❤️❤️Calliope❤️❤️

18 15 0
                                    

"Yang Mulia Ratu, anda sudah sadar?"

"Apa yang terjadi?"

Carlisle mengerjabkan matanya, meringis. Menolehkan kepalanya ke-sekeliling, Carlisle menyadari bahwa saat ini dirinya tengah berada di dalam kamarnya. Tepatnya kamar milik Calliope yang berada di dalam istana Bulan.

Seingat Carlisle, dia baru saja menemui Kaisar di ruang utama. Kenapa dirinya jadi di atas rajangnya sendiri?

Brille melangkah mendekat, meletakkan nampan berisi air hangat dan obat di atas nakas yanh berada di dekat ranjang sang Ratu, membungkuk singkat.

"Anda tiba-tiba saja pingsan, Ratu. Untung saja, Yang Mulia Kaisar dengan cepat memapah tubuh anda. Jika tidak, tubuh dan kepala anda sudah membentur lantai dengan keras."

"Pingsan? Aku?"

"Iya, Yang Mulia Ratu. Anda mendadak jatuh tidak sadarkan diri begitu saja."

Carlisle meringis. Memijit pelipisnya yang sedikit berdenyut. Berusaha mengingat-ingat apa yang telah terjadi.

"Sshh...."

"Yang Mulia Ratu, ada apa? Apa yang anda rasakan? Apakah sekarang masih terasa sakit?"

Carlisle semakin meringis saat kilasan-kilasan ingatan kembali berkelebat di dalam kepalanya. Carlisle ingat sekarang. Kepalanya mendadak berdenyut menyakitkan begitu dia menatap lekat iris emas sang Kaisar bersamaan dengan ingatan-ingatan dari Calliope yang asli berkelebat di dalam kepalanya. Sudah pasti, hal itulah yang membuatnya jatuh pingsan begitu saja.

"Yang Mulia, apa masih sakit? Anda mau minum obat? Saya sudah membawakan obat pereda sakit kepala yang perintahkan oleh Yang Mulia Kaisar."

Brielle panik, dia buru-buru mengambil obat yang dia taruh di atas nakas tadi, dan mengulurkannya kepada Carlisle.

"Kaisar?"

Apa Maksudnya itu? Apa pria itu memerintahkan Brielle untuk membawakannya obat?

Tapi kenapa?

Bukankah dalam ingatan Calliope, Kaisar tidak pernah perduli padanya?

"Berikan." Carlisle meraih obat yang Brielle ulurkan padannya. Tidak ada gunanya juga dia memikirkan hal tidak penting itu. Jika dengan meminum obat bisa membuat sakit kepalanya mereda, Carlisle tidak akan menolak.

"Ini minumnya, Ratu."

"Hm, terimakasih." Carlisle meraih segelas air yang Brielle sodorkan. Menenggaknya sekaligus. Brielle merima gelas kosong yang Carlisle ulurkan, meletakkannya kembali di atas nakas.

"Sebagai seorang Ratu, anda tidak perlu mengucapakan terimakasih, Yang Mulia. Apalagi melayani anda adalah kewajiban saya sebagai dayang. Jadi, sudah sewajarnya saya merawat anda dengan sepenuh hati."

Carlisle berkedip. Mendengar ucapan Brielle membuatnya menyadari sesuatu.

Sebagai seorang CEO dan putra sulung dari kelaurga miliader, Carlisle Haven tidak pernah mengatakan kata 'terimakasih' sebelumnya.

Bukan karena dia merasa bahwa sudah sepantasnya semua orang melayaninya, tapi karena egonya yang begitu tinggi.

'Terimakasih' dan 'maaf' adalah kata krusial yang benar-benar menjadi kata yang tidak akan pernah Carlisle ucapkan dalam keadaan sadar. Satu-satunya orang yang pernah menerima kata-kata itu darinya adalah Asha, tunangannya. Itu-pun Carlisle ucapkan dalam keadaan mabuk.

Tapi....

Kenapa tadi dia dengan mudah mengatakan kata 'terimakasih' begitu saja?

Dan melihat dari reaksi Brielle, sepertinya hal ini sering terjadi.

Kamu telah mencapai bab terakhir yang dipublikasikan.

⏰ Terakhir diperbarui: a day ago ⏰

Tambahkan cerita ini ke Perpustakaan untuk mendapatkan notifikasi saat ada bab baru!

The Secret Of QUEENTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang