“Kak Bima!” terdengar suara Dinda dari luar kamar Bima
“Iya masuk saja. Gak kakak kunci kok,” sahut Bima sambil terus menggambar
Dinda yang masih mengenakan seragam sekolah masuk dan langsung menghempaskan dirinya ke atas ranjang Bima. Dia tampak sangat kelelahan sekaligus kesal.
“Kenapa lagi? Apa karena banyak yang masih penasaran sama cerita kakak di acara sekolah kamu 2 minggu lalu?” Bima kini ikut berbaring di sebelah adiknya
“Ya gitu lah. Padahal kan kakak cuma mengarang cerita, tapi mereka semua malah pada percaya,” kata Dinda yang membenamkan wajahnya ke bantal
“Itu benar kok, cuma kamu saja yang lupa. Soalnya waktu itu kamu baru umur 5 tahun,” ujar Bima lirih
“Hah? Tapi bukannya Nawasena di era ini tuh kakak ya?” tanya Dinda sambil menoleh
“Kakak cuma ngarang pas bagian wujud dan nama Nawasena aja kok. Selebihnya dari cerita itu beneran. Apalagi kakak agak lupa waktu itu yang nyelamatin kita wujud dan motifnya apa, yang kakak ingat hanya warnanya hitam dan perak,” kata Bima mengenang
“Walau begitu tetap saja aku kesal bukan main. Awas saja nanti tahu-tahu ada wartawan datang dan nanya aneh-aneh,” ujar Dinda kembali membenamkan wajah ke bantal
Bima kembali duduk di depan meja kerjanya dan melanjutkan menggambar komik. Sementara Dinda masih berbaring telungkup dan mengomel tidak jelas karena teredam bantal.
“Kakak sih enggak masalah kamu mau curhat, mau ngomel-ngomel, mau nangis, yang penting jangan sampai daleman kelihatan,” kata Bima sambil merapikan rok Dinda yang tersingkap dan merapatkan kakinya
“Enggak apa-apa ih... Lagian aku pakai celana pendek kok,” sahut Dinda tak acuh
“Walaupun begitu kamu sebagai anak gadis harus tetap sopan, anggun. Ingat anak gadis harus selalu tampil slay,” kata Bima dengan gaya bicara ala OurTuber terkenal
Dinda bergegas bangun dan duduk dengan gaya dibuat seanggun mungkin, “Apakah adikmu ini sudah terlihat slay wahai kakandaku?”
“Dikau sungguh sangat slay sekali wahai adindaku yang cantik jelita bak bidadari dari kahyangan tingkat ke-7. Tapi alangkah baiknya bila dirimu mandi terlebih dahulu, bau dirimu seperti anak kucing yang tercebur comberan,” balas Bima tidak mau kalah slay
“Dih... Jelek banget astaga anak kucing tercebur comberan,” tawa Dinda dan kembali ke gaya bicaranya yang biasa
“Tentunya bila tidak ingin dianggap jelek oleh kakandamu ini, segera lah dikau mandi hingga harum mewangi bagai bunga di taman,” Bima masih tetap dengan gaya bicara yang dibuat-buat
“iya deh iya, habis ini bantu buat PR ya!” seru Dinda sambil melangkah keluar dari kamar Bima
Bima tersenyum dan menggelengkan kepalanya, merasa geli dan kasihan pada adiknya. Dia meneruskan pekerjaan menggambar komik sambil memikirkan penolong dirinya dan Dinda semasa kecil.
Entah hanya firasatnya saja atau mungkin insting, Bima merasa dia akan segera bertemu kembali dengan pria —atau wanita— yang pernah menyelamatkannya. Bima sangat ingin mengucapkan terima kasih dengan benar.
“Bim? Kamu di dalam?” panggil ibunya sembari membuka pintu kamar
“Ada apa bu?” sahut Bima sambil memutar duduknya
“Kamu sama adik kamu ngapain sih? Belakangan dia sering banget main ke kamar kamu. Kalian gak aneh-aneh kan?” tanya ibunya
“Hah? Aneh-aneh gimana sih maksud ibu? Bima enggak paham?” Bima bertanya balik sambil menyipitkan mata
KAMU SEDANG MEMBACA
Nawasena
ActionApa yang kalian ketahui tentang pahlawan pelindung Nusantara? Pahlawan Nasional? Raja-raja? Apa yang kalian pelajari di sekolah itu hanya yang tercatat dalam sejarah, tapi tahukah kalian bila jauh sebelum kerajaan-kerajaan berdiri bahkan jauh di era...