09

80 15 172
                                    

seorang guru yang berjaga di depan gerbang menanti para murid yang berdatangan, wajah garang dan teriakan guru yang sangat tegas membuat semua murid berlomba-lomba masuk seakan mereka kabur dari kejaran masalah penuh derita.

Derap langkah riuh dari para murid yang berdesakan masuk sebelum pintu gerbang tertutup sempurna, para murid tergesa-gesa masuk agar tak mendapatkan hukuman entah itu hormat atau pun lari di pagi hari yang nampak sudah sangat terik.

Berbeda dengan Jenan, remaja itu kini sedang duduk sambil bergosip ria dengan seorang satpam, menyampaikan semua gosip hangat yang Jenan dapatkan. Ia bercerita dengan semangat yang menggebu-gebu, seakan gosip tersebut benar adanya.

Tak lupa di tengah bergosip ia menyesap kopi hangat milik satpam, yang kini satpam itu juga ikut terbawa dalam gosip hangat yang diceritakan oleh Jenan.

"Nyet, gue masuk dulu ya," pamit Ray yang baru kembali dari memarkirkan mobilnya, mendengar itu Jenan hanya melambaikan tangan menandakan ia mengiyakan ucapan Ray.

Ray yang melihat kode dari Jenan pun berjalan menuju kelasnya, pasalnya ia masih harus menyontek tugas milik temannya. Ray selalu beralasan sibuk hingga tak sempat mengerjakan tugas, walau hanya melihat seonggok buku saja Ray tidak ada waktu.

"Woy kepet, entar ngumpul di tempat biasa," teriak Jenan yang memanggil dengan panggilan spesial untuk para teman-temannya.

Ray mengangguk tanpa menoleh sedikit pun, ia terlalu terburu-buru walau hanya sekedar menoleh saja.

"Lanjut mang, kita sampai mana tadi?" Jenan menanyakan lanjutan gosip yang tadi ia ceritakan.

"Sampe yang katanya si Jajang punya peternakan babi ngepet," jawab Nanang, seorang satpam yang menemani Jenan bergosip di pagi hari.

Jenan pun dengan serius kembali melanjutkan gosip hangatnya, ia juga memperagakan gosipnya dengan gerakan tangan yang ikut heboh.

Sesekali Nanang ikut menimpali gosip hangat itu tak kalah heboh seperti seorang emak-emak yang mendapatkan diskon. Mereka bergosip tak ada henti-hentinya bak kereta yang melaju sangat kencang.

Perbincangan tampak semakin memanas membuat Jenan tak mengalihkan perhatian ke manapun, ia terlalu fokus dalam bergosip hingga tak mempedulikan jika suasana sekolah kini tampak sudah sepi.

Semua murid sudah berada di kelasnya masing-masing, kecuali Jenan yang sudah mengetahui jika jam pertama di kelasnya itu jam kosong. Pikir Jenan, lagi pula ia sudah mengerjakan tugasnya, membuat dirinya semakin malas untuk masuk ke kelas.

Ia sangat tahu betul jika bukunya akan menjadi bahan berebut semua temannya yang akan menyontek. Mereka akan ribut bak setan bertemu kemenyan.

"Permisi, Pak. Maaf, anak saya telat. Bisa dibukakan gerbangnya?" Perhatian Jenan teralihkan saat mendengar suara lembut yang sangat ia kenal.

"Weh, Ibun, gimana kabarnya, Bun?" Jenan berjalan dengan semangat menghampiri wanita yang sudah lama tak ditemuinya.

Jenan membukakan gerbang tanpa seizin satpam yang kini terbengong. Pasalnya, gosip yang diceritakan oleh Jenan tiba-tiba berhenti begitu saja, padahal gosip itu sangat penting untuk Nanang agar tak ketinggalan sedikit pun update semua berita.

"Tambah tengil aja ya kamu," celetuk Lidya saat melihat anak dari sahabatnya itu tak pernah kehabisan energi untuk bertingkah dan menggoda dirinya.

"Bukan tengil, Bun, tapi menyalurkan energi positif," elak Jenan yang tak terima jika dirinya disebut tengil.

Mendengar itu, Lidya hanya pasrah. Ia tak mau menjawab ucapan Jenan yang sudah pasti akan membuatnya kualahan dalam menjawab semua perkataan remaja penuh energi itu.

wingless butterflyTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang