Abyanca [13] || Kecepatan Yang Menentukan

32 3 0
                                    

Hai...

para pembaca setiaku! Bab baru sudah menanti, semoga kalian menikmati perjalanan ini.

Jangan lupa untuk tinggalkan komentar, vote, dan bagikan jika kalian suka ceritanya.

Selamat membaca!
.
.
.

Setelah mengantar teman-teman Bianca, suasana di dalam mobil terasa jauh lebih sunyi dibandingkan sebelumnya yang penuh dengan canda dan tawa. Langit mendung, hujan turun perlahan, membasahi bumi dan menyirami dedaunan. Bianca memandang keluar jendela, mengikuti tetesan hujan yang mengalir di kaca.

Abyan, yang menyetir dengan tenang, melirik Bianca sekilas sebelum berdehem pelan.
"Sayang, apakah jalanan lebih menarik dibanding aku?" tanyanya dengan nada menggoda.

Bianca menoleh, alisnya terangkat. "Terus? Maksud lo, gue harus natap lo terus gitu?" ucapnya sambil memajukan wajah, lalu kembali bersandar di kursi.

Abyan tersenyum kecil, menikmati reaksi istrinya. "Ya, nggak gitu juga, tapi aku lebih suka kalau kamu perhatiin aku."

"Udah, nggak usah banyak bacot," jawab Bianca ketus, kembali memandang ke luar jendela.

Percakapan berhenti di situ, menyisakan suara derasnya hujan yang semakin menderu. Abyan berniat menggoda Bianca lagi, tapi melihat raut wajah istrinya yang sedikit lelah, dia mengurungkan niatnya.

Setibanya di mansion pada pukul 16:30, hujan masih mengguyur deras, disertai petir dan guntur yang menggelegar. Bianca turun dari mobil dengan hati-hati setelah Abyan memarkirkan mobil di garasi, memastikan istrinya tidak terkena setetes pun air hujan.

"Byan," panggil Bianca, suaranya nyaris tenggelam dalam suara hujan.

Abyan menoleh, tangannya terulur memegang kepala Bianca, menggenggam lembut. "Nggak usah takut, ada aku di sini," ucapnya menenangkan, seolah membaca keresahan yang terpancar dari mata istrinya.

"Hm," gumam Bianca pelan, membiarkan dirinya dituntun masuk ke dalam mansion.

Di dalam, suasana terasa hangat dibandingkan dinginnya hujan di luar. Bianca tidak melepaskan genggamannya dari tangan Abyan, dan pria itu mempererat pegangannya, memberikan rasa nyaman yang sulit diungkapkan dengan kata-kata.

"Abyan!"

Teriakan seorang gadis memecah keheningan di depan mansion megah itu. Suara itu langsung membuat Bianca refleks menggenggam tangan Abyan lebih erat, seolah-olah takut dia diambil orang.

Glykeria berdiri di sana, tatapannya penuh dengan api cemburu yang tak terselubung. Dia melihat pemandangan yang menurutnya seharusnya menjadi miliknya—Abyan yang digenggam dengan mesra oleh seorang wanita lain.

"Abyan," suara Glykeria melunak, mencoba terdengar imut dan manis. Dia melangkah mendekat dengan ekspresi dibuat-buat.

"Kamu ada waktu? Aku mau coba kasih sesuatu..."

Namun, sebelum Glykeria sempat menyelesaikan kalimatnya, Bianca memotong dengan nada ketus.

"Maaf, tapi Abyan akan makan masakan gue, bukan dari wanita lain." Bianca menarik tangan Abyan, menyeretnya menaiki tangga tanpa memedulikan Glykeria.

Di tengah tangga, Abyan tersenyum kecil, menatap istrinya dengan senyum yang tak bisa disembunyikan.

"Kamu bisa masak?" tanya Abyan, penuh rasa penasaran.

Bianca menoleh sekilas dengan alis terangkat. "Ya nggak lah. Tapi gue mau belajar. Lo jangan protes!"

Abyan terkekeh pelan. "Baik, baik. Aku tunggu kejutan dari istri aku."

Abyanca || Abyan & BiancaTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang