"Kenapa kau lama sekali? Karena itu, suasana hatiku untuk merangkai bunga hilang begitu saja dan melihatmu di sini, rasanya aku ingin membunuhmu," kata Lady Rosie kala melihat Jiyo yang telah tiba sembari memeluk erat wadah berisi beberapa bunga yang dipetiknya.
Alhasil, Jiyo merasa sangat bersalah. Ia tidak bermaksud membuat Lady Rosie menunggu lama. "Lady, saya minta maaf. Saya sebelumnya bahkan hampir tersesat."
Rosie lekas merotasikan bola matanya dengan malas. "Apa aku terlihat peduli? Ketika kau bahkan diterkam binatang buas, aku tidak peduli dan berani sekali kau membuatku menunggu lama," kata Lady Rosie dengan nada begitu tinggi.
Jiyo pun semakin menundukkan kepala. Ia cukup takut untuk kembali mengeluarkan suara. Ia tidak ingin dicap sebagai pembangkang, walau disisi lain ia hanya ingin berterus terang.
"Kau! Bisa-bisanya ibuku mengirim budak sialan sepertimu!" Rosie kembali berujar.
Mana tahu, beriringan dengan pintu yang terbuka pelan bersama dengan suara dari salah satu pelayan dari luar kamar yang mengatakan jika Viscountess Lidya datang berkunjung.
Viscountess Lidya melangkah masuk ke dalam ruangan dengan anggun, matanya yang tajam menelusuri setiap sudut kamar putrinya. Senyum tipis menghiasi wajahnya, tetapi ada aura dingin yang menyelimuti kehadirannya. Rosie yang masih dipenuhi amarah, langsung melangkah maju.
"Apa yang terjadi? Kenapa sangat berisik hingga terdengar dari luar?" tanya Viscountess Lidya dengan Madam Gils yang nyatanya ada di belakang.
"Ibu, lihat pelayan sialan ini! Dia tidak becus menjalankan tugasnya. Aku harus menunggu begitu lama untuk bunga-bunga ini! Bagaimana bisa aku merangkai sesuatu yang indah dengan suasana hati yang sudah hancur?" serunya dengan nada tinggi.
Viscountess Lidya hanya menatap Rosie tanpa banyak bereaksi, lalu matanya beralih pada Madam Gils yang berdiri di belakangnya. "Bagaimana bisa pelayan seperti ini sampai di rumah kita? Apa tidak ada pilihan lain yang lebih baik?"
Madam Gils sedikit membungkuk, merasa situasi ini menuntutnya untuk bertanggung jawab. "Yang Mulia, saya pastikan akan mengurus masalah ini. Jiyo tidak akan membuat kesalahan seperti ini lagi."
Jiyo yang mendengar percakapan tersebut, segera bersujud. "Saya minta maaf, Viscountess, Lady. Saya tidak bermaksud membuat kekacauan. Tolong beri saya kesempatan untuk memperbaiki diri."
Namun, Rosie hanya memutar bola matanya dengan jijik. "Kesempatan? Pelayan seperti dia bahkan tidak pantas berbicara tentang kesempatan."
Lidya mengangkat satu tangan, mengisyaratkan Rosie untuk tenang. "Cukup, Rosie. Biarkan Madam Gils menangani ini." Kemudian ia menatap Jiyo dengan sorot mata yang tajam, penuh evaluasi. "Jangan buat masalah seperti ini lagi. Madam Gils, pastikan pelayan ini tahu tempatnya."
"Baik, Yang Mulia," jawab Madam Gils dengan nada penuh hormat.
Tanpa membuang waktu, Madam Gils segera mendekati Jiyo. Lalu, ia menarik lengannya dengan kasar dan menyeretnya keluar dari kamar. Langkah kaki mereka berdua menggema di sepanjang koridor. Jiyo mencoba meminta maaf, tetapi suaranya tersendat oleh ketakutan yang meliputi dirinya.
Ketika mereka tiba di kamar pelayan, Madam Gils segera mengunci pintu di belakang mereka, memastikan tidak ada yang mengganggu. Ia berbalik menatap Jiyo, wajahnya penuh dengan amarah yang selama ini terkekang. "Kau pikir kau bisa mempermalukan aku di depan Viscountess dan Lady Rosie tanpa konsekuensi?"
Jiyo menunduk, air mata mulai mengalir di pipinya. "Saya benar-benar tidak bermaksud melakukannya, Madam. Saya hanya-"
"Diam!" bentak Madam Gils. Ia meraih tangan Jiyo dengan kasar dan menelentangkan telapak tangannya. "Sekarang, tunjukkan padaku telapak tanganmu."
KAMU SEDANG MEMBACA
Let Me Be Happy
RomanceBukankah semua orang memiliki hak untuk bahagia? Lantas kenapa Jiyo sama sekali tidak pernah merasakannya? Lahir tanpa mengetahui asal usul keluarga sendiri dan tinggal di rumah bordil sungguh membuatnya sangat menderita. Penyiksaan dan pemaksaan su...