas senyum itu. "Terima kasih, Oma." 

Ratih menepuk kursi di sampingnya. "Oma udah denger semua cerita tentang kamu, maafin Davian ya sayang? Sekarang gimana kondisi kandungan kamu? Sehat-sehat aja kan?"

Pertanyaan itu terasa begitu asing bagi Nayra. Bukan karena pertanyaannya, tapi karena nada tulus dan perhatian yang ia rasakan, sesuatu yang tak pernah ia dapatkan dari Inez, ibu mertua yang terus merendahkannya. 

"Alhamdulillah, sehat, Oma." jawab Nayra, menunduk malu-malu. 

Davian yang sejak tadi berdiri di sudut ruangan, hanya memandang dengan wajah kesal. "Oma, cewe itu nggak sebaik yang Oma kira," gumamnya pelan, tapi Ratih mendengarnya. 

Ratih menoleh dengan cepat, menatap cucunya dengan tajam. "Davian, jangan ngomong sembarangan."

"Kalau ada apa-apa, Nayra bisa cerita ke Oma, dan kalau sampe Vian macam-macam bilang ke Oma, biar Oma jewer telinganya sampai merah!" 

Nayra terkejut mendengar ucapan Ratih. Wanita tua itu bahkan menunjukkan gestur seolah-olah ingin menjewer Davian saat itu juga. Davian hanya mendengus kesal, lalu pergi meninggalkan ruang tamu. 

Setelah Davian pergi, Ratih menatap Nayra lagi dengan penuh kasih. "Nak, kalau ada masalah, jangan simpan sendiri. Kamu punya Oma. Jangan takut." 

Mata Nayra mulai berkaca-kaca. Itu adalah pertama kalinya ada orang dari keluarga Davian yang bersikap baik padanya. "Terima kasih, Oma." 

Hari itu, untuk pertama kalinya dalam waktu yang lama, Nayra merasa ada sedikit harapan. Namun, ia tahu, selama Davian ada di sekitarnya, hidupnya akan tetap penuh dengan ancaman. Ratih mungkin bisa menjadi pelindungnya, tapi Nayra sadar ia harus mulai mencari cara untuk melindungi dirinya dan anaknya dari ancaman suaminya.

NAYRATempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang