Jiyo memperhatikan gaun yang ia gunakan dari cermin. Gaun berwarna krem yang dipadukan renda-renda dan kain membentuk celemek berwarna putih dibagian depan. Seragam yang memang khusus digunakan oleh pelayan di kediaman Viscounts Martinez.
Ia pun seketika memegang rambutnya yang diikat sederhana dan tidak lupa aksesoris bando berwarna putih yang ada di atas kepala. Penampilan yang seperti itupun atas bantuan dari seorang gadis yang tiga tahun lebih tua darinya sekaligus berada satu kamar dengannya.
"Kau cantik sekali, Jiyo. Padahal kau hanya dipermak sederhana. Jujur ... kau seperti putri bangsawan saja," kata gadis itu yang ikut terpana.
Jiyo dibuat merona merah. Ia tersenyum malu dan langsung menggeleng. "Kau salah. Aku hanyalah gadis malang yang menghabiskan masa kecil di rumah bordil. Pun aku tidak pantas seperti apa yang kau katakan Zea," ucap Jiyo begitu saja.
Namun, Zea langsung menggelengkan kepala. "Aku berkata jujur. Kau memiliki ciri khas seperti Lady, Jiyo. Ah, aku iri melihat kecantikanmu," ucap Zea yang bertepuk kecil. Ia terlihat begitu kagum.
Sebelumnya, Zea bertugas untuk menyiapkan segala keperluan Lady Rosie, tetapi entah kenapa, ia dipindahkan untuk mengurus keperluan Viscountess Lidya dengan beberapa pelayan lainnya.
Jiyo pun masih berdiri di depan cermin, wajahnya tampak ragu sekaligus terpesona pada bayangan dirinya sendiri. Kesan anggun yang begitu asing baginya terasa seperti mimpi, mengingat masa lalunya yang jauh dari segala hal yang cantik dan rapi.
Zea yang berdiri di sampingnya, menepuk bahunya dengan senyum lebar, memperhatikan wajah Jiyo yang mulai tersipu malu. Zea yang lebih berpengalaman dalam dunia pelayan, tampak menikmati momen kecil ini. Bagi Zea, Jiyo adalah gadis yang memiliki pesona alami yang langka, sesuatu yang jarang ditemui di antara para pelayan lain.
“Jangan terlalu rendah diri, Jiyo. Kau memiliki pesona yang berbeda. Aku sudah lama bekerja di sini dan hanya sedikit orang yang bisa memiliki penampilan semenarik dirimu,” ujar Zea dengan nada penuh kekaguman.
Jiyo menggeleng dengan malu, tetapi ada perasaan hangat yang merayap di hatinya. “Aku hanya seorang budak, Zea. Tidak ada yang istimewa dariku,” ucapnya pelan, meskipun dalam hatinya ada sedikit rasa percaya diri yang mulai muncul.
Namun, momen itu terpotong ketika pintu kamar mereka tiba-tiba terbuka. Sosok Madam Gils berdiri di ambang pintu dengan dua pelayan lainnya mengikutinya dari belakang. Tatapan tajam Madam Gils segera membuat Jiyo dan Zea kembali ke posisi semula, berdiri tegak dan menundukkan pandangan sebagai bentuk penghormatan.
"Jiyo," panggil Madam Gils dengan nada otoritatif yang tak bisa ditolak. "Segera pergi ke kamar Lady Rosie dan persiapkan segala keperluannya. Ingat, jangan sampai membuat masalah sekecil apa pun. Lady Rosie memiliki standar yang tinggi dan aku tidak ingin mendengar keluhan darinya," tambahnya dengan nada peringatan yang membuat Jiyo mengangguk cepat.
KAMU SEDANG MEMBACA
Let Me Be Happy
RomanceBukankah semua orang memiliki hak untuk bahagia? Lantas kenapa Jiyo sama sekali tidak pernah merasakannya? Lahir tanpa mengetahui asal usul keluarga sendiri dan tinggal di rumah bordil sungguh membuatnya sangat menderita. Penyiksaan dan pemaksaan su...