Abyanca [10] || Pertahanan Bianca

76 5 0
                                    

Malam itu, hujan deras mengguyur bumi, menimbulkan suara gemericik yang menenangkan. Di ruang makan sebuah mansion yang megah, Abyan dan Bianca sedang menikmati makan malam bersama.

Dring...

Suara telepon rumah yang nyaring terdengar dari ruang tamu. Bianca refleks meletakkan sendoknya dan hendak bangkit untuk mengangkat telepon. Namun, langkahnya segera dihentikan oleh Maid Ida yang sigap mendekat.

"Biarkan saya yang mengangkatnya, Non," ujar Maid Ida dengan sopan sambil meninggalkan pasangan itu.

Bianca mengangkat bahu dan kembali duduk. "Oke, terserah. Tapi jangan lama-lama, ya," ucapnya sambil melirik Abyan yang tersenyum tipis melihat istrinya.

Selang beberapa menit, Maid Ida kembali ke ruang makan dengan ekspresi yang agak canggung.

"Tuan Abyan, Nyonya Bianca, barusan saya berbicara dengan Ibu Liora dan Tuan Argo," katanya sambil merapikan celemeknya. "Mereka akan datang malam ini, bersama dua tamu lain. Katanya ada hal penting yang ingin mereka sampaikan."

Abyan langsung menatap Maid Ida dengan rasa ingin tahu. "Oh, begitu? Jam berapa mereka akan sampai, Ida?" tanyanya lembut.

"Mungkin sebentar lagi, Tuan Muda. Mereka bilang tidak akan lama," jawab Maid Ida sopan.

Setelah makan malam selesai, Abyan dan Bianca berpindah ke ruang tamu. Mereka duduk santai di sofa besar yang empuk, sambil menikmati camilan yang dibawa Maid Zulfa.

"Sayang, coba sini kamu lihat," ujar Abyan sambil menyodorkan segenggam keripik kentang.

"Kenapa?" Bianca mendekat, penasaran.

"Ini ada bentuknya kayak hati, lucu banget! Kayaknya aku bakal simpan buat kenang-kenangan," jawab Abyan, disusul tawa kecil.

Bianca tertawa pelan. "Terserah lo deh."

Obrolan mereka terus mengalir, penuh canda dan tawa, hingga...

Tok... tok... tok!

Suara ketukan keras di pintu utama membuat mereka terkejut. Bianca bahkan nyaris menjatuhkan mangkuk camilannya.

"ANAK DUGONG, BUKA PINTUNYA!" terdengar suara berat dan lantang dari balik pintu, memecah keheningan hujan di luar.

Abyan langsung berdiri dengan ekspresi heran. "Itu... suara Ayah?" gumamnya sebelum berjalan cepat menuju pintu.

Saat pintu besar itu terbuka, Abyan berdiri mengenakan baju kaos hitam polos dan celana krem selutut, yang membuatnya terlihat santai namun tetap berkarisma.

"Ayah, serius? Ngapain ketuk pintu setebal ini sampai berisik gitu?" protes Abyan sambil mempersilakan mereka masuk.

Liora, yang berdiri di samping suaminya, langsung melirik Argo tajam. "Ngapain sih, kamu teriak-teriak kayak orang nggak tahu tata krama?"

"Hehe... maaf, Sayang. Aku cuma mau biar mereka tahu Ayah datang," jawab Argo sambil nyengir.

"Assalamualaikum," ujar Argo akhirnya, tanpa menunggu dipersilakan lebih lanjut. Ia melangkah masuk dengan santai, meninggalkan jejak air di lantai kayu mansion.

Abyan hanya menggelengkan kepala. "Ayah, nggak sopan, loh. Masuk rumah orang seenaknya."

"Tidak sopan bagaimana? Ini kan rumah besan Ayah. Otomatis rumah Ayah juga, dong!" balas Argo dengan nada sewot.

Liora mengabaikan perdebatan kecil itu dan menggenggam tangan Abyan dengan hangat. "Byan, bagaimana kabar menantu Bunda?" tanyanya dengan senyum lebar.

Abyan terdiam, menatap ibunya dengan ekspresi tak percaya. "Bunda, aku ini anak Bunda, loh. Kok yang ditanya kabarnya malah Bianca duluan?" protes Abyan.

Abyanca || Abyan & BiancaTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang